Dia Pemeran utamaku yang tampan ✔

47.6K 4.4K 18
                                    


Awal musim dingin, hukumanku sudah berakhir. Aku kembali ke kamar yang biasa. Memang tak seluas kamar Gisella atau kamar kakak lainnya, tetapi ini masih layak tinggal. Ya, ini sama saja seperti kamarku di kehidupan dulu. Tiga bulan sudah aku ada di dunia ini. Di dimensi berbeda.

"Aku tidak ingin mati, jadi aku tidak terobsesi dengan sihir."

Aku memakai mantelku, hari ini adalah waktunya untuk melihat pemeran utama laki-laki yang menjadi idaman semua nona bangsawan.

Aku juga mengantongi beberapa roti dan buah. Aku yakin dia tidak makan dengan baik.

"Hei, Lilyana." Suara berat seorang pemuda yang baru saja beranjak dewasa. Itu adalah Kleand Van Bearc. Kakak kandungku dan juga pemuda dingin yang lebih menyayangi Gisella dibanding adik sendiri.

"Ada apa?" tanyaku datar.

"Kau mau ke mana?"

"Ketempat para budak."

Kleand sedikit terkekeh, kemudian dengan wajah sinis berkata, "ya, tempat itu cocok untukmu." Kleand kemudian berlalu setelah mengucapkan kalimat yang membuatku kesal.

"Anjir. Asli nggak guna banget nanya gitu," gumamku pelan. Kemudian berjalan menuju tempat pertemuan dengan tokoh utama kesayanganku.

"Jika aku tidak menjadi penyihir kejam aku tidak akan dibun-"

Aku menghentikan kalimatku. "Aku akan tetap dibunuh," lirihku kemudian. Kesenanganku hilang seketika saat teringat alur sebenarnya.

Fakta besar yang aku abaikan. Gerald adalah putra permaisuri yang dibunuh oleh satu-satunya selir kaisar yang merupakan sepupu dekat dari Grand Duke Bearc. Gerald mengetahui hal itu dari gurunya Marquis Ghana. Grand Duke Van Bearc juga ikut campur tangan. Keberadaan Gerald di kediaman Grand Duke juga bukan tanpa sengaja, tetapi karena Grand Duke yang mengetahui identitasnya. Berusaha menahan Gerald sebagai budak agar dia tidak naik takhta. Balas dendam Gerald juga tak hanya karena kematian ibunya tetapi karena keluarga Grand Duke yang terus menyiksanya. Termasuk Lilyana.

"Huh! Dingin banget, di Indonesia nggak ada cuaca sedingin ini. Asli nggak kebiasa." Aku mengusap tanganku yang berbalut sarung tangan bulu beruang. Rasanya sangat dingin. Padahal sudah terlapis kain tebal.

"Hei, bocah." Suara itu berasal dari area para budak yang jaraknya beberapa meter saja dari tempatku sekarang. Aku spontan menghentikan langkah. Bersembunyi segera di balik pembatas area budak. Aku melihat Gisella menyiksa seseorang remaja lima belas tahun yang sudah tersungkur di atas salju. Rambut hitam dan mata biru yang terang, mata biru yang mulai tertutup kelopak mata. Segera aku berlari menghampiri Gisella.

"Kakak! Hentikan!" Aku bersuara. Entah keberanian dari mana. Aku keluar dari persembunyian dengan wajah kesal. Enak saja dia menyiksa pemeran utamaku yang tampan. Anak itu selalu mencari gara-gara, wajar jika dia dibunuh oleh Gerald dengan kejam juga.

"Hei, kau mau ikut campur? Mau menjadi pahlawan? Memang bisa melawanku?" tanya Gisella dengan sombongnya

Aku menatap anak berambut hitam yang sudah pingsan. "Dia sudah pingsan, biarkan dia pergi."

"Huh! Tidak menarik." Gisella menatap budak yang terkapar itu dengan tatapan hina dan merendahkan. "Dia begitu lemah untuk diajak bermain," ujarnya sebelum beranjak dari area budak.

Bermain? Dasar gila! Menyiksa anak dibilang bermain? Memang dasar tidak waras! Dia itu seharusnya di obati psikisnya. Inilah alasan kenapa orang tua juga tidak baik melimpahkan banyak hal kepada anak, jadi bodoh.

Gisella pergi meninggalkan area budak. Aku melihat sekeliling di mana para budak lain merasa ketakutan dengan amukan Gisella barusan. Padahal Gisella cantik tetapi dia sangat jahat dan kejam. Ya, wajah belum tentu mencerminkan hati.

"Hei," panggilku pada remaja yang baru disiksa Gisella.

"Anu, Nona. Tampaknya dia terluka parah. Dan benar-benar pingsan." Seorang budak yang lebih dewasa berkata demikian.

Aku mengedip. Menatap seorang kakek tua yang jelas dia juga budak. Tidak mengenal tua dan muda, kediaman Grand Duke ini sangat kejam. Siapapun disiksa. Isi rumah ini seperti psikopat semua.

"Bisa tolong bawa dia masuk?" tanyaku pada budak-budak yang usianya lebih dewasa.

"Baik." Seseorang yang agak muda menolong mengangkat tubuh remaja yang babak belur itu.

***

Aku menghela napas. Seluruh tubuhku merinding dihadapkan memar dan luka di tubuh Gerald ini. Semua sudah aku lakukan untuk mengobatinya. Sejenak aku memperhatikan wajah yang tampan itu. Duduk di sisi pemuda itu yang tertidur di atas tumpukan jerami.

"Rambut hitam," gumamku. Aku mendekat lagi. Membuka paksa matanya dan mendapati manik kuning keemasan, mata itu sudah berubah warna. "Ini Gerald, ya?" tanyaku lagi yang masih sedikit terkejut bisa menemukannya begitu mudah. Aku berjalan keluar dari gubuk. Menatap setiap budak yang sedang melakukan kegiatan mereka. Tidak ada anak remaja lain selain dia.

"Gerald! Aku menemukanmu." Aku berseru senang, berbalik menatap Gerald yang masih belum sadarkan diri. Kemudian mengeluarkan semua makanan yang kubawa dan meletakkannya di sebelah remaja itu. Usia Gerald saat memasuki kediaman ini adalah lima belas tahun. Berbeda lima tahun denganku.

"Cepat sembuh dan jadilah pahlawan terbaik. Kuharap, kau tidak membunuhku nanti, tapi aku tidak mau mengubah takdir karena aku tidak tahu dampak apa yang akan terjadi jika aku melakukan kesalahan dan menyebabkan efek buruk untukmu. Setidaknya aku akan mati dengan tusukan pedangmu dan dalam keadaan utuh, bukan bentuk abu."

Aku kemudian beranjak dari gubuk. Meninggalkan Gerald yang masih terpejam.

"Jangan beritahu pada anak itu kalau aku ke sini," ujarku pada pria tua tadi. Pria itu mengangguk singkat sembari tersenyum.

"Ini sedikit makanan untuk kalian." Roti yang aku bawa lebih kuberikan pada budak lain sebelum pergi.

"Terima kasih, Nona."

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang