Satu tarikan napas dan satu embusan napas. Lyana kemudian masuk ke dalam ruangannya. Gadis itu sedikit gugup karena pertama kalinya ia bertemu hanya berdua saja dengan Gerald. Ya, mungkin saat dulu ia bisa santai bertemu Gerald yang manis, tetapi sekarang pemuda itu berbeda.Dia adalah pemuda dua puluh tiga tahun, seorang pangeran, dan ahli pedang yang terkenal kejam. Tatapan tajamnya selalu berhasil membuat orang bergidik ngeri. Jujur saja, ketika kembali dari penyanderaan. Lyana selalu berusaha menghindari Gerald yang dulunya ia kagumi.
"Lyana Van Bearc memberi salam kepada cahaya kedua kekaisaran," sapa Lyana.
"Berdirilah," tegas Gerald.
Seketika Lyana menegakkan tubuh dan pandandangan. Mendapati Gerald yang duduk di atas sofanya sambil meneguk teh. Lyana hampir menjerit kaget ketika mendapati keranjang makanan yang dulu ia gunakan untuk mengantar makanan. Lyana berjalan kaku, mendekati Gerald yang hanya diam.
Pembicaraan tentang si pemberi makanan ini memang belum usai sejak Lyana kembali.
"Apakah kau tahu, Lyana? Dulu ketika aku hanya seorang budak, ada seseorang yang selalu memberikan makanan diam-diam. Awalnya aku tidak percaya saat di keranjang makanan itu tertulis makanan dari kediaman Grand Duke beracun.
Tapi kemudian, ayahmu menyelidikinya, lalu menemukan pelaku yang meracuni makananku selama menyamar sebagai budak. Dia suruhan Vianni."
"Gisella?"
"Iya. Tapi kau tahu keadaan kala itu tidak bisa untuk langsung menghukumnya."
Lyana mengangguk. Semua itu mudah ditebak mengingat Gisella itu memang penjahat utama yang menyeramkan dan licik, ia membunuh orang dengan mudah, seolah nyawa manusia adalah nyawa ayam.
"Lalu keranjang ini?" Lyana masih berusaha bertanya dan berpura-pura tenang.
"Ini keranjang yang selalu dipakai untuk mengantar makanan oleh orang itu."
Gadis berambut putih keemasan itu, menelan salivanya kasar. Gugup menyertai Lyana sekarang.
"Sebenarnya, orang itu-"
"Kau yang membawakan makanan dalam keranjang ini, 'kan?" sambar Gerald.
Seperti sihir. Kalimat Gerald membekukan Lyana. Gadis itu menunduk karena takut. Gerald yang sekarang sangat berbeda. Tekanan seorang pemimpin yang ada di dalam diri Gerald berhasil membuat Lyana takut.
"Aku sudah mengetahuinya."
"Maafkan saya," ucap Lyana.
"Kenapa minta maaf?"
"Karena ...." Gadis itu kehabisan kata-kata. Iya juga. Kenapa harus minta maaf? Apakah ia bersalah?
Lyana hanya diam. Hela napas Gerald menghilangkan hening.
"Kenapa kau melakukan itu? Padahal saat itu aku hanya seorang budak yang nyawanya tidak begitu penting. Kau 'kan tidak pernah tahu aku ini pangeran."
Lyana mengernyit marah. "Bagaimana bisa nyawa seorang manusia tidak penting?! Meskipun Anda dulu adalah budak, Anda tetap manusia. Siapapun dia, siapapun orang yang tersakiti, saya pasti akan melakukan hal yang sama, entah dia budak, pelayan, atau rakyat biasa."
Tanpa sadar Lyana sudah membentak seorang pangeran. Gadis itu terkejut sendiri atas apa yang ia lakukan. Dia menutup mulutnya rapat dan menatap Gerald takut. Gila, dia sudah memarahi Gerald yang merupakan pangeran seperti halnya dulu Gerald sebagai budak. Gila. Dia pasti gila.
"Begitu, ya?" Suara Gerald berubah lirih. Pemuda itu menatap sendu persis seperti beberapa tahun yang lalu ketika Lyana menyerahkan liontin untuk Clathria.
"Iya."
"Hah, jadi selama ini hanya aku yang merasakannya?" keluh Gerald yang kalimatnya membuat Lyana langsung heran.
"Ya?" Lyana bingung apa yang dimaksud Gerald. Merasakan apa?
"Tidak, bukan apa-apa."
Gerald berdiri. Disusul Lyana yang ikut berdiri juga. "Anda akan kembali?" tanya Lyana memastikan.
"Kau mengusirku?" sinis Gerald. Mata emasnya menatap Lyana kesal.
Lyana seketika bungkam. Ia menggeleng panik. "Saya hanya bertanya," balas Lyana.
Gerald menghela napas. Entah sudah berapa kali pemuda tinggi itu menghela napas kasar seperti ini.
"Saat berdua, aku harap bisa mendengar panggilan dan cara bicaramu yang dulu padaku," tutur Gerald seraya memandang Lyana intens.
"Anda sekarang adalah pangeran. Aneh jika saya masih berbicara tidak sopan pada Anda."
"Akan lebih tidak sopan saat menolak permintaan pangeran," balas Gerald tajam.
Lyana terkikik. "Baiklah, saat berdua saja."
"Panggil aku," pinta Gerald.
"Sekarang?"
"Memangnya kapan lagi?" tanya Gerald mulai geram.
"Saya kira lain kali."
"Aku mau sekarang," desak pemuda itu.
"Eum," gumam Lyana agak ragu untuk memanggil nama Gerald. Sudah lama ia tidak bertemu dan sekarang Gerald adalah pangeran. Pangeran, cuy. Tidak mungkin ia bersikap santai seperti dulu. Itu aneh. Tapi, Lyana tidak bisa menolak. "Ge ... Gerald," panggil Lyana.
Setelah mendengar satu kalimat itu, pemuda tampan bertubuh tinggi tersebut langsung beranjak dengan telinga memerah. "Ha, jantungku," lirihnya. Ia menutup pintu ruangan. Gerald bersandar pada pintu tersebut. Menunduk menutupi wajahnya yang sudah seperti udang rebus.
"Hah." Hela napas Gerald memberat. Jantungnya masih tidak bisa berdetak normal.
"Gerald apakah kau baik-baik, saja? "
Gerald mendengar suara Lyana yang samar dari dalam ruangan tamu tadi.
"Kau sangat tidak baik untuk kesehatan jantung, Lyana. Bagaimana bisa kau semanis itu," lirihnya. Gerald berjongkok pasrah sembari memegangi dadanya, yang masih bergetar karena si jantung yang sibuk berdansa bahagia.
TBC
Gerald
Anggap aja matanya emas:v
Do'ain saya semoga bisa buat karakter Gerald sama Lyana dan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Male Lead [SELESAI] (REVISI)
FantasyHighest Rank #2 in Isekai [08/08/2022] #25 in Fantasi [09/08/2022] #2 in Kerajaan [10/08/2022] #3 in Duke [10/08/2022] #2 in Reinkarnasi [10/08/2022] #11 in fantasi [12/08/2022] #1 in Putri [16/08/2022] #7 in Timetravel [16/08/2022] *DILARANG PLAGIA...