Rencananya Gagal? ✔

21K 3K 14
                                    


Lyana siap dengan kedua tangannya yang terarah pada Cleo yang terbaring di atas ranjangnya. Tetapi, begitu ia mengumpulkan mana untuk mengobati Cleo. Tangan dingin pria itu bergerak mencekal tangan kecil Lyana.

"Aku baik-baik, saja." Cleo berujar dengan suara serak dan dahi berkerut menahan sakit.

Fendri——Dokter keluarga——yang tadi berdiri agak jauh, langsung mendekat. Memeriksa denyut nadi dari Cleo.

"Denyut nadinya masih lambat, tapi sudah lebih baik daripada sebelumnya. Soal racun itu, sebenarnya masih ada di dalam tubuh, Yang Mulia," jelas Fendri.

Semua orang yang awalnya bernapas lega kembali tegang karena akhir kalimat Fendri.

"Racun itu masih ada, tidak ada penawarnya. Racun itu mungkin bisa ditahan sekarang, tetapi pasti bisa berakibat fatal nantinya," sambung Fendri.

Lyana yang diam mulai mengumpulkan mana untuk menyingkirkan racun di tubuh Cleo. Seperti yang dimaksud Fendri. Tetapi, kembali di cekal oleh Cleo sendiri.

"Jangan," kata Cleo dengan suara lirih.

"Mana yang saya miliki sudah cukup kuat untuk hanya sekedar mengangkat racun ini."

Cleo diam. Menatap manik biru putrinya yang bersinar tanpa keraguan. Perlahan genggaman itu mengendur. Lyana mulai mengobati Cleo. Cahaya biru dan putih berpadu menggulung tubuh Cleo.

Beberapa saat setelah Cleo terbatuk memuntahkan racun. Barulah Lyana berhenti. Ia tersenyum simpul. Tangannya menghapus keringat di pelipis. Kemudian berbalik, berjalan menuju Regal. Mengarahkan kedua tangan kecilnya yang tadi dilepas dari belenggu dengan maksud untuk kembali diborgol.

"Regal," panggil Cleo. Pria berambut emas itu berjalan mendekati ajudannya. Dengan langkah lambat. Meskipun keadaan Cleo rapuh, mata merah pria itu masih bisa menyorot tajam.

"Biarkan dia kembali." Titah yang tak bisa dibantah, membuat beberapa orang kaget, Hars dan Kleand entah kenapa bernapas lega mendengar perintah itu.

"Tapi dia adalah tersangkanya, Ayah," kata Gisella tak mau melepaskan Lyana.

Sebagai anak kesayangan yang selalu berlimpah dengan kasih sayang saudara dan ayah, Gisella angkat bicara. Dia menatap Lyana penuh kebencian.

"Dia yang bersama Ayah di taman itu, dia sendiri bahkan sudah mengakui—"

"Gisella, ini adalah keputusanku sebagai pemimpin keluarga," potong Cleo.

Gisella yang tadi bicara lantang seketika bungkam. Ia menatap tajam Lyana yang memasang wajah tanpa emosi.

"Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia," ucap Lyana sembari membungkuk sopan.

Beberapa orang segera pergi. Meninggalkan Fendri yang masih harus memeriksa keadaan Cleo. Jennie mengikuti langkah Lyana yang lunglai.

Lyana mendadak mendongak dan menggelengkan kepalanya. Membuat Jennie yang di belakangnya bertanya-tanya, ada apa dengan nonanya ini. Kenapa dia begitu—

"No—argh! NONA!" Gadis berambut cokelat tersebut panik begitu melihat Lyana jatuh terduduk. Padahal baru saja Jennie ingin bertanya tentang keadaan Lyana, tapi gadis itu sudah terjatuh lemas di lantai lorong.

"Nona?" Jennie kembali memanggil Lyana dengan suara lirih.

Gadis itu menatap Jennie dengan mata yang sayu, sekitar mulutnya penuh dengan darah, dan hidung juga mengalir darah segar. Lyana tersenyum sesaat sebelum ia kehilangan kesadaran.

***

"Dia hanya anak sebelas tahun, tetapi ... setiap kelakuan, pemikiran, tindakannya bukan seperti anak sebaya-nya."

"Anda benar Yang Mulia," Asher turut berdiri mendekati Gerald yang seperti biasa, berdiri di dekat jendela dengan sorot mata menatap langit gelap berhias bulan dan bintang.

"Perkataan Jennie kali ini tentangnya semakin membuatku penasaran," ungkap Gerald.

Kabar tentang kejadian besar di kediaman Bearc sudah sampai di telinga Gerald dan Asher. Keduanya mendapat kabar dari Jennie. Meskipun gadis itu menyampaikannya dengan penuh rasa kesal dan sedih.

"Nona itu!" Seruan Jennie mengejutkan Asher dan Gerald. "Dia adalah gadis kecil paling gila dan aneh yang pernah aku temui, dia bisa bersikap tenang di saat seluruh kediaman menghina bahkan menuduhnya, tetapi dia masih tenang, bahkan dia mengobati Grand Duke. Meskipun begitu yang semakin membuat jengkel adalah ... huh! Sudah tiga hari Nona tidak sadar, tapi tidak ada satupun keluarganya yang mengunjungi! Kedua kakak sialannya malah bermain dengan Gisella itu! Menyebalkan!" amuk Jennie begitu dia mendatangi Gerald dan Asher di area budak.

Asher dan Gerald hanya bisa menatap Jennie yang sedang dibakar emosi. Begitulah keduanya saat Jennie marah, hanya diam menonton, tanpa minat menenangkan.

"Dia ... dia bahkan mengatakan jika dia pelakunya! Bodoh! Bukankah pernyataan itu justru melindungi si pelaku?!"

"Kau tahu siapa pelakunya?" Asher bertanya.

"Tentu! Siapa lagi pengecut yang berani melakukan ini! Pasti dia!" sinis Jennie

"Kau tidak perlu khawatir, semuanya sedang melakukan peran masing-masing, Jennie." Gerald yang diam mulai angkat bicara, ia berjalan menuju tempat persembunyian pedangnya. Menarik pedang dari sarungnya.

"Ketika waktunya tiba, semua akan berakhir. Drama ini, akan selesai," imbuh Gerald.

"Hum!" Jennie mengendus kesal. Tetapi, ia harus tetap semangat. Tangannya mengepal keras, dan alisnya menungkik, menggambarkan semangat yang membara setelah dibakar dan ditambahkan minyak. "Tunggu saja kau, dasar pecundang licik!" maki Jennie.

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang