Rambut pirang dengan mata hijau emerald yang indah, bersinar terang di bawah sinar bulan. Gisella Van Bearc tampak berdiri di dekat sofa putih miliknya. Dengan sebuah permata mahal di tangan kanannya. Gisella meletakkan benda itu di atas meja."Jennie, benda itu jadi milikmu, terima kasih untuk informasi yang begitu penting, selanjutnya ...." Gadis itu berdiri menghampiri Jennie yang berdiri dengan wajah berseri menatap permata indah yang pasti mahal itu. "Akan ada satu permata untuk satu informasi, jalankan rencana kita saat hari perburuan, ya, Jennie," bisiknya tepat di telinga Jennie.
Gadis dengan rambut cokelat itu tersenyum, kemudian memberi hormat dan mengambil permata yang ada di atas meja.
"Bagus, anak pintar," Puji Gisella.
***
Setelah latihan memanah, di hari berikutnya Lyana harus menjalani latihan berkuda. Lyana terus mengeluh untuk hal ini. Kakinya masih pendek tapi sudah harus berkuda? Tapi, titah Grand Duke tidak bisa dibantah. Kini Lyana sedang berjalan menuju kandang kuda, tetapi seseorang dengan suara menyengat telinga datang.
"Lilyana, kau sudah memilih kudamu?" Gisella datang dengan seseorang di sisinya yang Lyana tahu itu adalah guru berkudanya. "Ah, maaf, aku harus meminjam gurumu karena aku harus memperlancar cara berkuda. Ah, tidak masalah bukan, Lyana?"
Lyana merotasi matanya karena jengah, sembari menghela napas untuk mengatur emosinya. Lyana tersenyum simpul.
"Kau bisa berlatih dengan budak itu, rasanya lebih cocok," sarkas Gisella.
Gadis kecil itu memutar kepalanya, mendapati Gerald yang berdiri di depan kandang kuda sendirian. Jika budak itu Gerald, justru suatu kehormatan untuk Lyana bisa belajar berkuda bersama Gerald.
"Baiklah." Lyana berjalan mendekati kandang kuda. Tanpa ada ragu dan kekesalan di wajahnya. Lyana tetap tenang seperti biasa. Hal itu justru membuat Gisella terbakar emosi.
***
Gerald sekali lagi melihat penghinaan itu, penghinaan Gisella terhadap Lyana. Tetapi, gadis kecil itu justru hanya diam dan menerima. Itu membuat Gerald kesal tanpa sebab.
"Bodoh," gumamnya kesal.
"Gerald, ayo memilih kuda," ucap Lyana dengan suara datar.
Gerald menatap punggung kecil di depannya. Rambut emas yang terikat tertiup angin lembut. Lyana yang kecil dan kurus, Lyana yang selalu bersikap tegar, rasanya Gerald ingin menarik gadis itu ke dalam pelukannya, membiarkan dia menangis dengan keras meluapkan segala yang tertahan selama ini.
***
"Apakah Anda bisa menaikinya, Nona?"
Lyana menatap kuda yang mana tinggi kuda itu sama dengan dirinya. Ini kuda pilihan Gerald. Katanya lebih menurut, tapi bulu hitamnya yang berkilau justru membuat kuda ini terkesan seram.
"Mari saya bantu," tutur Gerald. Pemuda itu menggendong tubuh Lyana tiba-tiba, membuat gadis yang ia angkat memekik pelan.
"Pegangan yang erat, Nona," kata Gerald begitu Lyana sudah duduk di atas kuda.
Lyana berpegangan pada tali kekang. Setelah memastikan posisi Lyana tepat, Gerald mulai memandu langkah kuda perlahan-lahan. Lyana yang menunggangi kuda tampak duduk dengan posisi tegak lurus. Melihat kegugupan itu membuat Gerald tertawa kecil.
"Nona, tenanglah, semua berjalan dengan lancar. Tidak perlu gugup," ujar Gerald.
Lyana mengangguk tanpa menoleh. Gerald menatap kaki Lyana yang hanya ujung kaki saja yang bisa mencapai sanggurdi. Meskipun sudah posisi sanggurdi sudah ditinggikan.
"Gerald," panggil Lyana.
"Ya, Nona?"
"Apakah di kandang tidak ada kuda bayi?" tanya Lyana dengan suara datar tetapi pertanyaan polos itu berhasil membuat Gerald hilang kendali dan tertawa pelan.
"Ada," jawab Gerald.
"Ayo, kita kembali dan ganti kudanya," lirih Lyana.
Gerald menghentikan langkah kudanya. Kemudian menatap Lyana yang duduk di atas kuda. Lyana otomatis menunduk. Wajahnya pucat karena takut.
"Jika Anda tidak keberatan. Boleh saya menaiki kuda ini dan membimbing Anda?"
Lyana mengangguk cepat tanpa berpikir. Setelahnya, Gerald langsung menaiki kuda. Duduk di belakang Lyana dan memegang tali kekang yang sama.
Aroma mawar dari rambut emas Lyana yang halus memenuhi penciuman Gerald.
"Anda tidak bisa menaiki kuda bayi, Nona. Mereka belum sepenuhnya kuat dan menurut," jelas Geral.
Kuda berjalan perlahan. Gerald dengan telaten menjelaskan setiap hal pada Lyana dan membiarkan Lyana terbiasa dengan semua itu. Cukup lama mereka terus berlatih hingga akhirnya mereka berhenti di halaman belakang kediaman Bearc. Angin sejuk menerpa. Gerald terduduk di samping kuda yang tengah menikmati rumput hijau.
Lyana yang lelah berbaring di atas rumput.
"Terima kasih, Gerald! Hari ini kau banyak membantu. Aku mulai mengerti dan tidak lagi takut," ungkap Lyana.
"Senang bisa membantu Anda," balas Gerald.
Lyana menggerakkan jemarinya perlahan, menciptakan angin yang sedikit kencang bertiup ke arah mereka.
"Hah, sejuk."
Setelah itu, Lyana berjalan menuju ladang bunga yang terbentang luas di halaman belakang ini.
Memetik beberapa bunga. Gadis kecil yang ada di halaman luas, tepatnya di tengah ladang bunga yang indah. Lyana terlihat seperti seorang peri kecil yang manis. Tangannya yang dipenuhi bunga yang dipetiknya dengan senyum tipis di wajahnya. Membuat Gerald tanpa sadar mendatangi Lyana yang ada di ladang bunga itu.
"Eh, Gerald?"
"Eh, hah?" Gerald cukup terkejut dengan keberadaannya sendiri.
Sedang Lyana hanya tersenyum sembari menggeleng pelan. Gadis itu duduk di atas lahan tanpa takut pakaiannya kotor. Kemudian tangan kecilnya mulai merangkai bunga, membentuk lingkaran.
"Anda sedang apa?" tanya Gerald.
"Membuat mahkota," jawab Lyana.
"Aku dan Jennie senang melakukan ini, biasanya aku memberikan mahkota pada Jennie, karena aku menyayanginya," sambung Lyana.
Cukup lama hingga rangkaian itu terbentuk.
"Ini tidak sesempurna buatan Jennie," lirih Lyana malu-malu. Ia berdiri menghampiri Gerald yang duduk tak jauh darinya. "Ini hadiah untuk Yang Mulia Pangeran, maaf kalau tidak sempurna," imbuh Lyana.
Imbuhan itu berhasil membuat Gerald terpaku kaget. 'Apa katanya?'
"Yang Mulia pangeran yang tampan! Jadilah Kaisar yang bijaksana dan bahagiakanlah rakyatmu, ya!" Lyana berteriak dari kejauhan. Jarak mereka kini cukup jauh karena Lyana berlari hingga hampir ke ujung ladang bunga setelah dia memakaikan mahkota bunga itu.
Pangeran? Maksudnya bukan berarti Lyana tahu dirinya pangeran bukan? Ini hanya karena spontanitas seorang anak kecil bukan? Hah, hati Gerald mulai dipenuhi pertanyaan konyolnya sendiri.
'Apa ini hanya sekedar perasaan aneh saja karena aku memang pangeran? Sejauh ini tidak ada yang tahu apapun. Lyana tidak mungkin mengetahui hal itu bukan?'
TBC
Vote komennya, hehe. Tamat part tiga puluh keknya, tapi nggak tahu juga. Intinya ini dah mendekati puncak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Male Lead [SELESAI] (REVISI)
FantasyHighest Rank #2 in Isekai [08/08/2022] #25 in Fantasi [09/08/2022] #2 in Kerajaan [10/08/2022] #3 in Duke [10/08/2022] #2 in Reinkarnasi [10/08/2022] #11 in fantasi [12/08/2022] #1 in Putri [16/08/2022] #7 in Timetravel [16/08/2022] *DILARANG PLAGIA...