Ke Wilayah Utara ✔

32.3K 3.7K 8
                                    


Dalam cerita yang kubuat Sisilia pergi ke Utara untuk bertemu dengan penyihir agung yang hanya tinggal legenda tapi beberapa orang masih mempercayai keberadaannya, termasuk Sisilia sendiri. Usia penyihir agung itu sudah ratusan tahun, penyihir agung yang diperkirakan Sisilia bisa menjawab semua hal yang terjadi pada Lilyana. Tetapi, Sisilia justru meninggal dalam kecelakaan kereta kuda saat perjalanan menuju ke wilayah utara itu.

Sekarang yang harus kupikirkan adalah rencana agar Sisilia tidak menaiki kereta kuda.

Lewat jalur laut? Tapi ini musim dingin, sering ada badai di lautan. Cuacanya juga sangat tidak baik belakangan. Jika tetap naik kereta kuda dan berjalan hati-hati mungkin bisa? Atau merubah jalan cerita?

Butterfly effect mungkin bisa membantu. Aku langsung keluar dari kamar. Menghampiri kamar Sisilia.

"Ibu?" Suaraku disahut hangat olehnya. Dia tersenyum menatapku. Dia menyahut dengan suara yang begitu lembut.

Suara hangat Sisilia tak selaras dengan suasana kamarnya yang dingin, itu karena keberadaan Gisella dan Hars Van Bearc kakak kandung Gisella. Mereka dari ibu yang sama.

"Ibu!" Suara itu dari Kleand yang masuk ke kamar sembari sengaja mendorong bahuku.

Sabarlah Lyana, sabar.

"Ada apa, Nak?" Suara lembut Sisilia menerbitkan senyumku.

"Ibu, bolehkan aku ikut dengan Ibu ke wilayah Utara?" tanyaku.

"Hah?! Kau datang untuk membicarakan omong kosong ini, Lilyana Van Bearc?!" Suara lantang Hars bergema. Dia jelas tak senang.

Sisilia tersenyum masam. "Hars," tegurnya dengan suara lembut. Astaga, mana ada orang yang akan sadar dengan teguran suara lembut seperti itu?

Anak itu tidak tahu diri, seharusnya dia sadar siapa yang anaknya siapa di sini. Ibu Hars meninggal karena sebuah penyakit, setelah itu peran ibu Hars dan Gisella ditanggung Sisilia. Tetapi, meskipun begitu bangku Duchess dibiarkan kosong. Ibu, tetaplah selir. Menyebalkan.

"Ibu, bolehkan aku ikut?" rengekku.

"Memangnya kau mau apa di sana, Lyana?" tanya Kleand.

"Menemani Ibu," jawabku.

"Kau hanya akan membebani Ibu, saja," sinis Gisella.

"Sudahlah, perjalanan ini juga lama, jadi Ibu membutuhkan teman. Mungkin Lyana bisa."

"Daripada Lyana, kalau Ibu butuh teman dalam perjalanan lebih baik aku saja," sahut Gisella.

Sungguh mereka bertiga adalah pengganggu. Rahangku mengeras karena kesal. Tetapi, mulut tetap terkatup karena aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku melirik Sisilia yang menatap teduh.

"Lyana akan ikut, hanya Lyana," putus Sisilia. Aku pun tersenyum penuh kemenangan ke arah ketiga tikus got itu.

***

Hari keberangkatan. Kami mengendarai kereta kuda. Aku dengan tas kecil dan mantel pemberian Sisilia berjalan mendekati kereta kuda. Aku memutari kendaraan itu untuk melihat keadaan kereta, apakah ada cacat atau tidak.

"Lily," panggil Sisilia yang datang bersama Grand Duke Bearc--Cleo Van Bearc.

"Ibu! Ayah!" Aku menunduk memberi salam.

Cleo menatap dingin ke arahku. Kemudian dia menelaah setiap inci diriku.

"Kau sangat kecil," ujarnya. Dia berujar dengan suara datar dan tatapan menyipit.

Sisilia tertawa canggung. "Dia masih sepuluh tahun, Tuan," balas Sisilia.

Sepuluh tahun pun memang tubuhku ini kecil, Ibu. Semua karena kurangnya asupan gizi. Dan ini adalah ulah aturan keluarga brengsek ini. Kecuali Ibu.

Aku menatap Cleo yang dingin. Sudah cukup lama aku tidak bertemu dengannya. Terakhir kali bertemu saat masalah racun di dalam makanan yang mana aku menjadi tersangka, padahal itu ulah Gisella. Untung juga bukan racun mematikan, racun itu cuma menimbulkan efek pusing dan demam sehari. Korbannya adalah Hars. Padahal kakak kandungnya sendiri, ya, Gisella memang gila.

"Beberapa budak akan ikut bersama kalian," ujar Cleo.

Muncul tiga orang budak yang salah satunya adalah Gerald. Aku agak kaget, tetapi sekaligus senang karena bisa mengawasinya juga.

"Ibu, cepatlah kembali," ujar Kleand.

Sisilia tersenyum dan mengusap puncak kepala Kleand. Gisella dan Hars juga menyampaikan salam perpisahan.

Setelah semua ritual perpisahan yang memuakkan, aku dan Sisilia menaiki kereta kuda. Begitu naik Sisilia menggenggam tangan mungilku, dan membelai bekas luka di lengan kananku.

"Sudah sembuh?"

"Iya."

"Bagaimana dengan luka yang lainnya?" tanya Sisilia lagi.

"Sudah juga."

Suasana kembali hening. Sisilia hanya menatapku dalam dan membelai puncak kepalaku saja. "Waktu itu, aku melihat batu sihir beraksi terhadap sentuhanmu, meskipun cahayanya kecil, tetapi ada harapan untuk kekuatan sihirmu," tutur Sisilia penuh semangat.

Batu sihir, ada beberapa jenis di dunia yang aku ciptakan ini. Yang pertama adalah baru sihir tanpa warna yang bisa mendeteksi sihir, jenis sihir apa, kuatnya sihir, dan juga keberadaan sihir. Batu sihir berwarna merah adalah Batu sihir yang berfungsi untuk menambah kekuatan sihir, seperti obat, tetapi tidak bisa berlebihan. Bisa overdosis.

Lantas ada Batu berwana biru yang berguna untuk mengendalikan sihir, ini jenis langka. Tetapi, aku tahu tempatnya jika bisa ke sana maka itu akan berfungsi untuk ku. Hanya tiga jenis itu yang aku tulis di dalam cerita.

"Ibu yakin suatu hari nanti kau akan menjadi penyihir kuat, Nak."

"Iya, Ibu."

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang