Dendam Gerald ✔

36.3K 4K 13
                                    


Kelopak mata itu terbuka, memperlihatkan manik emas khas keluarga kerajaan. Remaja itu terduduk di atas jerami yang baru saja ia tiduri. Gubuk yang akan menjadi tempat tinggalnya selama beberapa waktu nanti terlihat sangat tidak nyaman.

Genggaman tangannya mengeras. Ia menghela napas sebelum kemudian mengambil sebotol ramuan cair berwarna biru. Meminum sedikit dari botol tersebut, kemudian perlahan matanya berubah menjadi biru terang yang indah.

"Masih butuh waktu. Ibu, aku akan membalaskan kematianmu," gumamnya.

Gerald menoleh. Mendapati roti keras dan buah-buahan yang ada di sebelahnya. Ia meraih makanan itu, menatap dengan teliti kemudian mengendus makanan itu.

"Tidak ada racun," gumamnya pelan, kemudian dengan perasaan hampa ia memakan roti itu bersama buah apel yang manis dan segar.

"Grand Duke Bearc."

Sebenarnya masih ada hubungan darah dengan kekaisaran. Duchy Bearc sebenarnya memiliki kuasa yang luar biasa di Kekaisaran Hearl ini. Militer yang sama kuat dan banyak seperti Kekaisaran, wilayah yang dikuasai juga hampir setengah dari Kekaisaran. Tetapi, keserakahan dari Grand Duke sekarang membuat semua keamanan hilang. Dia memasukkan sepupu dekatnya ke istana, membunuh permaisuri terdahulu, untuk kekuasaan yang lebih lagi dia terus melakukan banyak hal di belakang kaisar. Tetapi, orang itu masih terus menjadi kepercayaan kaisar setelah apa yang dilakukannya di belakang sana.

"Bajingan," lirih Gerald.

Akan tetapi, sebenarnya Kekaisaran juga sama serakahnya, begitu Grand Duke Bearc mengajukan lamaran untuk sepupunya, orang-orang Kekaisaran langsung menerima itu, karena tentu sangat menguntungkan, hubungan dengan kekuatan yang sama kuat akan membuat kekuatan yang ada semakin kuat lagi, tetapi bisa saja hal itu menghancurkan. Seperti panas api yang jika ditambah panasnya akan membakar segalanya, termasuk besi yang susah dihancurkan sekalipun.

***

Di ruangan yang sederhana bagi nona bangsawan, Lyana duduk di depan jendela besar yang menampilkan pandangan malam. Ia duduk meringkuk dengan pena dan kertas di tangannya.

"Argh!" Lyana berteriak frustasi karena tulisan yang ditulisnya sangat jelek. "Aku nggak kebiasa pake pena beginian, huh!" kesalnya dengan bahasa santai.

Meskipun mengeluh ia tetap menulis. Dengan huruf alfabet yang belum dikenal di dunia ini, sengaja ia buat untuk merahasiakan isi tulisan. Sebab isi tulisan itu adalah mengenai rencananya di dunia ini.

"Udah nemuin pemeran utama laki-laki yang nyamar, kedepannya, aku harus ngasih makanan yang lebih ke dia biar dia sehat. Terus, pastikan untuk dia nggak terlalu terbully oleh Gisella, tapi saat bertemu harus tetap bersikap jahat sama Gerald."

Lyana membaca isi tulisan yang ia buat. Baru paragraf awal tentang penyelamatan tokoh utama laki-laki. Tapi, saat membacanya Lyana merasa janggal. Ia harus berbuat jahat? Meskipun tidak jahat? Yah, mau bagaimana lagi, ini demi tidak merusak takdir yang mutlak.

"Lalu, tentang kematian Sisilia. Setelah kematian perempuan itu aku akan menderita, lebih dari sekarang, jadi aku harus membuat kematian itu tidak terjadi."

Anak kecil sepuluh tahun itu terdiam. Ia teringat tentang tujuan yang berkata tidak ingin mengubah alur, lantas ia malah menghindari kematian Sisilia? Itu bukannya sama saja merubah takdir ya?

"Apa nggak usah lakuin rencana ini?" tanyanya pada diri sendiri.

"Tapi selama ini, Sisilia ...."

"Sayang? Kamu sudah tidur?" Suara itu berasal dari luar kamar. Perhatian Lyana seketika teralihkan.

"Dia menjadi satu-satunya yang peduli denganku di dunia ini," imbuh Lyana dengan suara kecil. Kemudian dia turun dari kursi dan mendekati pintu. Membukanya kemudian. Tepat di depan Lyana berdiri seorang perempuan cantik yang tersenyum hangat. Memberikan sebuah mantel hangat.

"Pakailah ini, yang lama sudah usang," ujarnya.

"Ayah akan memarahi Ibu kalau tahu Ibu memberikan ini," balas Lyana lirih.

"Hanya satu mantel untuk menjagamu tetap hangat, itu bukan apa-apa, Lily," ucap Sisilia hangat. "Kenapa masih belum tidur, hm?" Perempuan itu mengusap puncak kepala Lyana. Lembut dan hangat merambat dari sana.

Lyana tersenyum simpul. Kemudian menggenggam tangan Sisilia. "Aku ingin tidur bersama Ibu, apakah boleh?"

"Tentu." Sisilia menjawab dengan senang hari.

Malam itu, Lyana tidur dipangkuan seorang ibu. Sesuatu yang begitu manis dan sangat Lyana rindukan. Suara merdu Sisilia terdengar nyaman melantunkan lagu tidur.

'Ibu yang seperti ini, aku hanya menginginkan dia, bisakah aku bersikap sedikit serakah untuk mempertahankannya di sisiku?' batin Lyana sebelum ia memejamkan mata.

"Ibu, aku mencintaimu, sangat mencintaimu, jangan pergi, ya." Suara lirih Lyana menjadi penutup tidurnya.

Sisilia tersenyum. Kembali diusapnya rambut keemasan Lyana. Anak berusia sepuluh tahun itu sudah lelap dalam tidurnya.

"Ibu akan selalu ada untukmu, Lyana." Senyuman Sisilia pudar. Ia meraih tangan mungil Lyana yang pucat dan terdapat goresan luka di sana. Kaki gadis itu juga sama. 'Aku juga akan melepaskanmu dari belenggu menyeramkan ini anakku, kau akan bisa menggunakan sihir,' sambung Sisilia dalam hati.

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang