Seharusnya Aku Bahagia ✔

25.3K 3.1K 8
                                    


Di belakangku terus saja terdengar suara Jennie, budak berambut cokelat dengan mata indah berwana emerald. Gadis itu terus berteriak, mengingatkan tentang keadaanku yang masih belum pulih sepenuhnya.

Aku yang berlari tak peduli. Aku ingin melihat pemakaman ibuku. Sisilia.

Begitu tiba, susana ramai menyambutku. Ada banyak orang yang hadir. Aku ingin menerobos, tetapi mendadak kakiku sulit digerakkan. Perlahan pandanganku jatuh, melihat tanaman menjalar yang mengikat kakiku.

Dari celah keramaian, aku melihat Gisella yang menatap tajam. Bibirnya bergerak mengatakan. 'Jaga batasanmu.'

Dia gadis gila!

Ini pemakaman Ibuku! Aku punya hak untuk ada di sekitarnya seperti Kleand, Hars, dan Gisella. Aku putri kandungnya. Kenapa mereka tidak bisa mengerti?! Padahal Gisella dan Harus adalah orang lain.

Aku hanya bisa diam di tempat. Kaki yang mati rasa ini masih belum pulih sepenuhnya, tubuh yang lemah ini juga sama saja tidak bisa apa-apa. Aku hanya diam seperti orang bodoh. Melihat melalui celah keramaian, peti mati mulai masuk ke dalam liang. Aku beruntung tidak terlambat, setidaknya aku bisa melihat sosok ibu yang sudah tertutup di dalam peti hitam.

"Ibu ...."

Sebuah tangan hangat menggenggam pundakku. Cahaya yang memeluk tubuh dalam kedinginan. Cahya yang aku tahu dia adalah Sisilia

"Bahagialah, Lyana. Bahagialah, anakku," bisik cahaya terang yang hangat itu di telingaku.

***

Kini aku duduk di depan perapian, dengan pikiran yang melayang memikirkan kemungkinan-kemungkinan tentang kepergian Sisilia.

"Nona, minumlah susu hangat ini," ujar Jennie menyerahkan segelas susu. Sejak tadi, dia selalu menjadi yang paling perhatian.

"Terima kasih."

"Lyana!" Suara teriakan Gisella mengejutkan Jennie yang baru saja merapikan selimut yang menghangatkan tubuhku. Aku tidak kaget, entahlah rasanya aku sudah memprediksi semua ini.

Gisella masuk ke kamar dengan wajah kesal. Gaun hitam masih melekat di tubuhnya. Aku hanya menoleh sekilas sebelum kemudian kembali menatap perapian.

Malas menghadapi sifat kekanakan Gisella. Padahal usianya sudah menginjak tujuh belas tahun. Tetapi, dia masih saja kekanakan. Usia kami terpaut tujuh tahun, tapi yang kekanak-kanakan justru dia.

Aku sedikit kaget ketika tanaman menjalar mulai mengikat tubuhku dan mengangkat tinggi hingga menabrak langit-langit ruangan.

"Akh!" ringisku saat tanaman itu mengeluarkan duri yang mulai melukai setiap bagian tubuh yang terlilit.

"Sudah kukatakan untuk jangan ikut dengan ibu! Tapi, kau tetap ikut! Sudah kuduga kau yang lemah tidak akan bisa melindunginya! Dasar pembawa sial! Ibu mati itu semua karenamu!"

Aku menatapnya tajam. "Berisik!"

Darahku mulai menetes. Tetapi, aku masih menatapnya tajam. Sakit seperti ini masih kecil. Tidak seberapa dan masih bisa aku tahan dengan baik.

"Nona Gisella! Tolong turunkan Nona Lyana! Ini semua bukan kesalahannya. Dia masih kecil, dia sudah terluka, Nona!" Jennie memohon untukku. Dia bersujud dan terus menarik-narik gaun hitam Gisella. Gadis angkuh itu tidak menanggapi dan menendang Jennie keras.

'Bahagialah, Nak.' suara yang terngiang itu membuatku kaget. Seperti cahaya matahari yang amat terang, mengalahkan mendung di hatiku. Cahaya terang itu menciptakan kehangatan dan semangat luar biasa. Angin kencang mendadak datang, menggoyahkan Gisella yang sedang menahanku.

Kemudian salju berterbangan masuk ke dalam ruanganku. Tanaman menjalar yang melilitku membeku dan hancur. Seperti batu es yang kecil.

Bisa kulihat jelas wajah kaget Gisella. Ia menatapku dengan tatapan tak percaya. Sedangkan balasanku hanya tatapan tak peduli dan langsung menerima pelukan Jennie yang menangisiku yang mengkhawatirkan aku.

***

Jennie mengobati luka di tubuhku. Gadis ini sejak di perbatasan terus bersikap baik. Entah kenapa, tetapi rasa nyaman di hatiku tak muncul karena kebaikannya, yang ada justru curiga. Rasanya aneh seorang yang baru dikenal mendadak baik, sebab tidak ada orang baik yang tulus di dunia ini yang aku tahu selalu Sisilia.

"Maafkan aku, Jennie." Begitu ujarku pada Jennie yang tengah fokus mengobati.

"Saya seharusnya yang minta maaf karena tidak bisa menolong, Nona."

Aku terdiam.

"Kenapa kau bersikap baik padaku, Jennie?" tanyaku terus terang. Tidak biasa rasanya jika aku terus terjebak dalam tanda tanya berkepanjangan.

Jennie menatapku dengan tatapan hangat. Ketulusan terpancar di sana, antara percaya atau tidak. Aku ikut tersenyum.

"Jennie, kau terluka." Aku membelai lengannya yang terkena serpihan kaca tadi. Mengalirkan mana dan luka itu sembuh. Jennie terkejut. Sebenarnya aku sama.

"No-nona, Anda-"

Bahkan dia sampai tidak bisa berkata-kata. Aku hanya tersenyum.

"Padahal semua orang mengatakan Anda tidak berguna karena tidak bisa sihir, tetapi ternyata Anda punya sihir penyembuhan?!"

Aku hanya tersenyum. Sihir ini termasuk langka. Lilyana Van Bearc lahir dengan dua kekuatan alam. Air dan angin, karena itu anugerah sihir penyembuhan yang langka bisa didapatkan. Tetapi, sihir penyembuhan bisa dilakukan sesuai kapasitas mana yang dimiliki. Jika mananya kuat, bahkan orang mati bisa dihidupkan. Tetapi, dengan bayaran nyawa sendiri. Sayangnya, Lyana tak menyadari bakat luar biasa ini. Begitu juga orang-orang di sekitarnya, yang tak sadar dan mengolok-olok Lyana. Sama juha dengan Lyana yang malah memilih jalur ilegal untuk mendapatkan kekuatan.

"Apakah Nona menyembunyikannya?" tanya Jennie bersemangat.

Tidak. Kekuatanku bangkit begitu saja. Tidak mungkin aku menjawab begini. Aku sendiri juga sebenarnya tidak menyangka. Apalagi bangkitnya kekuatanku yang mendadak ini sangat besar.

"Iya, aku menyembunyikannya." Aku berbohong. Tapi kekuatan ini bangkit-Semua karena, Ibu.

"Padahal kalau Nona mengatakannya, Nona akan-"

"Nona Lyana, Tuan Grand Duke memanggil Anda." Seseorang muncul di ambang pintu. Aku menoleh dengan senyum simpul.

Ternyata sudah sampai kabarnya. Cepat juga tersebar kabar seperti ini di keluarga Bearc.

"Baiklah."

Tidak salah mengungkap ini. Karena aku yakin, setelahnya kehidupan pahit dan sunyi yang aku jalani, akan berakhir. Tidak perlu keluarga yang menyebalkan itu, aku hanya mau uang dan kenyamanan. 'Siapa peduli dengan keluarga seperti mereka?'

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang