Sudah Lama ✔

20.2K 2.8K 32
                                    


Seperti sebelum dipindahkan ke menara, Lyana harus dipindahkan dengan mata ditutup untuk tidak mengetahui lokasinya. Lyana pasrah duduk di dalam kereta. Kakinya sakit bukan kepalang.

Lyana yang sekarang bahkan sulit untuk berjalan. Sihir pemulihannya tidak bisa dilakukan karena rantai sihir.

'Udah berapa lama, ya perjalanannya? Seluruh tubuhku terasa sakit, sakit banget anying,' batin Lyana yang memilih memejamkan mata. Tidur meringkuk di dalam kereta.

Udara dingin memasuki celah kereta. Ah, musim dingin sudah tiba. Mendadak di saat seperti ini, di dalam kereta kuda ini, Lyana ingat tentang Sisilia. Perempuan cantik yang merupakan ibunya. Perempuan cantik yang pergi meninggalkan Lyana di saat musim dingin seperti ini.

"Ibu," lirih Lyana. Gadis itu menangis, ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan. Air matanya jatuh tak bisa dikendalikan. Membuatnya merasa payah karena menangis seperti ini. Lemah! Begitu maki Lyana salam hati.

"Hei, gadis ini akan dibunuh olehnya, 'kan?" tanya salah seorang yang sedang membawa Lyana.

Suara yang berasal dari luar langsung membuat Lyana terjaga. Ia seketika terduduk untuk lebih fokus mendengarkan.

"Iya," jawab seseorang.

"Gadis cantik seperti dia, apakah harus mati sia-sia?" Kalimat dengan arti kotor itu membuat sekitar senyap. Lyana merinding seketika. Selama delapan tahun ini mereka hanya mengambil darah saja. Meskipun mereka pasti begitu sangat tergoda dengan fisik Lyana. Tapi, mereka tidak pernah melakukan hal tak baik pada Lyana. Tapi, sekarang? Siapa yang bisa menjamin kesuciannya.

"Ah, aku mengerti." Seseorang menyahut. "Kita harus bersenang-senang dulu dengannya."

Lyana mematung. Sebelumnya tidak pernah ada rasa takut sebesar ini menyerang hati dan pikirannya. Tapi, sekarang ia merasa sangat ketakutan. Sungguh, sekarang Lyana tidak mau hal kotor yang direncanakan oleh mereka terlaksana.

"Siapapun, tolong selamatkan aku," lirih Lyana yang duduk meringkuk di dalam kereta. Tak pernah sekalipun sebelumnya Lyana mengharapkan bantuan, dia selalu pasrah akan hidup. Ia sudah lelah menderita di dia kehidupan. Daripada mengharapkan keselamatan Lyana lebih sering menginginkan kematian untuknya, tetapi sekarang ia merasa takut. Ia takut untuk kematian dan pelecehan yang mungkin dilakukan.

"Tolong!" teriak Lyana.

Brak!
Suara nyaring tersebut seketika membungkam Lyana yang baru saja berteriak. Napasnya tercekat karena takut. Apa mereka akan membuka kereta dan melakukan hal itu pada Lyana? Hati gadis itu terus saja bertanya-tanya penuh kekhawatiran.

Suara erangan kesakitan, disertai suara tusukan benda tajam. Di luar terdengar suara keributan itu. Di mana pedang saling beradu dan orang-orang berteriak kesal. Serta sibuk menahan sakit.

"Bagaimana bisa kalian menyerang kami seperti ini?!" teriak seseorang yang tadi merencakan pelecehan terhadap Lyana. Suara tersebut terdengar sangat kesal. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Hei! Nona itu akan mati jika kalian menyerang kami seperti ini! Dia akan mati-argh!" Suara itu berakhir dengan teriakan rasa sakit akibat hunusan pedang.

"Beraninya kau mengutuk adikku." Suara dingin itu jelas terdengar. Lyana hanya menunduk. Matanya masih tertutup. Ia hanya bisa mendengar apa yang mereka katakan. Adik? Gadis itu seketika tersenyum sinis mendengar itu.

Klak.
Kunci kereta kuda dibuka. Udara yang lebih dingin dari sebelumnya menyambut Lyana yang duduk di dalam kereta dengan kepala tertunduk.

Lyana bisa merasakan kehadiran seseorang, tidak satu tetapi lebih. Intinya, Lyana bisa merasakan mereka berdiri di depan pintu kereta, memblokir angin dingin yang masuk.

Sebuah tangan yang berbau anyir mendekati Lyana. Gadis itu menghindar.

Tetapi kemudian, tangan lain langsung menariknya ke dalam dekapan hangat. Entah siapa, tetapi Lyana tak berniat meronta. Sebab detak jantung cepat orang yang mendekapnya terasa begitu menenangkan.

Ikatan kain pada mata Lyana dibuka. Gadis itu menampakkan mata birunya. Ia bisa mencium aroma orang yang kini memeluknya.

"Maaf karena kami sangat terlambat," ungkap seseorang yang berdiri di belakang Lyana.

Gadis itu berusaha berdiri tegak. Melangkah mundur. Matanya melihat jelas empat sosok tinggi kekar dengan pakaian perang dan pedang berlumuran darah.

"Aku dapat kuncinya," ucap seseorang berambut perak yang mendekati Lyana. Membuka kunci rantai yang selama ini mengekang tangan dan kaki Lyana.

Lima orang lelaki ini yang terasa tidak asing tetapi sedikit berbeda. Mereka orang yang tidak pernah ditemui Lyana selama delapan tahun.

"Terima kasih, sudah menyelamatkan saya," ujar Lyana lirih. Suaranya serak, air matanya mengalir perlahan. Lantas, kesadaran gadis itu menghilang. Beruntung seseorang menangkapnya. Seseorang bermata emas dan rambut hitam yang berada sedikit lebih dekat dari Lyana.

"Hei, hei, singkirkan tanganmu, itu kotor," ujar seseorang yang langsung meminta tubuh Lyana untuk diangkatnya.

"Tanganmu juga kotor," balas Gerald dingin. Ya, pria berambut hitam dengan mata emas itu jelas Gerald yang sekarang semakin tampan, Gerald sudah tidak lagi memakai ramuan untuk mengubah warna matanya.

"Setidaknya masih agak bersih," balas Kleand. Pemuda itu menggendong Lyana, membawanya menuju kereta kuda yang mewah dan nyaman. "Hei, Kak Hars!" pekik Kleand. Ia menatap tajam Hars yang tadi memeluk Lyana duluan sebelum dirinya yang merupakan saudara kandung Lyana. Hars adalah orang yang detak jantungnya melegakan Lyana itu.

"Sudahlah jangan kekanakan," balas Hars. Pria itu melepas jubahnya dan memakaikan kain itu untuk menyelimuti Lyana.

"Pastikan Lily mendapatkan penanganan terbaik," tutur seorang berambut hitam dengan mata emas yang melongok melalui jendela kereta kuda.

"Aku tahu apa yang harus kulakukan," balas Kleand.

Kereta kuda memulai perjalanan. Kleand yang memangku Lyana menatap adiknya nanar. Tangannya bergetar membelai rambut emas Lyana.

"Maafkan aku, Ibu. Aku tidak bisa menjaganya dengan baik," lirih Kleand sembari mengusap puncak kepala Lyana.

Adiknya yang manis berubah menjadi gadis cantik tetapi tubuhnya sangat kecil dan wajahnya pucat. Luka di kaki Lyana juga membuatnya cukup merasa terbakar amarah.

"Andai kami tidak melakukan rencana konyol ini, mungkin kau tidak akan seperti ini, Lily," cuman Kleand.

TBC

Ngebut yes revisinnya wkwk

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang