Sulit Percaya ✔

23.4K 3.3K 8
                                    


Lyana diam duduk di atas sebuah kursi. Dia menatap lurus tanpa mau sedikitpun menoleh ke arah Kleand yang tengah membersihkan darahnya.

"Kau tidak berniat memberikan obat itu ke Lyana, bukan?" Suara Hars menghentikan gerakan Kleand yang hendak menaburkan obat bubuk ke atas luka Lyana.

"Itu bukan kualitas terbaik. Gunakan saja ini," ujar Hars.

Kleand menerima sebotol obat itu kualitas bagus yang dimaksud Hars. Tetapi, begitu Kleand mau menaburkan obat. Lyana langsung mencekal tangan pemuda tersebut.

"Saya tidak mau diobati," ujarnya dingin.

Segera setelah itu, Lyana beranjak dari tempatnya, meninggalkan kedua pemuda yang mematung di tempat.

"Dia masih saja begitu," ujar Hars diselingi tarikan napas panjang.

"Kita melupakan sesuatu hari ini?" tanya Kleand berpikir. Bisa saja Lyana marah karena sesuatu ..., "apa Lyana begitu karena aku melupakan umurnya?"

"Apa? Bukankah dia sepuluh tahun, kau lupa?"

"Dia bilang sebelas."

"Sejak kap-"

"Bulan keempat hari ke sebelas, tahun 18 kekaisaran. Ini ulang tahunnya, Hars!" seru Kleand sembari mencengkeram bahu Hars.

"Pantas dia marah. Kau lebih menyayangi Gisella daripada dia," cibir Hars.

"Aku tidak pernah begitu," elak Kleand

Hars tertawa. Ia berjalan mendekati adik Kleand yang umurnya hanya berjarak setahun darinya itu. Kemudian menepuk pundak pemuda itu.

"Cobalah untuk memahami adikmu, dia satu-satunya sekarang," ucap Hars.

***

"Tidak ada bukti pembunuhan hari itu," ucap Asher melapor pada Gerald.

Asher baru saja tiba di area budak. Duduk di bawah pohon rindang. Menatap Gerald yang tengah berlatih pedang.

Hanya mereka yang tersisa, budak yang lain dipindahkan tugas di timur Mansion. Mereka ada di barat, Mansion yang luas membuat sulit untuk bertemu dengan para budak lainnya. Jennie pun bahkan sudah menjadi pelayan.

Meskipun demikian ada untungnya juga mereka hanya berdua, karena bisa bebas melakukan apapun.

"Sudah bulan keempat tahun 18 Kekaisaran. Kita bisa kehabisan waktu," ucap Gerald menghentikan gerakan pedangnya.

"Apakah sudah ada kabar dari Guru?" tanya Gerald lagi.

"Belum," jawab Asher cepat.

"Bagaimana dengan Jennie?" tanya Gerald, yang sekarang duduk di sebelah Asher.

"Aku di sini!" Jennie muncul dari atas pohon yang menjadi sandaran Asher.

"Belakangan ini tidak ada pergerakan. Dia sudah bermain rapi, tanpa melibatkan emosi lagi, meskipun begitu dia tetap payah," lapor Jennie pada dua rekannya.

"Setelah selir, tampaknya kau harus membunuhnya dulu," sinis Asher yang turut geram mendengar cerita Jennie.

"Tapi, karena pergerakannya menghadap kita berkurang, dia jadi sering mengganggu Nona Lyana. Gadis kecil yang malang," imbuh Jennie di sela-sela laporannya.

Asher tertawa sinis. "Kau tidak bisa tidak melibatkannya dalam pembicaraan walau sekali. Aku rasa, jika Duchy Bearc ini hancur, kau akan mengadopsinya," ejek Asher.

"Hei! Itu ide bagus! Dia akan menjadi adikku yang manis!" seru Jennie penuh semangat. Sungguh ide Asher itu sangat pas untuknya.

"Berhentilah bermimpi, kemungkinan dia juga akan bernasib sama seperti yang lain," balas Gerald tajam

Gerald yang sudah selesai berlatih. Menyimpan pedang di antara jerami. Kemudian duduk bersama mereka.

"Dia itu memiliki hal yang sama," ucap Gerald sembari merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. "Maka dia mungkin akan hancur juga," tambah Gerald.

Jennie menghela napas. "Kalian sungguh kejam."

"Memangnya siapa yang akan hancur?" Suara anak kecil itu mengejutkan tiga orang yang tengah asik berbincang. Lyana dengan sekeranjang bahan makanan datang ke area budak. Memasang wajah polosnya yang padahal dia sudah tahu banyak.

"Bu-bukan apa-apa, Nona. Tapi ... ha? NONA?! Apa yang terjadi pada dahi Anda? Anda kenapa? Terluka saat latihan?" Jennie seketika panik melihat goresan di wajah Lyana yang masih baru.

"Kau mengalihkan pembicaraan," ujar Lyana datar. Kemudian ia menuang makanan, seperti buah, roti tawar, dan susu dalam botol ke hadapan Gerald dan Asher. "Makan!" titahnya dengan suara dingin. Kemudian beranjak pergi.

Jennie yang melihat itu merasa tak enak untuk meninggalkan temannya dan menyusul Lyana yang sudah berjalan terlebih dahulu. Tetapi, isyarat dari tatapan mata Gerald memerintahkannya untuk menyusul Lyana.

"Nona, tunggu!" teriak Jennie.

"Lyana itu berbeda," lirih Asher yang sudah mengunyah roti tawar yang diberikan Lyana.

"Kau memakannya?" tanya Gerald agak panik.

"Tidak ada racun." Asher lanjut dengan meminum susu yang ada di botol. Dia terlihat sangat santai dan menawan.

"Yakin?"

"Jika ada racunnya aku sudah mati," tutur Asher santai.

"Dasar gila! Bisa saja itu racun dosis seperti yang dikatakan dalam surat."

Asher terhenyak. Ia berpikir sesaat. Namun, kemudian melanjutkan kegiatan makannya. "Anak seperti Lyana tidak akan begitu."

"Dia anggota keluarga Bearc, siapa yang tahu dia itu seperti apa?" sinis Gerald.

Asher berdecak. "Anda terlalu kejam untuk seorang anak kecil, Yang Mulia."

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang