Ini Janjiku ✔

14.2K 1.8K 18
                                    


"Gerald, Gerald! Bangunlah!" Lyana memanggil suaminya sembari mengguncang tubuh pria itu.

Tak lama sebab satu kali panggilan itu membuat Gerald membuka matanya. Langit masih gelap. Tetapi, Lyana tahu jika sebentar lagi fajar akan menyingsing. Dia menarik tangan tegap Gerald untuk berdiri dan berjalan bersama menuju balkon. Sembari Lyana terus memegang tangan itu.

"Duduk di sini. Karena kamarku di sebelah timur, aku sulit melihat Senja, tetapi aku bisa melihat fajar." Begitu ujar Lyana saat mendudukkan suaminya di kursi yang ada di balkon tersebut. Kemudian dirinya juga ikut menyusul. Duduk di sebelah Gerald.

Tanpa kata. Gerald hanya diam menatap istrinya yang tersenyum menanti fajar. "Gerald," panggil Lyana.

"Hem?" jawabnya yang masih belum mengalihkan pandangan.

"Kau masih mencintaiku?"

"Jika aku tidak mencintaimu hingga kini maka kau tidak akan ada di sini," jawab Gerald.

Lyana merotasi matanya. Padahal pertanyaan itu simpel. Tinggal dijawab iya atau tidak. Tetapi, Gerald menjawabnya seperti dia menjawab soal lain. Diperjelas dulu sebelum menuju inti. Seperti rumus matematika. Yang harus dijabarkan panjang padahal jawabannya satu.

"Sejak kapan kau mencintaiku?" tanya Lyana.

"Tidak tahu."

Kali ini Gerald menjawab dengan cepat dan singkat. Lantas, Lyana yang semula menatap ke arah langit timur menoleh. Melihat Gerald yang menatapnya intens sejak tadi.

"Kau ... pasti sedih saat aku dekat dengan Revan," cicit Lyana.

Gerald tersenyum. Dia mengangguk untuk pertanyaan kali ini. "Sakit. Karena kau adalah perempuan kejam yang sudah membuatku mengerti cinta, tetapi tidak mau mencintaiku kembali."

Hela napas kasar menguar dari rongga pernapasan Lyana. Perempuan itu mengusap puncak kepala suaminya. "Aku tahu, tapi cinta tidak bisa dipaksa. Padahal kau tampan, baik, dan hebat. Bisa saja kau mendapatkan yang lebih dari aku. Kenapa harus aku?"

Pria di sebelah Lyana hanya diam. Kemudian menarik tangan Lyana, mendekatkan tangan itu ke atas dadanya. Detak jantung Gerald busa dirasakan oleh Lyana. "Andai dia bisa memilih, mungkin dia tidak akan mencintai seorang perempuan tidak berperasaan sepertimu. Mau sejauh apa aku mencintaimu, mau sejauh apa aku berjuang untuk cintamu, tetap tidak berpengaruh. Tapi, hati ini sudah berkehendak, aku harus apa?" tanya Gerald putus asa.

Pembicaraan ringan untuk menghilangkan hening berubah menjadi begitu dalam. Membuat Lyana segera mencairkan dengan senyumannya. Senyuman canggung sembari menarik tangan dari dada Gerald.

Lyana beranjak, dia memasuki kamar dan membuka lemari. Membawa sebuah benda besar di kedua tangannya. "Aku pernah berjanji padamu dulu. Ketika itu aku berkata akan memberikan pedang saat kau menjadi ksatria hebat. Aku baru mengingat itu. Maafkan aku," ujar Lyana seraya menyerahkan pedang tersebut kepada Gerald yang menyambut benda itu dengan hangat.

Mata pria itu berkaca-kaca. Dia menatap pedang tersebut dengan wajah berseri. "Aku kira kau melupakan ini, karena kebencianmu padaku," lirihnya.

"Hampir. Belum sampai benar-benar lupa."

"Fajar terbit!" teriak Lyana semangat. Perempuan itu segera duduk kembali. Menatap langit yang perlahan menjingga.

Gerald yang berdiri menatap keindahan itu dari balik punggung Lyana sembari memegang pundak perempuan tersebut sayang.

"Terima kasih," lirih Gerald yang menunduk untuk bisa membisikkan kalimat itu.

Lyana menoleh ke arah kanan. Di mana Gerald tengah menatapnya, sejajar dengan telinga Lyana. Perempuan itu tersenyum, lantas tanpa aba-aba dia mengecup pipi Gerald hingga membuat telinga pria itu memerah.

"Jika ingin menyerang tolong beri aba-aba! Aku bisa mati karena sakit dada! Dasar," kesal Gerald yang langsung berlari menenteng pedang pemberian Lyana.

Sementara sang istri sedang tertawa kecil melihat kelakuan sang suami.

TBC

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang