Sebuah Janji ✔

19.2K 2.9K 10
                                    

"Gerald! Besok kita belajar berkuda lagi, aku ingin mencobanya tanpa bantuanmu!" Lyana berteriak masih dari kejauhan. Sosoknya berubah menjadi siluet karena sinar jingga di sore hari itu. Gadis tersebut lantas berlari mendekati Gerald dengan langkah kecilnya.

"Gerald?" Lyana memanggil pemuda tinggi di hadapannya yang tak juga membalas perkataan yang baru diucapkan.

Lyana menggoyang lengan Gerald sampai pemuda tersebut sadar dan tertawa canggung. "Ah, iya, Nona,"

Setelah itu Lyana baru bisa tersenyum lega. Ia duduk di lahan bunga lagi.

"Belakangan Jennie jarang ada waktu, dia jarang bermain denganku," keluh Lyana.

"Kenapa?" tanya Gerald yang turut duduk bersama Lyana.

"Entahlah."

Suasana nyaman di sore hari. Dengan angin ringan meniupkan aroma bunga.

"Gerald, berapa usiamu?" Tentu saja pertanyaan ini hanyalah basa-basi semata.

"Enam belas tahun."

"Wah, benarkah? Kalau Asher?" tanya Lyana lagi.

"Bulan kesembilan Kekaisaran nanti, dia berusia sembilan belas tahun," jawab Gerald.

"Tiga bulan lagi?" Lyana menoleh ke arah Gerald usai menghitung jarak waktu dari sekarang hingga bulan kesembilan Kekaisaran.

"Benar."

Anggukan kecil berulang kali menjadi respon jika Lyana paham.

Gerald menatap Lyana yang diam usai bertanya soal umur, terlihat Lyana sedang memainkan kelopak bunga seraya menggumamkan nada.

"Nona tidak bertanya tentang Jennie?" tanya Gerald penasaran.

"Aku sudah tahu," jawab Lyana.

Gerald tersenyum. Lyana belakangan sering berubah-ubah, kadang dia bersikap kekanak-kanakan, kadang dewasa, kadang bicaranya formal, kadang informal. Lyana yang seperti ini, sebenarnya ada berapa topeng yang harus ia kenakan untuk menutupi luka. Mana Lyana yang sesungguhnya?

"Nona," panggil Gerald.

"Ya?"

"Anda bahagia?" tanya Gerald ragu.

"Tentu saja bahagia."

'Kau semakin membuatku ingin mendekapmu, senyuman itu justru hanya akan semakin melukai hatimu, Lyana.'

***

"Jennie? Kau dari mana saja?" Suara Lyana menghentikan gerakan Jennie. Gadis itu berbalik dengan senyuman canggung.

"Saya mempersiapkan kebutuhan Anda untuk perburuan, Nona," jawab Jennie.

Lyana mengangguk. "Besok, bisa temani aku belajar berkuda?"

"Tentu, Nona."

"Terima kasih."

***

Dua minggu berlalu, setelah usaha dan keteguhan Lyana, akhirnya gadis itu bisa menunggangi kuda dengan baik. Gadis itu semakin lancar seiring berjalannya waktu. Bahkan sudah bisa memanah dari atas kuda.

Tangannya mengikatkan tali kekang ke batang pohon.

"Biar saya bantu," ucap Gerald yang langsung membantu Lyana.

Selama dua minggu pula Lyana terus bersama Gerald.

"Gerald," panggil Lyana.

Ia berjalan mendekati pemuda yang duduk di bawah pohon rindang yang menghadap ke barat itu.

"Ini, hadiah untukmu," ujar Lyana menyerahkan sebuah pedang kayu.

"Kudengar dari Asher jika kau selama ini sedang berlatih pedang, jadi aku memberikan ini. Memang bukan sungguhan, tapi ini mungkin bisa membantu. Berlatih lah dengan giat, aku berjanji saat kau menjadi ksatria hebat yang tak terkalahkan, aku akan menghadiahkanmu pedang yang bagus! Belajarlah dengan sungguh-sungguh agar bisa ikut perekrutan ksatria," kata Lyana seraya dia menyerahkan pedang kayu itu.

Lyana tahu ini tidak berguna karena Gerald punya yang asli.

Akan tetapi, Gerald kemudian setengah berjongkok dan menerima pedang kayu itu. Lyana menyerahkan benda yang agak berat baginya. Kemudian, setelah pedang kayu berpindah tangan. Tatap mata biru Lyana terpaku pada rambut hitam legam Gerald yang tertiup angin, sangat indah. Seperti gelapnya malam, tetapi rambut itu berkilau.

Tangan kecilnya bergerak mengusap puncak kepala Gerald.

"Kau sangat manis Gerald," puji Lyana yang tak tahu bagaimana perasaan dan ekspresi lawan bicaranya.

"Ah, terima kasih, Nona!" Gerald berucap dengan suara sedikit meninggi. Sembari memalingkan wajahnya. Agak lama Gerald memalingkan wajah, sampai Lyana heran.

"Gerald?" Lyana berjalan menghampiri Gerald untuk melihat wajah pemuda itu karena Gerald terus menatap ke arah lain. Tetapi, Gerald kembali mengalihkan wajahnya. "Kau kenapa? Apa sakit? Wajahmu memerah, ah, aku pasti terlalu memaksakanmu untuk mengajariku belakangan. Kau sakit ya? Maafkan aku," panik Lyana.

"Ah, tidak-tidak, Nona. Ini ... saya baik-baik saja. Hanya di sini sedikit panas," jawab Gerald cepat-cepat. Gerald mengibaskan tangannya dan mengusap dahi seolah dia sedang kepanasan.

Ia menatap wajah cemas Lyana, gadis itu mengulurkan tangan menempelkan punggung tangannya di atas dahi Gerald.

Plak!
Gerald menepis tangan itu tanpa sadar. Itu adalah refleks Gerald yang tak mau jantungnya tambah berdetak cepat.

"Ah," ringis Lyana.

"Maaf, Nona saya ...."

"Maafkan aku," sambar Lyana. "Istirahatlah Gerald. Sebentar lagi, di perburuan kau akan menemaniku berburu, kau harus membantuku menunggang kuda meskipun aku sudah bisa," ucap Lyana kemudian. Dia tersenyum simpul sambil mengusap rambut Gerald lagi.

Setelahnya, Lyana pergi meninggalkan Gerald dan kuda hitamnya.

"Sial, bodohnya aku!" maki Gerald pada dirinya sendiri.

Iris emasnya yang baru saja pulih dari ramuan kini menatap pedang kayu yang baru saja diberikan Lyana. Senyumannya terbit. "Terima kasih, Lyana."

Namun, sesaat kemudian pemuda itu kehilangan senyumannya. Mengingat sesuatu yang seketika membuat genggamannya pada pedang itu mengerat.

TBC

Vote komennya, walau komen next doang🙂

My Male Lead [SELESAI] (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang