1/1 ; Zemaya

10.7K 1.5K 121
                                    

Zema tidak tahu apa yang sudah terjadi dalam pernikahannya yang berjalan tiga tahun ini. Coba dihitung, tiga tahun bukan waktu yang singkat, kan? Lalu, kenapa Hugo masih tidak bisa membuka diri pada Zema? Butuh waktu berapa lama lagi? Butuh kata 'iya' sebanyak apa lagi? Butuh pengorbanan apa lagi? Zema benar-benar tidak mengerti dengan pria itu. Tidak sama sekali!

"Em, Ema! Dengerin aku dulu."

Zema menatap suaminya yang mengikuti di belakangnya dengan wajah panik. Bagus! Biar takut sekalian kalo anaknya benar-benar akan aku habisi!

"Ema... dengerin aku dulu, please!"

Zema bukan tipikal orang pendendam, tapi rasa kesal yang sudah terlalu sering dipupuk membuatnya menginginkan untuk bisa melakukan sesuatu yang memuaskan bagi dirinya sendiri. Salah satunya adalah mempermalukan suaminya yang sudah mempermalukannya di depan teman curhatnya itu.

Zema melihat sekeliling, di lorong hotel itu akan menjadi tempat yang strategis bagi siapa saja yang lewat atau penghuni kamar yang bisa mendengar pertengkaran mereka.

"Kamu mau aku dengerin apa? Nggak cukup kamu sakitin aku? Nggak cukup aku selalu mengalah dan diam selama ini? Hugo ... aku yakin kamu pria yang cerdas, tapi kenapa kamu memilih wanita lain dari pada aku, istri kamu?"

Hugo menggeleng. "Aku nggak memilih wanita selain kamu, Em. Dia cuma teman, Ema. Dia hanya teman aku."

Ketika ujung mata Zema menangkap bayangan seseorang yang akan melewati lorong, dia melakukan akting menjadi istri tersakiti dan lemah untuk melakukan apa pun. Jika Zema bertingkah terlalu kuat dan mendominasi sekarang, maka kemungkinan besar dia akan ditatap ngeri, bukannya diberikan simpati.

"Hiks! Kenapa aku harus menikah dengan pria yang menjadikan semua wanita sebagai teman?? Ya, Tuhan! Aku nggak tahu harus bersikap gimana lagi."

Zema mendapati Hugo yang panik karena semakin banyak orang yang penasaran dengan perdebatan mereka. Pintu-pintu kamar hotel terbuka dan penasaran dengan kegiatan mereka.

"Ema—"

"Kamu bilang dia teman kamu, Mas? Teman macam apa yang kamu ajak curhat di kamar hotel, hah? Teman macam apa yang masuk ke rumah tangga kita!?"

"Awalnya curhat, lama-lama nyaman, terus goyang di ranjang, Mbak!" seru seseorang yang tidak mereka kenal.

Zema senang karena ada orang yang membuat suasana semakin panas disaat seperti ini. Dia memang ingin membuat nama baik Hugo hancur, juga teman wanitanya. Jika ada yang merekam kejadian ini, Zema sangat bahagia supaya orang tua mereka mengetahuinya dan Hugo tidak akan bisa berkutik jika banyak klien di kantornya yang mundur.

"Ema, jangan dengarkan ucapan itu. Aku bersumpah nggak melakukan apa pun dengan Cinta! Aku berani melakukan apa pun untuk membuat kamu percaya kalo nggak ada kegiatan semacam itu antara aku dan Cinta, Em."

Zema semakin mengeraskan tangisannya, bahkan kini menjatuhkan tubuhnya ke lantai untuk membuat efek dramatis hingga bukan hanya Hugo yang mendekat, tapi orang-orang yang tidak dikenalnya.

"Jangan sentuh istri saya!"

Hugo marah pada pria yang berniat membantu Zema untuk berdiri.

"Apa Anda nggak melihat kondisi istri Anda sendiri? Saya berniat membantu, bukan melakukan hal mesum seperti yang Anda lakukan dengan wanita di dalam kamar itu."

Zema menahan seringai di bibirnya. Hugo harus mendapatkan balasannya karena sudah memperlakukan Zema seperti wanita tidak berdaya dan lemah. Zema tidak akan melepaskan pria itu dengan mudah sebelum Hugo jatuh dan berlutut di bawah kakinya sebelum berpisah.

"Aku sedang hamil anak kamu, Mas. Tapi kamu bisa melakukan penghianatan seperti ini. Apa kamu nggak memikirkan janin yang masih sangat kecil di dalam rahimku? Apa kamu segila itu?"

Hugo terbelalak dengan ucapan Zema yang memang agak terbalik dari teriakan wanita itu sebelumnya.

"Kamu—"

"Aku nggak sanggup." Zema tidak membiarkan Hugo bicara sedikit pun.

Lengan Zema menekan pria yang tadi melawan ucapan Hugo.

"Pak, saya ... tolong antarkan saya pergi dari sini. Tolong bantu saya untuk pergi dari suami penghianat saya. Tolong jauhkan saya dari wanita jahanam di dalam kamar itu juga."

Zema mengucapkan kalimatnya dengan tangisan yang meyakinkan banyak orang bahwa dia adalah istri tersakiti. Meski sebenarnya tangisan itu adalah asli, tapi Zema tak bisa membiarkan orang lain tidak menggunjing Hugo dan teman wanitanya itu. Semua orang, setelah ini, harus menghujat Hugo dan Cinta.

"Saya bantu, Mbak."

"Lancang kamu menyentuh istri saya!"

"Heh, Mas! Malu sama kelakuan!" Salah seorang ibu-ibu membela si penolong Zema. "Udah, itu tolong dibantu si mbak yang hamil muda. Jangan sampe ada apa-apa sama kandungannya. Kasihan. Bawa pergi aja dari suami dan pelakor yang bikin sakit mata!!"

Tidak akan ada yang bisa menyalahkan Zema saat ini, sekalipun dia meminta bantuan pria lain untuk pergi. Zema akan menyiksa Hugo lebih parah dari ini dan membuat pria itu menyesali ide 'teman tidur' dari awal pernikahan mereka!

Lihat saja Hugo, kamu akan sangat menyesali ucapan kamu!

[Zemaya, calon cewek-cewek setipe Mami Karyn—di cerita He Wants Me Pregnant. Zema gak mau melepaskan sebelum menyiksa Hugo.]

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang