Pagi ini Zema tahu suaminya akan bangun lebih lambat dari biasanya karena rutinitas yang semalam mereka lakukan. Jadi, Zema dengan cepat bergerak untuk bangun lebih dulu dan membuatkan bekal yang akan pria itu bawa untuk ke pabrik nantinya. Saat terbangun, tubuhnya memang lelah tapi auranya lebih terlihat lepas tidak seperti biasanya. Dengan segala kemampuan yang dia miliki dalam mengurus rumah, Zema bekerja begitu cepat dan menu makanan suaminya bukan hal sulit untuk dirinya siapkan.
Meski hubungan mereka berdua berkembang pesat, tapi bukan berarti akan ada adegan romantis selayaknya drama dimana Hugo akan bangun dengan wajah mengantuk, rambut berantakan, dan memeluk Zema dari belakang serta bertanya, "Masak apa?"
Ah, lupakanlah harapan semacam itu! Zema tahu suaminya memang bukan tipikal romantis. Sekalipun mereka merasakan hubungan di ranjang yang panas dan menakjubkan, keromantisan Hugo hanya sampai pria itu menjilat puting dan vagina Zema dan memastikannya mendapatkan pelepasan yang disukai oleh perempuan itu. Intinya Hugo tidak egois menyoal hubungan ranjang mereka.
Zema memegang perutnya yang sepertinya jika diperhatikan tidak pernah membuat ulah untuk mengerjai Hugo. Anaknya terlalu kalem, itu mengingatkan Zema pada dirinya yang biasanya. Apa anaknya akan menjadi sosok pendiam juga?
"Kenapa kamu nggak banyak minta ini dan itu, Nak? Kamu nggak mau bikin susah ayah kamu? Kamu nggak mau dimanja, Nak?" tanya Zema pada janin di perutnya yang tidak bisa membalasnya.
Dia suka dengan suasana pagi yang masih sangat hening hingga Zema memiliki waktu yang baik dengan anaknya. Ketika menuju siang hari, biasanya Zema akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tertidur. Tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan dunia, dorongan utama ibu hamil adalah tidur!
Kehamilannya tidak berulah sama sekali. Dia yakin sekali bahwa anaknya memang tidak neko-neko karena memang pada dasarnya Hugo juga demikian. Pria itu memang terlihat rumit dan raja tega, tapi sebenarnya selama tiga tahun Zema tahu suaminya tidak memiliki sisi kejam atau hobi macam-macam. Pria itu hanya berusaha memberontak diawal karena Zema yang tidak sesuai kriteria pria itu. Namun, seiring berjalannya waktu Hugo tidak menyembunyikan apa pun dari Zema. Hanya saja ada satu kelebihan yang pria itu tunjukkan juga, yaitu kebodohan Hugo yang tidak bisa ditolerir karena tidak merasakan siasat licik Cinta.
Bicara mengenai Cinta, ada satu hal yang membuat Zema merasakan ada hal aneh karena ponsel Hugo sepi dari notif perempuan itu. Zema bersyukur jika perempuan itu tahu diri dengan mundur, tapi dia malah menjadi cemas karena itu bisa saja siasat lain yang membuat Zema tidak waspada dan terlena dengan ketiadaan perempuan itu.
"Em? Ema?"
Zema menoleh ke arah panggilan suaminya. Pria itu mencari Zema dengan handuk di pinggang dan berjalan takut-takut.
"Kamu ngapain keluar pake handuk doang gitu?" tanya Zema dengan gemas.
"Aku nyariin bajuku, Em."
Zema dengan kesal menyahut, "Baju kamu ngapain dicariin? Kan, semuanya ada di lemari!"
"Kamu nggak siapin?" tanya Hugo dengan wajah berharap sekaligus bingung.
"Ya ampun, kenapa nggak langsung bilang kalo minta disiapin baju?"
"Biasanya, kan, emang kamu siapin, Em. Makanya aku bingung belum ada baju."
Zema mematikan kompor yang digunakan untuk memastikan sambalnya matang dan tidak berpotensi cepat basi. Dia menuju kamar dan membiarkan sang suami mengikuti dari belakang. Tidak ada yang bisa dia lakukan Zema selain mengurusi suaminya yang serba mengandalkan dirinya.
"Bisa apa kamu tanpa aku, Go?"
"Bisa gila, Em."
Jawaban Hugo yang spontan dan begitu yakin membuat Zema menggelengkan kepala sembari mencari pakaian kerja yang cocok untuk suaminya di pabrik. Meski bukan perusahaan yang luar biasa, tapi Hugo selalu memakai pakaian rapi dan membawa tas selayaknya orang sibuk kantoran. Ya, namanya juga atasan.
"Lebay, deh."
"Serius! Aku nggak bisa apa-apa tanpa kamu, loh. Kamu nggak ngerti gimana paniknya aku waktu kamu bilang mau cerai. Nggak ada di pikiranku opsi itu. Karena aku nggak ngerasa ada apa-apa. Aneh dan kaget banget waktu denger kamu mau cerai."
Zema tahu pikiran Hugo terlalu ringkas. Dia tidak rumit sama sekali, itulah mengapa Hugo tidak menyangka akan ada pilihan bercerai yang Zema sampaikan. Sedangkan bagi Zema pilihan itu wajar karena sudah merasakan dan memikirkan kisah selama tiga tahun yang tidak disadari Hugo adalah kesalahan pria itu.
"Makanya jangan sembarang suka cerita ke perempuan lain. Mana bodoh banget bisa dimanfaatin."
Hugo yang memang tidak bisa mengelak dari kebodohannya hanya bisa mengangguk saja. "Aku berusaha semaksimal mungkin buat mencegah hal begitu kejadian lagi."
"Dengan cara?"
"Ya, salah satunya dengan blokir dan hapus nomornya dari hapeku. Biar kita bisa nyaman jalani rumah tangga berdua aja tanpa ada gangguan."
Ya, harus begitu. Semoga tidak ada.
[Bab 23 dan 24 full udah bisa dibaca di Karyakarsa, ya. Silakan yang mau ngintip ke-uwuan mereka duluan.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tidur [TAMAT]
General Fiction[Baca lengkap di Karyakarsa 'kataromchick'] Kashihugo Bijaksana dan Zemaya November adalah pasangan yang unik. Keduanya memiliki nama yang akan menjadi bahan perbincangan-ejekan-orang. Orang tua yang saling melengkapi; orang tua Hugo begitu ramai, d...