2/2 ; Kashihugo

6.9K 1.3K 95
                                    

Wijaya memandang putranya dengan kekecewaan yang sangat jelas ketika mereka harus berkumpul di ruang rumah sakit. Hugo membuat banyak kesalahan dengan tidak membahagiakan istrinya, mengkhianati pernikahan, dan yang paling penting menelantarkan calon cucu keluarga tersebut. Tidak ada yang bisa Wijaya lakukan saat ini, dia ingin mengungkap kemarahan, tapi sang istri terbaring di ranjang rumah sakit. Dia malu jika amarahnya nanti malah ikut viral seperti kelakuan anaknya.

"Pa, aku minta maaf. Aku nggak nyangka mama bakalan drop sampe begini."

Wijaya tidak menjawab permintaan maaf dari Hugo. Pria tua itu sibuk memastikan kondisi istrinya tidak semakin memburuk. Jika Hugo berani membuat masalah lebih jauh lagi, maka Wijaya yakin bukan hanya istrinya yang sakit, Wijaya juga bisa terkena serangan jantung.

"Pa—"

"Ada baiknya kamu terus menutup mulutmu sampai kamu menemukan istrimu yang sedang hamil!"

Wijaya membenci pengkhianatan, tidak pernah terlintas di pikiran untuk melakukan hal itu kepada sang istri. Namun, putranya malah melakukan hal demikian. Dari mana Hugo belajar? Padahal Wijaya tidak pernah mencontohkan hal buruk pada anaknya.

Hugo meremat bibirnya sendiri karena tidak bisa berhenti bicara. Hugo ingin dimaafkan, itu sebabnya dia terus bicara dan mengatakan maaf.

"Papa ...." Kiana bangun dengan lemas.

"Sayang, jangan bergerak dulu. Tenang, ya." Wijaya menenangkan sang istri.

Tentu saja tangisan Kiana mengisi ruangan itu setelah berhasil menangkap keberadaan putranya di sana.

"Kenapa kamu di sini!? Harusnya kamu cari Ema!" hardik Kiana pada Hugo.

Hugo diam saja. Dia tidak bisa mengatakan bahwa usahanya menemukan Zema di setiap klinik aborsi telah gagal. Mendapati informasi video di aplikasi dan mendengar Zema hilang saja Kiana langsung pingsan dan masuk rumah sakit. Bagaimana jika wanita itu mendengar kabar bahwa Zema berniat menggugurkan janinnya?

Hugo bahkan tidak tahu itu hanya sekadar niat atau sudah terlaksana. Dia tidak bisa menemukan Zema hingga kini, kemungkinan besar terlaksananya niatan menggugurkan janin bisa dilakukan sejak beberapa waktu lalu.

"Kenapa kamu diam saja? Jawab mama kamu, Hugo!" Wijaya ikut menodong putranya untuk bicara setelah sebelumnya menyuruh Hugo diam sebelum bisa menemukan Zema.

"Aku khawatir sama keadaan Mama. Makanya aku tahan dulu pencarian Zema."

Kiana semakin menangis, meraung hingga memukul dadanya sendiri. Wanita itu kepayahan untuk mengerti putrnya sendiri.

"Dosa apa yang aku perbuat sampai anakku tega berkhianat pada istrinya yang nggak kekurangan satu pun aspek, Ya Allah? Apa yang harus aku lakukan supaya anakku bertobat, Ya Allah?"

Wijaya menggenggam tangan istrinya yang sedang dalam mode histeris. Pria itu tidak mau menyuruh istrinya berhenti karena memang lebih baik segala emosi dikeluarkan ketimbang dipendam dan berujung menambah berat sakit fisik Kiana.

"Maafin aku, Ma. Aku memang nggak becus, tapi aku berani sumpah kalo aku nggak selingkuh. Semuanya salah paham, Ma."

Kiana mengibaskan tangan. "Alasan kamu selalu banyak! Pantas saja Zema meninggalkan rumah tanpa memikirkan apa pun lagi. Itu artinya dia capek menahan diri. Banyak hal yang nggak dia ceritakan ke keluarga demi menutupi aib kamu! Kamu memang suami gila, Hugo! Kamu menyakiti Ema yang luar biasa!"

Menghina anaknya sendiri gila adalah bentuk paling tinggi rasa frustrasi Kiana. Dia tidak menyangka bisa mendapati kelakuan Hugo yang seperti ini.

"Kamu cari Ema, Hugo. Jangan kamu biarkan dia terlantar di jalanan." Wijaya berusaha bicara tenang meski kepalanya panas bukan main.

"Aku nggak tahu Ema dimana, Pa."

"Kamu cari ke rumah mertuamu! Kenapa kamu bodoh sekali, sih, Hugo!? Anak perempuan yang tersakiti pasti akan pulang ke rumah orang tuanya!" Kiana terus mencecar Hugo dan menghina Hugo sebagai anak bodoh setelah kata gila.

"Tapi ... dia nggak bilang ke sana, Ma. Tadi aku sempet telepon dia nggak mau kasih tahu dimana."

"Jelas aja Ema nggak bilang, dia nggak mau kamu ganggu dia, anak bodoh! Apa kamu pikir orang kabur akan bilang 'aku mau kabur' dan berharap ditemukan, begitu?!"

Pria adalah makhluk yang paling tidak mengerti bahasa tanda. Pria hanya paham jika diberi paham. Hal-hal yang bersifat menggunakan kode tidak akan dilahap dengan benar.

Hugo yang masih tidak yakin menunduk dan menatap foto profil milik istrinya di aplikasi chatting. Apa benar Zema langsung pergi ke Semarang?

Hugo mencoba memikirkan dengan matang kemungkinan tersebut. Dia tidak boleh gegabah terbang jika ternyata Zema tidak pergi ke rumah orang tuanya.

"Jangan banyak mikir! Kamu bergerak sekarang juga dan cari ke sana! Cepetan!"

Kiana tak sabar melihat putranya yang lamban bukan main.

"Aku telepon orang tua —"

"Nggak akan ada yang mau jawab telepon kamu begitu lihat video perselingkuhan kamu yang dipergoki Ema, bodoh! Mereka akan kompak tutup mulut, Hugo. Apalagi orang tua Ema itu tipe yang pendiam!"

Bener juga omongan Mama.

"Jangan bengong lagi! Gerak! Buktikan kamu memperjuangkan Ema!!!"

Hugo memang bodoh. Pantas jika mamanya mengatakan demikian.

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang