14/2 ; Kashihugo

4.3K 929 42
                                    

Sebenarnya Hugo tidak berniat menjadi orang yang menodai pertemanan dengan rasa curiga dan semacamnya. Namun, dia jadi tak percaya mengenai apa pun karena ucapan Zema mulai terpatri di kepala. Emil memang memiliki kemungkinan menghindari jawaban jujur, tapi Hugo juga bisa memastikan gestur yang temannya itu lakukan. Hugo juga bisa mencari tahu kebenarannya meski membutuhkan waktu. Atau mungkin Hugo juga bisa memilih memutuskan pertemanan jika memang ada inidikasi tak sehat.

"Kerjasama dengan Cinta? Ini menarik banget, sih. Gue nggak masalah dengan tuduhan lo, Go. Kalo gue ada di posisi lo pasti ada kecurigaan semacam ini. Tapi balik lagi, buat apa gue lakuin itu? Kecuali kalo gue demen sama bini lo, mungkin bakalan gue lakuin."

Hugo juga memiliki pemikiran yang sama. Dia pasti bisa merasakan ketika Emil menyukai Zema, tapi itu sama sekali tidak ada. Apa tujuan Emil menjebaknya dengan Cinta di hotel? Hugo tidak menemukan jawabannya.

"Sebenernya gue malah dari awal curiga sama lo dan Cinta. Emangnya lo nggak ngerasa kalo Cinta itu nggak bener-bener tertarik sama gue? Dia manfaatin gue buat ketemu sama lo, Go."

"Hah?" sahut Hugo dengan kebingungan mencetak wajahnya. 

"Kenapa 'hah, heh, hoh' begitu? Lo beneran nggak sadar atau nyangkal buat sadar aja?"

Hugo semakin tidak bisa menahan rasa frustasinya sama sekali. Bukan hanya Zema yang bisa membuatnya berkata hah?, tapi Emil juga. 

"Ini ... ini maksudnya apaan, sih, Mil?"

"Maksudnya, gue ngerasa cuma kalian manfaatin supaya bisa deket-deketan. Gue mah ikut aja. Gue cuma kasian sama bini lo yang tahunya Cinta demen sama gue, padahal si Cinta maunya deketin lo."

"Kenapa lo nggak ungkapin ini dari awal??" Hugo mulai tidak bisa mengendalikan diri. 

"Ya ... karena yang gue lihat selama ini, lo juga menikmati ngasih Cinta perhatian yang perempuan itu mau." 

"Astaga, Emil!" Hugo tidak bisa berdiam diri. Tangannya tak sengaja menyenggol pesanan yang sedang diantar oleh pelayan restoran itu.

"Maaf, maaf. Saya nggak sengaja."

Segalanya menjadi kacau. Hugo yang pikirannya tidak fokus malah semakin cemas dengan fakta yang Emil sampaikan. Dia harus bertanggung jawab karena merusak fasilitas restoran. Meski mampu, harusnya pengeluaran semacam ini tidak perlu. 

"Masih mau lanjut bahasnya? Lo kelihatan capke banget. Yakin mau nanya-nanya gue makin lama?" Emil memastikan kondisi Hugo.

"Jelasin semua sekarang, Mil. Gue bakalan makin bego kalo lo nggak ungkapin semuanya. Sumpah selama ini gue tolol banget nggak bisa baca warning kedatangan Cinta."

Emil menyuapkan sesendok nasi dengan lauk ikan sambal dabu-dabu pesanannya ke mulut sebelum melanjutkan. 

"Jadi, lo beneran nggak sadar sama kodenya si Cinta?"

Hugo yang tidak sanggup menelan menggelengkan kepala lemas. "Dia cerita ke gue kalo lo yang cuek banget. Katanya, lo nggak respon dia. Gue yang selalu dengerin curhatannya soal lo yang cuek itu ngerasa punya nasib yang sama, Ema juga punya sifat lo, sesuai kayak cerita yang Cinta bilang."

Emil tertawa. Dia tahu ucapan Cinta itu hanya untuk menarik simpati Hugo saja. "Lo emang tolol banget, sih, Go. Gue nggak secuek itu, gue malah capek deketin dia yang sukanya sama lo. Gue yakin 100% kalo sifat itu emang sifatnya bini lo. Gue akuin kalo Cinta emang cerdik. Dia mudah nangkep situasi pernikahan lo sama Zema. Dia baca kebiasaan Zema yang lebih banyak diem, makanya dia manfaatin itu buat narik perhatian lo. Ujungnya adalah kalian jadi nyaman."

Hugo menghela napasnya dan merasa sangat bersalah karena sempat tak percaya dengan penjelasan istrinya mengenai usaha Cinta yang ingin merusak pernikahan mereka. 

"Tapi gue harus bilang juga kalo gue nggak dateng ke hotel emang karena dilarang sama Cinta. Gue nggak tahu itu termasuk kerjasama atau bukan versi lo."

Hugo semakin tidak bisa mempercayai semua ini. Selama ini, dirinya sudah masuk dalam perangkap yang Cinta buat. Jika saja Hugo lebih peka dan cerdas dengan segala situasi yang diciptakan oleh Cinta, dia tidak akan melanjutkan nekatnya Cinta masuk dalam pernikahannya dan Zema. 

"Gue pikir kita bertiga baik-baik aja selama jadi temen. Kenapa jadi serumit ini?"

Emil kembali tertawa. "Awalnya gue bukan temen lo, ingat? Cinta yang temen lo. Gue kira kalian emang punya kisah yang belum selesai, dan gue bukan siapa-siapa buat menginterupsi. Tapi akhirnya sekarang gue tahu versi sebenernya." 

"Gue beneran nggak ada perasaan gimana-gimana sama Cinta. Sepenuhnya gue pengen bantuin dia, bukan malah jadi sasaran empuk buat dihina jadi tukang selingkuh begini!"

Emil menyuapkan makanan lagi. Dia tidak mau ikut pusing dengan masalah yang menimpa Hugo. 

"Makan, Go. Isi perut biar bisa mikirin langkah apa yang harus lo ambil biar nggak makin rumit."

Ya, Hugo memang harus mengisi perut supaya tida mati sebelum menyelesaikan segalanya dengan Cinta. 

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang