15/2 ; Zemaya

4.1K 825 42
                                    

"Apa lagi? Apa kesalahan yang kamu lakukan, Hugo?" tanya Zema dengan nada lelah. 

Belum ada satu haru Zema berniat memperkuat dirinya untuk tak kalah dari Cinta, tapi cobaan yang dihadapinya sudah begitu besar. Apa salahnya hingga memiliki suami yang sangat bebal seperti Hugo? Atau karena Zema memang pandai maka dia diberikan suami yang tak terlalu cerdas untuk menghadapi hidup? 

"Aku minta maaf sama kamu selama ini nggak pernah berpikiran buruk mengenai Cinta. Aku minta maaf karena meragukan kecurigaan kamu kepada Cinta waktu di Semarang. Aku minta maaf karena membuat kamu sangat marah karena aku nggak tegas menolak Cinta yang nggak cuma mengharapkan pertemanan denganku."

Zema mulai tidak paham dengan semua permintaan maaf yang spesifik dari suaminya itu. 

"Kamu lagi minta maaf atau mengakui kesalahan yang baru kamu buat? Mana penjelasan mengenai kesalahan yang kamu lakukan di belakang aku, Go?!"

Hugo tidak membalas dengan menggebu, tapi itu justru membuat Zema tidak sabaran dan semakin menuntut pria itu untuk segera menjawab. 

"Aku tadi ketemuan sama Emil dan aku sadar aku udah melakukan kesalahan selama ini di belakang kamu, Em."

"Hah? Apa, sih? Ngomong yang bener, Go!"

"Dengerin aku dulu, bisa?" ucap Hugo yang terlalu tenang. 

Zema menarik napas dalam dan mengangguk pada suaminya. "Oke, aku akan dengerin kamu lebih dulu. Sekarang jelasin!"

Hugo mengangguk lebih dulu sebelum memulai ceritanya. 

"Ya, aku ketemu sama Emil tadi. Aku tanya dia banyak hal, tentunya soal Cinta dan Emil. Seperti apa perasaan Emil untuk Cinta, dan apakah Emil bekerja sama dengan Cinta. Aku tanyakan semua yang ingin aku tahu. Meskipun ada kemungkinan Emil berbohong, tapi aku mendapatkan jawaban yang aku yakini benar."

"Apa jawaban yang kamu dapetin dari Emil?" Zema mengingkari janji untuk tidak banyak bicara dan mendengarkan Hugo.

"Emil sebenernya udah ngerasa Cinta nggak tertarik sama dia. Cinta memanfaatkan Emil buat bisa deket sama aku. Selama ini Emil bisa melihat betapa Cinta haus dengan perhatianku, itu sebabnya Cinta selalu menggunakan banyak alasan untuk datang disaat seharusnya hanya ada Emil dan Cinta."

"Kenapa Emil nggak cerita ke aku? Kenapa dia juga nggak menghentikan kedekatan Cinta dan kamu kalo emang tahu??!"

"Dia pikir aku juga punya rasa ke Cinta. Emil merasa nggak bisa menghentikan apa pun karena yang lebih dulu dekat dengan Cinta adalah aku. Aku dan Emil memang awalnya nggak sedekat itu, kami jadi lebih sering ketemu saat Cinta membuat aku dan Emil ada di tempat dan waktu yang sama."

Zema tiba-tiba merasa sangat kesal. "Kenapa Emil masih mau aja dateng kalo tahu Cinta cuma manfaatin dia doang?! Hebat banget si Jacincok itu bisa manfaatin dua pria sekaligus! Lagian, kenapa kalian para pria malah nggak bersikap tegas dengan mendepak perempuan nggak bener kayak gitu, sih!?"

"Kalo aku tahu Cinta memang nggak suka sama Emil dan ternyata mengincar aku, mana mungkin aku nggak bersikap tegas, Em? Emil juga merasa kasihan sama kamu dan berusaha untuk yakin bisa membuat Cinta melihatnya dengan terus menuruti perempuan itu."

"Terus, kenapa di hotel Emil nggak dateng?"

"Emil kira aku dan Cinta memang mau membuka perasaan kami secraa jujur. Emil bahkan cuma mikir kalo kita bakalan cerai karena video viral kita bertiga yang heboh di hotel itu. Emil kira aku nggak cinta sama kamu."

Zema memang pusing dengan keadaan rumah tangganya yang penuh miskomunikasi dengan Hugo. Kehadiran Cinta dan Emil menambah banyak kesalahpahaman. 

"Aku udah capek untuk bahas Cinta dalam satu waktu," ucap Zema dengan mengangkat tangannya di depan wajah Hugo. "Aku nggak mau denger namanya lagi. Aku mau istirahat."

Hugo juga tidak mau membahas mengenai Cinta lagi, tapi mereka berdua sudah memasuki peperangan karena ulah Cinta. Hugo merasa harus menyelesaikan konflik tersebut dalam satu waktu, sedangkan Zema inginnya menurunkan amarah lebih dulu sebelum membahasnya lebih lanjut dengan kepala dingin. 

"Aku cuma nggak mau kamu semakin salah paham sama aku, Em. Aku akan jelasin segalanya sekarang--"

"Udah! Aku muak dengan masalah ini. Intinya, kalo kamu emang nggak tertarik sama perempuan itu, berhenti kasih harapan!"

"Aku nggak kasih dia harapan--"

"Kamu kasih dia harapan dengan masih bersikap lembut, Hugo!"

Hugo terlihat frustrasi. "Terus aku harus bersikap gimana? Menurutku aku nggak pantas bersikap kasar sama perempuan, Em. Aku seorang pengecut kalo kasar sama perempuan, dong, Em?"

"Peduli amat sama pengecut atau nggak! Bagiku kamu lebih pengecut kalo nggak berani bersikap keras sama perempuan yang berulang kalo mencoba menggoda kamu, Go. Terserah kamu mau keras atau kasar seperti apa, yang jelas aku nggak mau ada nama atau wajah perempuan itu lagi yang pasti bakalan aku jambak lagi rambutnya kalo berani muncul!"

Hugo menatap istrinya dengan meringis ngeri. Sepertinya kehamilan ini juga mempengaruhi Zema menjadi lebih ganas. 

"Kamu paham ucapanku, kan, Go? Terserah kamu mau kasar atau keras gimana, yang penting dlaam pernikahan ini hanya ada aku dan kamu. Paham?"

Hugo menganggukan kepalanya layaknya anak anjing sehabis dimarahi tuannya. Parahnya, Zema menambahkan, "Good, Boy!" hingga Hugo merasa benar-benar seperti seekor anak anjing. 

[Buat kalian yang nunggu baca cerita ini pas tamat dan terbit e-book. Aku harus bilang, aku menyelesaikan cerita ini versi Wattpad dan versi KK(buat yang beli eksklusif) aja. Aku gak akan terbitin cerita ini cetak ataupun e-book, ya. Jadi nanti versi lengkap banget ada di KK.]

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang