16/1 ; Kashihugo

3.9K 788 17
                                    

Menjalani pernikahan yang semula tidak berjalan dengan baik sama saja bekerja dua kali. Hugo yang tidak pernah benar-benar mengatakan kepada sang istri mengenai perasaannya yang berubah seriring waktu, begitu pula dasar hubungan mereka yang seharusnya tidak lagi menjadi teman tidur saja, ternyata pemikiran yang salah. Zema ingin apa pun itu hasil dan prosesnya, maka Hugo harus mengatakannya. Hugo tidak bisa membiarkan Zema menyimpulkan sendiri mengenai hubungan yang mereka jalani. Akibat keterlambatan mengatakanperasaannya yang sudah berubah, sekarang Hugo malah tidak dipercaya begitu saja oleh Zema.  

Belum selesai Hugo membuktikan isi hatinya, Cinta malah datang memperumit segalanya. Hugo belum ingin bicara dengan Cinta, tapi perempuan itu malah datang di depan rumahnya hingga Zema menjambak rambut perempuan itu dengan dalih itulah keinginan anak di dalam perut Zema. Belum selesai penjelasan Hugo, fakta baru terkuak dari mulut Emil. 

Hah! Semuanya datang dalam waktu singkat, terlalu singkat hingga Hugo tidak bisa menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Tindakannya yang mengusir Cinta tidak mungkin langsung membuat perempuan itu langsung pergi dari hidup Hugo. Mereka harus bicara dan Hugo ingin menjelaskan bahwa dirinya tidak memiliki perasaan apa pun kepada Cinta. Hati Hugo sepenuhnya dimiliki oleh Zema dan calon anak mereka. 

Hugo tidak bisa tidur ketika ponselnya terus berdering pertanda chat yang masuk. Sejak sampai di Jakarta, Hugo memang hampir tidak bisa menyentuh ponselnya kecuali menghubungi orang-orang yang dirasa dibutuhkan saat itu saja. Sisanya, Hugo tidak mengecek apa pun di ponselnya.

"Go, hape kamu berisik banget di meja!" Zema kesal karena jadwal tidurnya terganggu. "Aku belakangan susah tidur, hape kamu malah nggak bisa diem begitu!" 

Hugo akhirnya mengalah dan mengambil ponselnya. Dia berniat untuk mengubah mode dering menjadi hening, tapi tampilan notifikasi dari aplikasi perpesanan membuatnya berhenti. 

"Ema, tadi ada orang yang dateng ke rumah?" tanya Hugo.

"Hm. Jakti," jawab Zema malas.

"Astaga, aku lupa sama anak itu. Kirain dia cuma tertarik buat magang di tempatku cuma buat basa basi. Ternyata ini anak serius juga."

"Lagian kamu, tuh kalo punya janji sama seseorang jangan PHP!"

"Ya, aku kira dia nggak serius, Em."

Zema berdecak dan memilih membalas ucapan suaminya dengan mengatakan, "Terserahlah. Aku mau tidur ini, loh. Jangan ganggu lagi."

"Iya. Ini aku jadiin mode hening."

Hugo sedang tidak ingin mengurus persoalan kerja malam ini. Jadi, dia membalas pesan Jakti untuk langsung datang ke pabrik besok pagi untuk bertemu seseorang yang Hugo percaya mengurus pegawai yang masuk. 

Semoga saja mulai besok pagi Hugo sudah bisa mengurus pekerjaannya tanpa ada interupsi dari Cinta dan kelakuannya yang pasti menimbulkan drama.

***

Ada banyak kesempatan untuk bisa bicara pada Zema mengenai kemungkinan Hugo akan menemui Cinta untuk menyudahi segalanya. Lagi pula tidak harus terburu-buru, Hugo perlu memikirkan nasib usahanya. Yang penting sekarang istrinya sudah lebih baik dalam mengatur emosinya. Tentu saja itu mempengaruhi bayi mereka dan Hugo bisa tenang berangkat kerja ketika istrinya tidak dalam kondisi stres karena rasa kesalnya.

"Aku pengen dibawain bekal, Em."

Hugo tidak menyadari dirinya sudah bersikap begitu manja pada sang istri. Zema yang biasanya tidak banyak bicara belakangan memang menjadi lebih aktif bicara. 

"Beli aja, deh, Go. Aku takut rasanya nggak enak karena lagi nggak mood masak."

Hugo langsung memeluk pinggang istrinya dan berlagak seperti anak-anak yang ingin dituruti apa kemauannya. "Aku nggak mau masakan orang lain, Em. Aku maunya makan siang makanan dari istriku. Please, please, please ya?"

 "Astaga, Hugoo! Kayak anak kecil aja, sih??"

Hugo sama sekali tidak masallah jika harus dikatai seperti anak kecil. Dia memang sedang mengeluarkan jurus untuk menjadi anak kecil di depan Zema agar bisa merasakan bagaimana rasanya dimanja-manja oleh istrinya itu. 

"Bawain bekal, ya, Sayang?"

Zema tidak benar-benar mengambil pusing dengan panggilan sayang yang Hugo berikan sejak kemarin. Baru kali ini Hugo bisa melihat istrinya tersipu dengan panggilan sayang darinya. Meski memang Zema tidak menunjukkannya secara berlebihan, tapi Hugo bisa melihatnya.

"Oke! Tapi terserah aku menunya apa, ya?"

Hugo tersenyum dan mengangguk dengan antusias. "Aku tungguin sambil nonton tv, ya."

"Kalo kamu telat jangan salahin aku." Zema menggumam seraya memakai apron.

"Nggak ada yang bakalan ngomelin bos kalo telat, Sayang."

"Ada, kostumer kamu!"

Hugo tahu dia tidak akan menang melawan Zema yang ternyata memiliki pemikiran sangat kritis itu. 

"Ya, bener, sih. Tapi aku lagi nggak ada keluhan dari kustomer. Lagian juga ada manajer yang bakalan kena semprot duluan dari pada aku."

Zema tidak mempedulikan suaminya dan memilih memasak seadanya. Dia memang mau menuruti suaminya, tapi bukan sejak saat ini Zema bukan sosok penurut seperti dulu. Zema akan memberikan kejutan pada suaminya yang perlu diberikan banyak ujian untuk memperjuangkan Zema. 

[Bab 19 dan 20 udah ada di Karyakarsa, kalo mau baca duluan.]

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang