23/1 ; Zemaya

3.4K 667 12
                                    

Perempuan adalah pembicara sejarah ulung. Disaat sesuatu baik-baik saja, ada hal yang akan diangkat menjadi topik pembicaraan dan sukses mengacaukan suasana hati sendiri. Ya, sudah tahu akan membuka luka akan pembahasannya, masih saja suka membunuh hati sendiri dengan sengaja memancingnya. 

"Sekarang temanmu udah nggak pernah hubungi kamu lagi, ya?"

"Teman yang mana? Emil? Biasa aja, sih, kalo nggak butuh nggak bakal kontakan."

"Yang satunya?" pancing Zema lagi.

Hugo yang tadinya fokus bermain game online mendadak tidak bersemangat saat otaknya sudah bisa menangkan siapa yang ingin ditanyakan oleh sang istri. 

"Nah, mulai, deh! Mulai ngorek-ngorek masalah sendiri. Nanti kalo dibahas malah nangis, nanti aku yang salah lagi."

Kalimat balasan Hugo membuat Zema berdecak. "Ditanyain malah nyindir!" keluh Zema yang langsung memunggungi suaminya karena kesal.

"Eh, eh, eh? Kok, kamu malah menghadap sana tidurnya, Em?"

Hugo keluar dari permainannya, tidak peduli dengan hasil akhirnya. Hugo bukan tipe pria yang gila bermain game. Dia hanya suka iseng saja, tapi lebih suka bermain-main dengan istrinya karena memang lebih menyenangkan. 

"Kalo nggak mau jawab, nggak usah minta aneh-aneh!" Zema sudah membuat pagar dengan gulingnya dan membuat Hugo kelimpungan.

"Astaga, apanya yang mau dibahas? Cinta? Aku udah blok nomor dia dan seingetku aku udah bilang ke kamu, Em."

"Ya, emangnya nggak pernah ada nomor nyasar yang dia pake buat hubungi kamu?"

"Nggak tahu, kalo ada nomor nggak jelas masuk aku biasanya nggak angkat. Males kalo nomor penipu."

"Jadi, temen kamu itu udah kamu kasih lebel penipu juga?" tanya Zema berharap mendengar jawaban yang bagus keluar dari bibir suaminya.

"Iya. Aku anggap dia penipu juga," jawab Hugo yang langsung mendapatkan pelukan, lebih tepatnya terjangan kuat dari sang istri. "Em, Ya Allah! Inget kamu lagi hamil anakku. Jangan asal main terjang begini."

Zema tidak mendengarkan peringatan pria itu dan segera mendorong dada Hugo hingga telentang. Perempuan itu menaiki perut Hugo dan menangkup wajah pria itu.

"Mau ngapain? Aku suka serem kalo kamu tiba-tiba jadi aktif dan garang, Em."

"Hm? Emangnya kamu nggak suka kalo aku lebih aktif?"

Hugo menahan tubuhnya dengan kedua siku dan menghela napas karena perutnya yang semakin membuncit tanpa disadari. "Suka, tapi ngeri kalo pake gaya baru soalnya inget si dedek." Pria itu kembali berusaha menarik napas karena sesak. "Kayaknya aku harus rajin olahraga lagi, Em. Perutku makin buncit, nih. Aku juga harus latih stamina biar kuat."

"Kuat apa?" tanya Zema menurunkan wajahnya.

"Kuat naikin kamu atau dinaikin kamu, Em."

Meski malu dan terlihat merona, Zema tidak memprotes dengan ucapan suaminya. Dia justru malah merasa terhibur karena Hugo semakin peka dan bagus dalam memberikan jawaban. 

"Kamu aneh banget senyum-senyum sambil naikin aku begini, Em."

"Tapi kamu suka nggak?" 

"Sukalah! Kenapa juga aku harus nggak suka?"

Zema mengangkat bahunya dan mencium bibir Hugo. Dengan cepat perempuan itu bergerak maju mundur menggesekkan diri dari luar. Hugo mengerang dengan tindakan istrinya yang bisa dibilang brutal itu. 

"Tadi katanya kamu mau langsung tidur, Em? Aku sengaja nggak mancing kamu, sekarang kamu malah bikin aku tegang."

Hugo tidak bisa sepenuhnya fokus dengan ucapannya sendiri karena Zema sibuk bergerak menggesek kemaluan mereka yang masih terlapisi kain. Bibir mereka berbenturan sesekali dan Zema selalu mengubah posisi kepala untuk memperdalam kegiatan mereka itu. 

"Enak nggak?" tanya Zema dengan suara yang mendesah.

"Coba aja lihat isinya, kalo kamu lihat dia berdiri sempurna, itulah jawabannya."

Zema tertawa kecil dan terlihat menyukai ucapan Hugo. 

"Kamu beda banget malem ini. Ini bawaan hormon? Si dedek pengen ditengokin, ya?"

Hugo semakin bahagia dengan semua perkembangan Zema. Aktif bicara dan aktif menunjukkan keinginan untuk menghabiskan waktu bersama adalah hal yang sangat menyenangkan bagi Hugo. Karena semua perkembangan inilah dia selalu semangat ketika berangkat kerja dan tentu lebih semangat ketika akan pulang ke rumah. 

Zema tidak menjawab pertanyaan Hugo dan sibuk untuk meminta perhatian Hugo sepenuhnya untuk perempuan itu saja. Pertanyaan mengenai apakah anak mereka sedang ingin ditengok tidak membuat Zema ikut menatap perutnya sendiri. Sepertinya malam ini Zema ingin dimanjakan sepenuhnya.

"Kiss me," ucap Zema dengan menekan leher suaminya. Tentu saja pergerakan kepala pria itu tidak leluasa karena Zema menguncinya dengan menggunakan kedua tangan berada di lehernya. 

"Kamu mau dicium tapi kamu bikin leher aku nggak bisa kemana-mana."

Zema tidak mempedulikan itu. "Pakai lidah kamu buat bikin aku merasakan sesuatu, Go." 

Pancaran mata Hugo menunjukkan bahwa dirinya terkejut, tapi Zema tidak membiarkan pria itu untuk berlama-lama terkejut. Zema menjilat bibir pria itu lebih dulu untuk menyadarkan Hugo.

"Wow, you are so wild this time, Ema."

"Anggap aja pengganti sesi sebelumnya yang gagal karena kamu malah sibuk nahan ketawa."

Hugo tidak bisa tertawa kali ini karena istrinya benar-benar seksi. Wajah mereka serempak menjadi merah ketika merasakan serangan gairah yang ingin dituntaskan. Pakaian mulai berserakan tak tentu arah saat tangan mereka bergerak satu sama lain. Zema bisa merasakan milik suaminya yang berkedut dan menjadi semakin bersemangat.

"Malam ini aku nggak mau jadi lelucon, Go."

"Hm. I know, Em."

[Ada kode voucher potongan harga, nih, buat di Karyakarsa. Kodenya: ZEMA khusus buat 30 orang tercepat. Bisa buat cerita ini atau judul lainnya, kok. Happy reading!]

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang