Tidak pernah ada dalam perkiraan Hugo bahwa pulang dengan perjuangan malah membuatnya mendapatkan banyak masalah. Ini namanya hukuman sebelum berperang. Bagaimana mau menang kalau belum ada genderang perang sudah dihadang duluan? Sakit sekali kepala Hugo karena harus mengurus jet lag dan istrinya yang sudah marah besar tidak bisa dibujuk dengan apa pun lagi. Jatahnya yang sudah diambil sebelum pulang ke Jakarta harus kembali dijadikan jatah berpuasa.
"Ada-ada aja si Cinta! Gara-gara dia malah jadi makin runyam."
Hugo menekan-nekan keningnya dengan kepalan tangan kanan. Hingga saat ini dia masih belum mandi atau bergerak sedikitpun setelah sang istri mengunci pintu kamar.
Hugo memang lelah, tapi akan semakin lelah bila tidak juga menyelesaikan masalah. Selain Cinta, masalah ini juga ada kaitannya dengan Emil. Mereka bertiga terlibat dalam masalah di hotel, seharusnya. Namun, karena Emil tidak ada, malah Hugo yang dilimpahi penilaian buruk sendirian.
Mencari nomor Emil, Hugo segera melakukan panggilan telepon pada pria itu.
"Kalo sampe nggak diangkat, berarti dia emang sekongkol sama Cinta!" gumam Hugo menjadi ikut kesal sendiri.
Dia menjadi terus menimbang mengenai perkiraan Zema. Jika memang Cinta menargetkan sesuatu pada diri Hugo. Perempuan itu sudah sangat keterlaluan jika memang memiliki perasaan untuk Hugo. Padahal Jacinta sudah tahu bahwa Hugo memiliki istri dan tidak berniat mengkhianati pernikahan. Lebih parahnya, Cinta sama saja menipu Hugo dengan berpura-pura meminta bantuan untuk mendekati Emil! Jika Emil tidak tahu mengenai hal ini, berarti Cinta sudah menipu dua orang!
"Halo, Go?"
Diangkat. Itu berarti Emil tidak peduli dengan apa yang menimpa Hugo dan Cinta.
"Lo ketinggalan berita nggak, Mil?"
"Berita apaan?"
"Gue sama Cinta. Kayaknya seantero dunia tahu video yang disebar sama anonim di hotel yang waktu itu kita bertiga janjian ketemu."
"Oh. Tahu, kok. Akhirnya lo sama Cinta resmi, ya?"
"Hah?! Resmi apaan maksud, lo?"
"Resmi jadi pasangan silungkuhan. Akhirnya lo sama Cinta saling nyatain perasaan di hotel, kan, berarti?"
"Anjing! Mana ada kayak gitu!?"
"Lah?? Gue salah info?"
Hugo mendesah putus asa. "Ketemulah kita, Mil. Gue justru mau interogasi lo soal sesuatu. Kalo lewat telepon nggak bisa leluasa nanya-nanya."
"Halah bego. Ngapain lo interogasi gue yang jomblo? Ada juga gue yang nanya ke lo, akhirnya milih siapa? Apa ada rencana poli--"
"Monyet lo, Mil! Ngomong sembarangan lagi gue gorok tytyd lo! Ketemu sama gue di tempat biasa, jangan ada ngeles!"
Setelah sambungan telepon mati, Hugo segera bersiap. Berada di rumah juga tidak enak karena diabaikan oleh Zema. Jadi, lebih baik berangkat bertemu Emil. Meski begitu, Hugo tetap memutuskan berpamitan pada sang istri yang tidak keluar kamar.
"Ema, aku ketemuan sama Emil, ya? Kamu mau ikut nggak?" seru Hugo setelah mengetuk pintu.
"Ketemu Emil beneran apa Emil jadi-jadian!?" balas Zema dari dalam.
"Ya Allah. Kalo kamu nggak percaya, kamu bisa ikut, Ema sayang."
"Rak sudi!"
Jika sudah keluar logat Jawanya, Hugo pastikan tidak ada yang bisa pria itu lakukan karena dia tidak bisa menimpali bahasa yang istrinya gunakan.
"Yaudah. Kamu mau nitip makanan apa? Eh, kamu, kan lagi marah. Kalo gitu anakku mau nitip apa, Em?"
"HUGOOOOOO!"
Hugo tidak berani untuk meneruskan. Dia yakin Zema akan membuka pintu dan melemparkan sesuatu. Jika tidak buru-buru menyelamatkan diri, maka akan berbahaya bagi Hugo.
"Chat aku aja kalo mau sesuatu!" seru Hugo yang segera pergi dari sana.
***
Emil rupanya sudah sampai lebih dulu. Memang aneh mendapati Emil yang tidak datang ke pertemuan mereka di hotel. Jika Hugo ingat-ingat lagi, Emil memang orang yang disiplin dengan semua pertemuan. Dia memiliki usaha yang tidak berbeda jauh dari Hugo. Memang belum semaju Hugo, tapi Emil memiliki beberapa usaha kecil yang menghasilkan pundi-pundi tidak sedikit dan sudah pasti cukup untuk modal menikah dan menafkahi pasangannya kelak.
"Banyak yang lirik-lirik ke Anda Bapak Hugo."
Emil tertawa pelan karena Hugo sudah seperti selebriti dadakan. Semua yang serba viral memang akan menjadi buah bibir. Sayangnya Hugo viral dalam seni perselingkuhan, sungguh tidak menakjubkan.
"Jangan berisik, Mil. Gue pusing banget ini, nggak sempet istirahat."
Emil mengangguk. "Mau makan apaan? Gue traktir, deh."
"Tumbenan, Mil? Lo nggak lagi ngerayain apesnya nasib gue, kan?"
"Nggak, gue mau buka bisnis baru sama mantan pegawai bokap gue."
"Gila. Buka usaha mulu, lo. Handle satu aja susah, mau buka usaha lagi."
Emil mengibaskan tangan tanda tak mau dikoreksi. "Pesen, habis itu langsung ke intinya aja. Lo mau interogasi gue apaan?"
Hugo menuruti temannya itu dengan memesan makanan lebih dulu sebelum membuka bahan pembicaraan dengan Emil.
"Jadi, lo punya masalah apa sampe pengen interogasi gue, Go?" tanya Emil.
"Gue minta maaf sebelumnya. Tapi gue mau jujur kalo gue curiga lo kerjasama bareng Cinta buat jebak gue di hotel. Bener apa nggak, Mil?"
Apa Hugo bisa mendapatkan jawaban jujur dari temannya itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tidur [TAMAT]
General Fiction[Baca lengkap di Karyakarsa 'kataromchick'] Kashihugo Bijaksana dan Zemaya November adalah pasangan yang unik. Keduanya memiliki nama yang akan menjadi bahan perbincangan-ejekan-orang. Orang tua yang saling melengkapi; orang tua Hugo begitu ramai, d...