12/2 ; Kashihugo

4K 914 31
                                    

Pada akhirnya Hugo tetap memilih mengalah dan tidak bersikap gegabah menghadapi Zema. Dia menekan rasa kesal kepada perempuan itu supaya Zema tidak membatasi keinginan Hugo menyentuh perut yang berisi anak mereka. Jika Hugo membuat ulah dengan membuat Zema tak nyaman, maka besar kemungkinan dirinya akan diberikan hukuman tidak main-main dari perempuan itu dengan menjauhkan diri karena sadar Hugo akan kesulitan membangun momen bersama anak di dalam perut Zema.

"Apa kamu nggak masalah dengan penerbangan ini? Anak kita nggak akan kenapa-napa?" tanya Hugo yang semakin waspada karena menyadari selama ini dia tidak melindungi Zema sama sekali.

"Kenapa kamu tanya? Kamu bukannya lagi kesel sama aku?" balas Zema yang malah menikmati es krim yang tiba-tiba dibelinya sendiri.

Saat perempuan itu pergi sendiri membeli es krim di minimarket, Hugo kelimpungan mencari. Dia hampir berpikir Zema sengaja meninggalkan ke bandara lebih dulu karena mereka sempat terlibat perdebatan tadi. Namun, ternyata Zema berjalan kaki menuju minimarket dengan dua kantong plastik berisi makanan yang diinginkannya saat itu juga. Padahal Hugo tahu bahwa istrinya hanya tak mau meminta bantuan untuk membeli makanan ringan guna selama berada di pesawat. Kebiasaan Zema yang terbiasa menggunakan bus dan membawa bekal dibawa hingga saat menaiki pesawat. Meski repot, Hugo senang karena perempuan itu tidak mengubah keputusan untuk kembali ke Jakarta atau melakukan tangisan lainnya seperti saat di hotel menemukan Hugo dan Cinta. 

"Aku cemas, Ema."

"Kalo aku biasa aja itu tandanya aku nggak dan anakku nggak apa-apa."

Hugo tidak berusaha terpancing dengan sinisnya perempuan itu membalasnya, bahkan pada kata 'anakku' itu sangat membuat telinga Hugo terganggu dan pria itu berusaha diam. Zema biasanya akan menjebaknya jika terpancing dengan kalimat perempuan itu.

"Bagi tahu aku kalo kamu merasa nggak nyaman dengan sesuatu, ya. Aku nggak mau jadi pasangan yang bodoh untuk ketinggalan semua perkembangan kamu dan anak kita." 

Sekarang Hugo lebih memilih untuk tidak mengambil pusing dan lebih baik dirinya bersikap memanjakan Zema agar perempuan itu tidak marah dan bisa salah tingkah. Perempuan tetaplah perempuan yang ingin dimengerti dan disayang, jadi Hugo yakin kali ini dia bisa membuat istrinya terdiam karena terkejut dengan respon Hugo.

"Hm." 

Hugo menahan senyumannya, Zema memang tidak terbiasa diberikan perhatian oleh Hugo. Betapa pria itu menyadari kebodohannya karena tidak segera memperbaiki hubungan mereka sejak tahun pertama pernikahan!

"Laper nggak? Sekarang, kan, kamu makan untuk dua porsi."

Sekarang Hugo bisa melihat mata Zema yang menatapnya dengan pandangan bertanya. "Aku akan cari makanan kalo aku laper, es krim ini cukup buat bikin aku kenyang."

Hugo meletakkan tangannya di permukaan perut istrinya. "Kamu kenyang, terus anak kita udah pasti kenyang?" 

Hugo bisa merasakan tubuh Zema yang menegang karena sentuhan itu. Mata mereka yang saling bertatapan mengatakan bahwa ada getaran yang tidak bisa ditampik disaat seperti ini. Hugo yakin hubungannya dan Zema akan semakin membaik.

Zema berdehem sebelum menjawab pertanyaan Hugo. "Kalo aku kenyang, bayinya juga kenyang."

Sekarang perempuan itu membuang muka dari Hugo dan suasana menjadi canggung karena perempuan itu tak terbiasa melakukan hal romantis dengan suaminya. Hugo tak bisa menahan senyumannya sendiri sambil menatap sisi wajah Zema. Dia akhirnya memilih menggenggam tangan Zema dan menatap ke depan untuk tidak membuat perempuan itu semakin canggung. 

Mereka menghabiskan sisa perjalanan dengan saling diam karena Zema tak bisa menerima secara langsung perubahan sikap suaminya. Hugo sendiri memang sudah berniat memperbaiki hubungan dengan kesempatan yang diberikan oleh Zema, jadi mereka masih kesulitan menemukan ritme yang pas setelah hubungan mereka yang kaku. 

Saat sampai, Hugo menghubungi salah satu pegawainya di toko untuk menjemput. Zema sendiri mendadak lemas setelah turun dari pesawat, dia ingin segera bertemu dengan kasur dan tidur nyenyak. Sayangnya mereka masih harus menunggu dan Zema hanya bisa duduk termenung karena lelah.

"Nunggu beberapa menit lagi nggak apa?" tanya Hugo yang menyadari istrinya kelelahan.

"Hm."

Hugo melihat keringat yang turun dari kening istrinya. Diusapnya keringat itu dengan tangan, lalu menarik kepala Zema untuk bersandar di dada pria itu.

"Go? Ini di tempat umum!"

"Kita suami istri, Em. Nggak ada larangan buat lakuin ini. Rangga sama Cinta aja bisa ciuman di bandara, masa kita yang cuma rangkulan begini aja nggak boleh?"

"Terserah kamu, deh!"

Dengan Zema yang menurut, Hugo merasa lebih damai. Jemputan mereka juga akhirnya datang setelah hampir tiga puluh menit menunggu. 

Perjalanan menuju rumah mereka dihabiskan oleh Zema untuk tidur. Perempuan itu benar-benar kelelahan dan Hugo tak mau mengganggunya. Dia sudah bersiap untuk menggendong sang istri ketika turun dari mobil, tapi ternyata Zema lebih dulu membuka mata begitu memasuki komplek perumahan mereka.

Kebahagiaan melihat rumah mereka nyatanya tidak bertahan lama, ada sosok perempuan duduk di kursi teras depan kentara sedang menunggu. Hugo menyadari siapa itu dan dia langsung menatap sang istri yang menyadari kehadiran Cinta juga di sana. Duh, ngapain, sih! Bisa runyam kalo mereka ketemu. Hugo tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi dia yakin Zema sudah kembali marah dengan ekspresi keras yang perempuan itu miliki.

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang