13/2 ; Zemaya

4K 953 45
                                    

[Yang mau langsung baca sampe ending, tentu bisa langsung ke akun Karyakarsa kataromchick. Silakan banget, loh. 🤭]

"Aaakkhh!" 

Dua raungan membuat Hugo bingung. Jelas saja pria itu kebingungan, Zema menyentuh perutnya seraya menjambak rambut Jacinta yang merasakan sakit dari tindakan Zema. Dua orang wanita yang berseteru memang selalu seru untuk ditonton. Itulah kenapa sekarang kondisi tetangga Hugo mulai melongok dan membuka pintu mereka untuk melihat apa yang sedang terjadi. 

"Go!" seru Zema dengan raut wajah kesakitan dan meminta atensi sang suami sepenuhnya. 

"Aduh, aduh, aduh!" Cinta berusaha membuat  rambutnya tidak ditarik lebih kuat oleh Zema. Perempuan itu pastinya takut jika rambutnya yang dirawat dengan baik menjadi rontok dan rusak. 

"Ema, itu ... rambutnya." Hugo jadi bingung sendiri bagaimana caranya untuk bisa menghentikan istrinya. 

"Aduh, Go! Anak kamu bikin ulah, nih. Aduh, perutku!"

Hugo jelas akan lebih peduli dan mengurus Zema ketimbang Cinta yang tidak bisa melakukan apa-apa ketika tenaga Zema semakin kuat menjambak rambut perempuan itu hingga kini membungkuk-bungkuk menyesuaikan tangan Zema yang bisa saja meremat kulit kepala Cinta dengan kuat. 

Tidak ada yang bisa memisahkan dua wanita yang sedang berseteru, mereka akan menjadi tontonan dan Hugo tak mau istrinya menjadi bahan tontonan lagi. Hugo tidak peduli dengan dirinya sendiri, tapi stres akan mempengaruhi istrinya yang sedang hamil. 

"Em--"

"Anak kamu benci banget sama perempuan bajingan ini, Go!" seru Zema hingga semua orang bisa mendengar.

"Kalo kamu nggak ambil tindakan yang anak kamu mau, aku bisa jamin salah satu diantara kita bakalan main darah-darahan di sini!"

Hugo dengan sangat panik menarik lengan istrinya hingga terlepas dan memaksa helai rambut Cinta rontok. 

"Pergi dari sini, Cinta!" Pada akhirnya Hugo mengusir Cinta dengan suara yang menggelegar. 

Zema bisa melihat ketidaksabaran Hugo karena menghadapi situasi tidak menyenangkan disaat baru saja menginjakkan kaki kembali di rumah. Dia merasa sangat lelah dan Cinta menjadi pelampiasan rasa lelah pria itu. 

Bagus. Zema memang menginginkan ini sejak awal. Dia tidak suka Hugo yang mengemis maaf dan tidak bertindak tegas kepada teman lamanya itu. 

"Hugo ... aku--"

Dengan agak kasar, Hugo mendorong Cinta untuk pergi dan memilih membawa Zema masuk ke dalam rumah tanpa menoleh ke belakang lagi. 

***

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Hugo dengan kekhawatiran yang serius. 

Zema tahu suaminya tidak berbohong untuk kondisi saat ini. Mungkin memang benar bahwa Cinta tidak ada di dalam hati dan pikiran Hugo, pria itu hanya sial karena dimanfaatkan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin memang Cinta memiliki perasaan untuk suami Zema, tapi Hugo tidak terlihat memiliki rasa yang sama. 

"Harusnya nggak apa-apa." 

Jawaban Zema yang menggantung tidak membuat Hugo lega sama sekali.

"Apa maksudnya 'harusnya nggak apa-apa'?"

Zema menatap suaminya yang tiba-tiba saja terlihat menyebalkan. Padahal Zema tidak sedang merasa kesal pada Hugo, tapi pada teman pria itu. 

"Ya, harusnya emang nggak apa-apa kalo aja temen kamu itu nggak dateng ke sini dan bikin masalah!"

"Ya, mana aku tahu dia bakalan dateng ke sini? Aku bahkan kaget karena dia udah ada di depan rumah disaat kita baru aja pulang."

"Kalo gitu harusnya kamu percaya sama aku kalo dia memang punya niat nggak bener dengan deketin kamu!"

Hugo mengusap wajahnya dengan frustrasi. Dia tidak tahu harus menjawab apa pada Zema yang terlihat marah. Jika mereka berdua sama-sama tak mau mengalah, maka kondisi mereka akan kembali saling berdebat dan akan berujung pada perang dingin lagi. 

"Aku nggak tahu kalo dia bakalan nunjukkin sifat seperti ini, Em." Dengan perlahan pria itu mendekati istrinya. 

"Sekarang kamu lihat sendiri, kan?" tanya Zema masih dengan nada marah. 

Hugo menganggukan kepala dan memilih mengiyakan kalimat Zema. 

"Jangan pikirin dia lagi. Aku beneran takut waktu kamu pegang perut kayak tadi. Apalagi kamu malah jambak rambut Cinta. Aku bingung kamu kesakitan atau mau nyerang. Aku bingung gimana caranya supaya kamu tetap tenang dan fokus pada kehamilan aja."

"Kalo kamu mau aku fokus buat anak kita, kamu harus bisa lebih tegas dari tadi! Kamu tahu nggak, sih, bahasa mulutnya si Jancok itu bikin aku yang lagi hamil anak kamu ini jadi naik darah!? Kamu harus tahu kalo ibu hamil nggak boleh naik darah, kan? Itu nggak bagus buat aku! Kamu harus bisa bikin aku rileks karena kamu suamiku, kan? Kamu masih sadar kalo bakalan jadi papa, kan?"

Hugo menganga melihat istrinya yang bicara begitu panjang. Zema bukan hanya mengerikan ketika marah karena selama tiga tahun ini jarang bereaksi, tapi juga mengerikan ketika bisa bicara selayaknya peluru yang keluar dalam jarak rapat. 

"Kenapa kamu diem?!" 

"Maaf. Aku terkesima lihat kamu ngomong super panjang, Em."

Zema yang sudah terlanjur kesal memukul dada suaminya dan memilih berjalan menuju kamar lebih dulu. Dia akan menghukum Hugo untuk kesalahan yang harusnya dilimpahkan pada Cinta. Tapi Cintanya nggak ada, jadi limpahin aja ke Hugo! 

"Em--"

Belum selesai pria itu menyatakan ucapannya, Zema sudah lebih dulu menutup pintu dan memilih menguncinya. 

"Ema! Kok, dikunci??" teriak pria itu dari luar. 

"Nggak ada jatah tidur bareng, Go! Sampai kemarahan aku mereda karena ulah temen sialan kamu itu!!!"

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang