11/2 ; Zemaya

4.3K 854 25
                                    

Zaka tidak memiliki keraguan dengan apa yang anaknya pilih. Dia menginginkan waktu bicara berdua karena memang tak ingin merasa janggal karena menyimpan apa pun sendirian. Dia ingin Zema tahu bahwa dirinya tidak akan meninggalkan putrinya itu kecuali dirinya memang sudah tiada di dunia ini. Pesan itu bisa Zema dengarkan dan pakai ketika memang membutuhkan pegangan. 

"Bapak nggak keberatan dengan keputusanku ini?" tanya Zema yang mencoba untuk membaca ekspresi bapaknya.

"Apa pun yang kamu putuskan, itu sudah kamu pikirkan dengan matang. Bukan kapasitas bapak untuk meragukan apa yang kamu pilih."

"Terus, apa yang Bapak coba sampaikan dengan meminta waktu bicara denganku?"

Zaka menatap putrinya, lalu melirik ke arah kopi yang ada di meja yang diapit kursi mereka. "Bapak hanya mau bilang, jangan pernah malu untuk mencari  bapakmu ini ketika kamu membutuhkan apa pun yang kamu rasa sulit kamu hadapi sendiri."

Zema tidak pernah gagal dibuat terharu dan ingin menangis dengan apa pun yang bapaknya katakan. Selalu ada makna mendalam yang keluar dari mulut pria itu. Meski bukan hubungan yang terlalu lengket antara Zema dan bapaknya punya, mereka jelas membagi kasih sayang dengan ekspresi datar dan kata-kata singkat yang terkadang terdengar sarkas.

"Kalo kemaren kamu yang susah payah naik bus untuk ke rumah ini. Kamu besok-besok ketika menghadapi kesulitan lagi, ingat kalo bapakmu ini juga bukan orang keterlaluan miskin yang nggak bisa terbang dengan pesawat mahal. Bapak bisa saja membeli maskapai, kamu harus tahu itu."

Zema tertawa kecil mendengar kalimat jemawa itu. "Kalo bisa, ya, Pak?" balas Zema dengan nada bercanda. 

"Iya! Garis bawahi bagian itu, KALO BISA."

Zaka selalu suka bercanda disela kalimat seriusnya. Pria itu bisa saja menjadi komika atau berbagai jenis penghibur kreatif lainnya, jika seandainya lebih mendalami dunia seni. Tapi tidak, Zaka memilih menjadi orang biasa saja untuk kelangsungan hidup normal sejak dulu. Karena untuk menjadi orang terkenal dengan kreativitasnya, Zaka akan menghancurkan keluarga kecilnya yang sederhana. 

Zema selalu ingat cerita mengenai pertemuan bapak dan ibunya yang terdengar sederhana tapi juga rumit. Kisah orang tuanya selalu menjadi dongeng romantis sejak Zema menginjak remaja, tapi masih hobi mendengarkan dongeng bapaknya. Cerita itu pula yang membuat Zema belajar bahwa menjalani pernikahan yang sederhana, tak selalu mudah juga jalannya. Jika Zema melepaskan seseorang yang akan menjadi ayah dari anaknya yang belum lahir, memberikan kesempatan perempuan lain untuk memanfaatkan kebodohan suaminya, maka mungkin Zema akan menjadi lebih kesal karena belum sempat diperjuangkan hingga ke titik klimaks.

"Bapak lihat apa dari seorang Hugo sejauh ini?" tanya Zema yang ingin mendengar pendapat bapaknya mengenai Hugo.

"Dia mencintai kamu, tapi nggak tahu gimana kalo menurutmu. Kalo selama ini dia menyia-nyiakan kamu, mungkin tebakanku ini salah."

Itu yang Hugo katakan setelah Zema menanyakannya. Setelah tiga tahun yang lama, setelah selama ini Zema mengira dirinya tidak pantas dicintai Hugo karena diberikan label sebagai tidur semata, akhirnya ada kata cinta yang diberikan Hugo. Hubungan mereka baru diluruskan setelah adanya drama dan hampir gugatan perceraian yang Zema pikirkan. Pria itu sangatlah bodoh dan Zema sangat kesal karena tidak diperlakukan dengan benar selama ini. Dia keberatan pergi tanpa menyiksa Hugo dan menghadapi perempuan yang entah apa motifnya.

"Aku mungkin akan banyak berubah pikiran, Pak. Aku mungkin nggak bisa sekuat yang aku inginkan."

Zaka menarik napasnya dan memberikan kalimat yang lagi-lagi tidak bisa Zema dapatkan dari pihak lain. "Berubah pikiran, bukan berarti kita lemah. Mungkin keadaan mencoba membuat kita sadar, bahwa kekuatan tidak selalu terlihat sekeras batu karang. Keadaan mengajarkan bahwa kekuatan sebenarnya adalah tentang memiliki keikhlasan dengan apa pun kondisimu."

Zema mengerti maknanya. Tidak semua orang bisa ikhlas, bahkan sebagian besar masih belum menemukan bentuk keikhlasan yang selalu digadang-gadang banyak orang bijak. Orang yang ikhlas adalah orang yang kuat, ikhlas mengandalkan kesabaran dan ketulusan. Ikhlas juga mengajarkan bagaimana seseorang bisa rela berkorban. Layaknya para jenderal perang yang rela berkorban demi sesuatu. Jika saja para pahlawan itu picik, mereka bukan sebenarnya orang yang kuat. 

"Jangan risaukan apa yang berubah di masa mendatang," ucap Zaka membuyarkan pikiran Zema. "Pikirkan anak di dalam perutmu yang harus menjadi prioritas. Bapak nggak bisa menjaganya seratus persen kecuali kamu sendiri. Semua masalah ini harus kamu hadapi sekaligus baik-baik menjaga calon cucu bapak."

Zema tersenyum dengan bahagia karena memiliki sosok bapak yang tidak akan pernah disesalinya sudah membuatnya ada. Dia terlalu senang hingga tidak menyadari bahwa Hugo terkejut melihat interaksi Zema dan Zaka yang sibuk mengusap perut perempuan itu. Zema lupa bahwa bisa saja Hugo mengetahui kebohongannya lebih cepat dari dugaan. 

Teman Tidur [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang