Seminggu dalam perawatan membuat kondisinya membaik. Memang masih ada banyak memar di bagian wajah dan tubuhnya yang tertutupi dengan pakaian, tapi Hugo sudah bisa bicara pelan dan berjalan kaki menuju kamar mandi. Meski ada sisa ngilu, Hugo sudah sangat lebih baik. Hatinya juga merasa lebih baik karena Zema tidak membuat ulah seperti hari pertama menjenguk Hugo. Perempuan itu tampaknya sudah mereda akan amarah.
"Aku mau mandi, Em."
Zema memutar tubuhnya yang sedang mengeluarkan pakaian sang suami dari tas yang Windu bawakan. Ya, Hugo menggunakan pakaian bapak Zema untuk sementara waktu. Tidak ada waktu bagi Zema untuk membelikan suaminya pakaian baru, itu terlalu boros. Meski suaminya memiliki penghasilan yang besar, tapi Zema tidak mau bermurah hati untuk keperluan suaminya itu. Hanya Zema yang boleh boros.
"Iya."
Zema kembali dalam mode tidak banyak bicara. Selama menjaga dan mengurus suaminya, perihal mandi adalah tanggung jawab Zema. Orang dari rumah sakit jelas tidak mau menyentuh tubuh Hugo, hanya memberikan sabun cair khusus setiap kali berkunjung diwaktu mandi pagi atau sore.
Hugo belum berani untuk membicarakan mengenai janin yang menurut Zema sudah digugurkan itu. Meski sudah mendengarnya dari bibir istrinya lebih dari sekali, Hugo masih tidak percaya akan hal tersebut. Hanya saja, sebagai pria yang membuat istrinya salah paham, Hugo juga tidak yakin Zema akan mempertahankan janin itu dengan pembawaan cuek setiap kali mereka bersama.
"Hari ini aku mau pake warna biru, Em."
"Pake apa yang aku siapin. Nggak ada rewel!"
Hugo langsung terdiam begitu istrinya mengatakan demikian. Zema sedang dalam mode senggol bacok jika membalas perkataan dengan demikian.
"Ada sampo, nggak, Em? Kayaknya rambut aku bau, deh, Em. Kamu nggak cium baunya?"
Zema mengernyit. "Ngapain aku ciumin rambut kamu?"
"Ya, kalo kamu lagi deket-deket sama aku. Kamu biasanya sensi kalo aku bau badan."
"Itu kalo kamu tidur di sampingku dan nggak wangi."
Hugo mengulum senyumannya. Zema mengingat kebiasaan itu tanpa marah-marah, Hugo menangkapnya seperti Zema akan melakukannya jika nanti mereka sudah satu ranjang lagi.
"Kamu bisa, kok, tidur di sini nanti malem."
Zema terlihat semakin mengernyit dengan ucapan suaminya. Hugo sengaja menggoda Zema untuk bisa tidur satu ranjang lagi. Namun, Zema tidak ingin pria itu kecewa secara langsung. Zema akan menundu memberitahu bahwa sore ini pria itu boleh pulang.
"Berdiri, ke kamar mandi!" Zema memberikan perintah pada suaminya.
Hugo mengangguk dengan antusias. Pria itu tidak melawan sama sekali dengan perintah yang diberikan Zema. Ini karena Hugo senang selalu dimandikan oleh sang istri. Pria itu merasa beruntung dipukuli oleh mertuanya, karena jika tidak, dia tidak akan memiliki kesempatan seperti ini.
Di dalam kamar mandi, Hugo menunggu istrinya untuk datang dan membantu. Hugo masih tidak leluasa menarik pakaian melewati kepala tanpa bantuan Zema karena lengan kanannya memang masih ngilu ketika digerakan.
"Baju bapak aromanya Kispray banget, ya, Em." Hugo mencoba membangun pembicaraan selagi istrinya mulai melucuti pakaian pria itu.
Sejujurnya Hugo selalu salah tingkah ketika dimandikan istrinya begini. Sedangkan Zema terlihat biasa saja. Hugo harus mengakui dia merindukan Zema. Merindukan untuk bermesraan dengan perempuan itu seperti sebelum semua ini terjadi. Itulah mengapa Hugo menjadi lebih cerewet dari sebelumnya meski bicara dengan sangat perlahan.
"Hm. Ibu yang ngurusin, nggak aneh baunya Kispray."
Hugo menahan diri untuk tidak mencium bibir istrinya ketika perempuan itu mencuci muka Hugo. Posisi mereka yang saling bertatapan, dengan Hugo yang mendongak, adalah posisi yang kissable sekali. Sebenarnya mereka tidak saling bertatapan, tapi lebih tepatnya Hugo yang tidak bisa melepaskan tatapan dari istrinya.
"Kalo ibu suka pake Kispray, kamu suka nunjukkin ekspresi kissable banget, Ema."
Zema tidak tersipu dengan celetukan suaminya itu. Zema juga enggan membalas ucapan suaminya dengan kata-kata, Zema dengan cerdas membungkam mulut mesum suaminya dengan menggosok bibir pria itu dengan sabun cuci muka lebih keras. Lalu, bukan hanya mulut pria itu yang dibersihkan secara brutal, tapi juga matanya, supaya Hugo tidak menatap Zema dengan pandangan mesum juga.
Setelah mendapatkan perlakuan yang luar biasa itu, Hugo baru bisa protes dengan leluasa saat istrinya bersiap memberi sampo pada rambut suaminya.
"Kamu tega banget, sih, Em. Kenapa cuci mukanya brutal banget?"
"Nunduk. Lihat ke lantai, jangan sampe sampo ini turun ke mata kamu dan bikin perih. Jangan kebanyakan ngomong."
Hugo berdecak dan tetap menuruti titah istrinya itu. Dia bingung kenapa Zema tidak terlihat mupeng sama sekali dengan kondisi tubuh Hugo yang tidak terbalut apa pun dan duduk di kloset. Padahal, jika mereka dalam kondisi menjadi pasangan seperti biasa, Zema bisa menunjukkan kemampuan hebatnya. Ah, jadi ngebayangin Ema kalo pake mulut. Astaga!
Jika saja Cinta tidak mengajaknya bertemu di hotel, Hugo akan tetap makmur untuk bermesraan dengan istrinya! Gara-gara Cinta, semua orang salah paham pada Hugo. Setelah bisa bicara banyak, Hugo akan menjelaskan semuanya pada sang istri. Setelah mereka kembali ke rumah, Hugo akan mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tidur [TAMAT]
General Fiction[Baca lengkap di Karyakarsa 'kataromchick'] Kashihugo Bijaksana dan Zemaya November adalah pasangan yang unik. Keduanya memiliki nama yang akan menjadi bahan perbincangan-ejekan-orang. Orang tua yang saling melengkapi; orang tua Hugo begitu ramai, d...