Aku pernah mencintai seseorang hingga hampir mati.
Jika saja Hugo adalah pria yang melankolis, dia pasti menyerukan kalimat tersebut dalam sebuah puisi. Bukan hanya dirinya yang harus membaca puisi tersebut, tapi seluruh dunia!
Perjuangannya untuk mendapatkan maaf dan bisa membuat istrinya kembali ternyata tidak mudah. Mertuanya memiliki tenaga yang tidak bisa diremehkan, apalagi ketika sedang menduduki puncak amarah.
Jika Hugo ingat-ingat lagi, dirinya berangkat menuju Semarang setelah mamanya memberikan masukan yang tidak bisa Hugo tolak. Dia mencari tiket pesawat seperti orang stres karena tidak menyiapkan kebutuhannya dengan benar. Orang pergi ke laur kota bukan tanpa apa-apa, harus ada banyak yang disiapkan. Tapi Hugo heran istrinya bisa pergi tanpa kembali ke rumah. Bagaimana bisa? Ah, lupakan dulu mengenai pertanyaan itu. Hugo jelas ingin mengingat dengan detil bagaimana dirinya bisa berakhir di rumah sakit.
Hugo yang sampai di rumah mertuanya usai subuh mengetuk dan menyalami dengan sopan. Kedatangannya semula membuat dirinya disambut dengan baik. Ibu Zema yang memang sangat menyayanginya berniat menghidangkan jamuan, tapi pertanyaan bapak mertuanya yang tanpa basa basi membuat tubuh Hugo langsung kaku.
"Kenapa kamu datang sendirian? Di mana Zemaya?"
Hugo jelas terkejut. Semula dia mengira Zema sudah berada di rumah orang tuanya hingga Zaka dan Windu menyambutnya dengan baik. Namun, rupanya kedua orang tua Zema tidak mendapati putri mereka pulang.
"Saya ... saya ke sini, mau mencari Ema, Pak."
Wajah Zaka yang sejak semula memang sudah datar menjadi lebih kaku setelah mendengar ucapan Hugo yang terbata-bata.
"Kenapa putri saya kabur?"
Pertanyaan Zaka belum sempat terjawab karena pecahan kaca dari arah dapur membuat mereka langsung beranjak untuk melihat apa yang terjadi dengan ibu Zema.
"Ada apa, Bu?" tanya Zaka melihat istrinya menangkup bibir dengan reaksi terkejut.
Tangan Windu bergetar, gerakan mata wanita itu juga demikian. Windu menatap Zaka dan Hugo bergantian. Di lantai, sudah ada gelas yang pecah serta ponsel yang entah bagaimana bisa terjatuh.
"Kamu pergi!" ucap Windu pada Hugo.
Baik Hugo dan Zaka jelas kebingungan. Tidak ada yang mengerti kenapa Windu mengusir menantunya sendiri. Namun, Hugo agaknya menyadari bahwa tindakan Windu juga bertujuan untuk melindungi Hugo dari serangan Zaka.
"Kamu kenapa, Bu?" tanya Zaka lagi pada sang istri.
"Hugo, pergi dari sini!"
Hugo menjadi kebingungan. Dia tak mau dinilai sebagai menantu tidak tahu sopan santun, tapi di sisi lain dirinya juga merasa terancam.
"Bapak jangan lihat hape!" Windu juga berteriak melihat suaminya menunduk mengambil ponsel wanita itu.
Zaka tidak mempedulikan teriakan istrinya dan melihat apa yang seharusnya tidak diketahui oleh pria itu. Karena Windu tahu bahwa suaminya pasti akan bertindak gegabah jika emosinya tersulut.
Hugo menjadi kaku di tempat saat mendengar samar-samar suara Zema terputar di video yang entah dari mana asalnya. Zaka langsung mendapatkan kesimpulan dan akhirnya mendorong tubuh Hugo dengan pukulan tangan kosongnya.
Tanpa banyak bicara, Zaka menyerang Hugo. Membuat Hugo hanya bisa berlindung dengan tangan di bagian wajahnya. Sayang, kemarahan Zaka tidak terkontrol hingga apa yang ada di sekitarnya menjadi alat untuk menyiksa Hugo.
"Bapak! Ya Allah, udah, Pak. Istighfar, Pak! Nyebut!" Windu mengingatkan suaminya untuk tidak memukuli Hugo lebih parah.
Tongkat kasti yang sudah lama tida digunakan untuk bermain, menjadi salah satu alat yang paling menguntungkan Zaka. Tubuh Hugo terpental ke pelataran karena pria itu terus berusaha mundur. Pada satu titik, Hugo terjebak dan hanya bisa pasrah saat merasakan tongkat kasti mengenai seluruh tubuhnya.
Hugo hanya ingat bahwa ekspresi bapak mertuanya begitu ganas dan teriakan ibu mertuanya yang menangis berharap suaminya berhenti. Sayangnya, pandangan Hugo yang berhenti karena gelap menyapa. Tiba-tiba saja dia sudah terbaring di rumah sakit dengan kondisi yang masuk kategori parah.
Tubuhnya tidak bisa digerakkan. Lehernya kaku, bibirnya terluka, dan pelipisnya yang hancur membuat kelopak matanya menjadi lebih turun. Ini lebih parah dari korban kecelakaan bagi Hugo. Dia hampir mati ditangan bapak mertuanya sendiri.
Ketika Hugo sadar, tidak ada siapa pun di ruangannya. Dia sendirian, dan tidak tahu apakah ada yang tahu mengenai kondisinya sekarang atau tidak. Ingin sekali Hugo menghubungi orang tuanya, tapi tubuhnya tidak mampu bergerak. Semuanya sakit dan ngilu.
Istrinya belum ditemukan, tapi dia sudah hampir mati. Bagaimana dia bisa mencari Zema jika kondisinya seperti ini?
Pintu berbunyi, tapi Hugo tidak bisa menoleh untuk mengetahui siapa yang datang.
"Hugo."
Rupanya ibu mertuanya.
"Ada yang datang untuk kamu, Nak Hugo."
Hugo tidak bisa merespon karena tubuhnya kaku. Tapi yang jelas Hugo bisa merasakan usapan di tangannya.
"Kamu nggak perlu mencari aku lagi, karena sekarang aku udah di sini."
Ema ... akhirnya kamu datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tidur [TAMAT]
General Fiction[Baca lengkap di Karyakarsa 'kataromchick'] Kashihugo Bijaksana dan Zemaya November adalah pasangan yang unik. Keduanya memiliki nama yang akan menjadi bahan perbincangan-ejekan-orang. Orang tua yang saling melengkapi; orang tua Hugo begitu ramai, d...