Part 3🔸

67.6K 6.4K 71
                                    

Vote dan komen jgn lupa(◔‿◔)

Setelah memeriksa Jillian dan memastikan Jillian masih hidup, baru lah Daisy bisa bernafas lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memeriksa Jillian dan memastikan Jillian masih hidup, baru lah Daisy bisa bernafas lega.

Semuanya masih terasa seperti mimpi. Bisa hilang dalam sekejap mata kala tersadar sepenuhnya. Mimpi yang begitu indah, namun juga menakutkan.

Daisy menepuk pipinya pelan, guna menyadarkan dirinya sendiri dan membantah pemikiran negatifnya.

"Sadarlah, Daisy! Ini bukan mimpi, tapi kenyataan!" Lirihnya.

Daisy mengedarkan pandangannya ke segala arah. Semua masih sama seperti dulu. Warna rumah, interior rumah, suasana rumah, dan tatanan furniture di setiap sudut rumah. Semuanya masih sama.

Seulas senyuman tipis muncul di bibirnya. "Ini bukan mimpi. Kau benar-benar kembali ke masa lalu. Sang pencipta sudah berbaik hati padamu dengan memberikan kesempatan kedua. Kau harus bisa menggunakan kesempatan kedua ini sebaik mungkin!" Gumamnya pelan. Sangat pelan.

"Pagi, nyonya." Sapa seorang maid mengagetkannya.

"Pagi." Balas Daisy sedikit tersenyum, meskipun senyumannya terlihat sangat kikuk.

Maid bernama Chessa tersentak kaget mendapati sapaannya dibalas. Padahal biasanya Daisy selalu mengabaikan dirinya dan menatapnya dingin.

"Ah, kenapa nyonya bangun sepagi ini? Apa ada yang menganggu tidur nyonya?" Tanya Chessa ramah.

"Aku ingin menyiapkan sarapan untuk Noah dan Jillian." Daisy melanjutkan jalannya, meninggalkan Chessa yang tercengang mendengar jawabannya.

Di tengah-tengah tangga, Daisy mendadak berbalik dan tersenyum manis ke Chessa. "Terima kasih sudah menjaga Jillian selama ini."

Chessa kian tercengang melihat perubahan Daisy. "Kenapa nyonya sangat aneh pagi ini?" Lirihnya.

Sementara itu, Daisy sudah sibuk berkutat di dapur. Mulai dari mencari bahan, membersihkannya, dan memasaknya.

Daisy sangat ahli memasak karena sudah terbiasa hidup mandiri sejak kecil. Rasa masakannya tak perlu diragukan lagi. Bisa bersaing dengan masakan koki terkenal. Hanya saja, selama ini Daisy enggan memasak untuk suami dan anaknya. Ia lebih memilih memasak untuk kekasihnya.

Istri durhaka. Yah, itulah dia.

Mengabaikan keluarga demi orang asing.

Akhirnya? Hanya penderitaan lah yang didapatkannya.

Itulah balasan pedih dari perbuatan jahatnya.

Tuhan membenci perbuatannya. Membalas penghianatannya pada keluarga dengan penghianatan dari kekasihnya.

Daisy sedikit tersenyum memikirkan hal tersebut. Wajar saja dia menderita di akhir hidupnya karena sudah membuat keluarganya menderita. Bukan kah itu balasan yang setimpal?

Daisy tidak akan menyalahkan siapapun karena di sini, dirinya lah yang salah!

"Ku harap mereka menyukai masakan ku." Desah Daisy pelan seraya mengusap keringat di dahinya.

"Astaga, nyonya! Kenapa Anda di sini? Ah, tidak! Maksud saya, kenapa Anda memasak? Nyonya tidak perlu memasak karena Kami pasti akan memasakkan apapun yang Anda inginkan."

Daisy menatap mereka seraya tersenyum. "Mulai sekarang, kalian tidak perlu memasak di hari libur."

"Kenapa, nyonya? Apakah masakan kami mengecewakan?" Tanya maid takut-takut.

Daisy mengibaskan kedua tangannya. "Bukan begitu. Aku memasak karena ingin membahagiakan suami dan anakku. Aku sadar, sudah terlampau banyak kesalahan yang ku lakukan pada mereka dan aku ingin menebusnya secara perlahan-lahan."

Para maid mengangguk mengerti meskipun muncul tanda tanya besar dalam otak mereka tentang perubahan drastis Daisy.

Biasanya, Daisy sangat kasar, cuek, dan dingin pada Noah dan Jillian. Daisy selalu semaunya sendiri. Daisy sangat egois.

"Mommy!!" Seru Jillian penuh semangat dan memeluk kaki Daisy erat. Entah sejak kapan munculnya anak itu.

"Pagi, mommy. Jill sayang mommy."

Daisy tersenyum haru dan mengusap puncak kepala Jillian. "Pagi juga, sayang."

Jillian mendongak. Tatapannya terlihat kembali murung sehingga membuat Daisy tersentak kaget.

"Mommy juga sayang Jillian." Imbuhnya cepat.

Barulah Jillian tersenyum manis.

Ah, anak yang sangat polos.

"Jill lapar, mom." Adu Jillian seraya mengedipkan mata imut.

Daisy tersenyum gemas, menunduk, dan mengangkat Jillian ke dalam gendongannya. "Mau mommy suapin?"

Jillian bertepuk tangan senang. "Mau, mau."

Daisy mengecup pipi Jillian bertubi-tubi. Melampiaskan rasa gemasnya melihat keimutan Jillian.

"Mommy cium Jill! Yeyyy!!" Jerit Jillian kegirangan, membuat Daisy kaget bukan main. Dan setelah itu, penyesalan pun kembali dirasakannya.

Daisy tersentak kaget kala tubuhnya dipeluk oleh Noah. Lebih tepatnya memeluknya dan Jill.

"Jill sayang kenapa jahat ke Daddy? Biasanya kan selalu membangunkan Daddy. Kenapa sekarang tidak membangunkan Daddy lagi?" Rajuk Noah manja.

Jillian terkekeh pelan. "Maaf, dad. Habisnya aroma masakan mommy terlalu menggoda. Jadi, Jill langsung kabur ke bawah setelah cuci muka dan gosok gigi." Jawabnya jujur.

"Masakan mommy?"

"Iya. Mommy sendiri yang memasak. Bahkan katanya mommy juga akan menyuapi Jill." Adu Jillian senang.

"Benarkah?"

"Benar, dad."

"Ah, Daddy jadi iri."

"Minta suapi saja sama mommy. Pasti mommy juga mau menyuapi Daddy."

Daisy tertawa geli melihat interaksi lucu anak dan suaminya. Sederhana namun membahagiakan.

Ingin rasanya menghentikan waktu supaya ia bisa menikmati tawa bahagia mereka.

Tawa bahagia yang pernah sirna karena kebodohannya.

Bersambung...

24/7/22

firza532

Reborn: DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang