Part 13🔸

46K 4.3K 193
                                    

Vote sebelum baca🌟

Sentuhan ringan di keningnya membuat Daisy mengernyit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sentuhan ringan di keningnya membuat Daisy mengernyit. Telapak tangan di keningnya terasa kecil dan lembut. Tanpa membuka mata pun dapat dipastikan pelakunya Jillian. Daisy tersenyum sembari membuka mata.

Jillian menyambutnya dengan senyuman lebar. Permulaan pagi yang sangat menyenangkan meski tubuhnya masih terluka.

Apalah arti luka kecil di lengan dan kepalanya jika dibandingkan kehadiran Jillian di sisinya dan selalu menjaganya tanpa lelah.

Hampir seminggu Daisy di rumah sakit tapi Jillian masih saja merawatnya dengan semangat. Sungguh anak yang baik.

"Pagi, mommy."

Sapaan penuh semangat Jillian membuat Daisy terkikik geli. "Pagi juga, Jill."

"Ayo sarapan dulu, mom. Daddy sudah membelikan mommy makanan."

Daisy mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencari sosok Noah. "Mana daddy mu?"

"Daddy pergi meeting, mom. Tapi daddy sudah janji akan langsung kembali ke sini kalau meetingnya selesai." Jelas Jillian seolah takut Daisy salah paham.

"Ohh baiklah."

Padahal pagi ini dia sudah berencana meminta bantuan Noah untuk mengambil alih perusahaan orangtuanya karena selalu saja lupa mengatakannya. Lagi-lagi terpaksa tertunda.

"Ayo makan dulu, mom. Jill tidak mau mommy jatuh sakit karena terlambat makan."

Daisy tersenyum lembut. "Oke tapi sebelum itu mommy ingin mencuci wajah dulu. Jill tunggu saja di sini."

Wanita cantik itu beranjak dari kasur. Berjalan menuju kamar mandi dan menuntaskan kegiatannya secepat mungkin.

Saat keluar dari kamar mandi, ruangannya sudah dipenuhi oleh teman-temannya.

Sedikit kaget melihat teman-temannya karena belakangan ini mereka sangat sibuk dan tak bisa menjenguknya ke rumah sakit.

Semua temannya mengobrol dengan Jillian hingga tak menyadari kehadirannya.

"Kapan kalian sampai di sini?" Celetuk Daisy seraya duduk di sofa karena tempat tidurnya dihuni oleh teman-teman kampretnya.

"Baru saja." Sahut Nacha.

"Tumben sekali datang sepagi ini. Memangnya kalian tidak kuliah?"

"Kebetulan Bu Agnes sakit. Jadi, kelas ditiadakan."

Daisy manggut-manggut mengerti. Mulai melahap sarapan pembelian Noah sembari menatap interaksi putrinya dengan teman-temannya.

"Bagaimana tanganmu? Sudah baikan?"

Daisy menoleh ke Christina. "Sudah."

"Bagus lah kalau begitu. Lain kali berhati-hatilah membawa mobil." Gemas Christina.

Daisy berdecak kesal. "Aku selalu berhati-hati tapi sopir itu saja yang tidak berhati-hati. Karena ulahnya, aku harus dirawat di rumah sakit. Untung saja aku tidak mati."

"Kau harus menuntutnya."

"Tidak bisa."

"Kenapa? Suamimu kan kaya. Pasti bisa menuntutnya."

"Aku tidak tega karena tahu dia menjadi tulang punggung keluarga. Apalagi dia punya tiga anak yang sedang sekolah."

"Kau terlalu baik." Desah Christina pelan.

"Lalu bagaimana dengan perusahaanmu? Sudah cerita ke Noah?"

Daisy menggeleng lemas.

"Ya sudah. Lagipula tidak perlu buru-buru menceritakannya ke Noah. Fokus saja dulu ke kesehatanmu."

"Tidak bisa. Aku harus menceritakannya ke Noah hari ini juga. Aku tak ingin membuang-buang waktu lagi."

"Lagi bahas apa nih?" Nana mendadak muncul di tengah-tengah mereka.

"Rahasia." Kekeh Christina.

Nana mencebik kesal. "Memangnya di antara kita perlu ada rahasia?"

"Perlu." Christina menjulurkan lidahnya mengejek sedangkan Nana melotot sebal. "Kau dilarang Kepo urusan kami."

"Minta ditabok yah nih anak." Nana tersenyum manis, lebih tepatnya senyuman manis terpaksa.

"Maksudnya?" Christina melongo heran.

"Dasar kalian ini. Jangan berdebat lagi." Lerai Daisy.

"GUYS! COBA LIHAT GRUP KELAS!" jerit Gabriella heboh.

"Kenapa?" Tanya Gloria singkat.

"JADWAL KELAS SIANG KITA DIMAJUKAN!"

"WTF?!"

Dalam seketika, semuanya panik. Mereka segera berpamitan ke Daisy dan kembali ke kampus.

Kini, hanya Daisy dan Jillian dalam ruangan sepi itu.

Daisy menggelengkan kepala tak habis pikir melihat Jillian merapikan tempat tidurnya dengan sigap. Sungguh anak berbakti. Betapa bahagianya bisa memiliki anak seperti Jillian.

"Berbaringlah, mom. Kata Daddy, mommy harus banyak istirahat supaya cepat sembuh."

Daisy tertawa pelan. Kemudian, menuruti perkataan Jillian.

"Tidur lah yang nyenyak, mom. Jill ingin ke wc dulu."

"Astaga! Menggemaskan sekali dia." Jerit Daisy tertahan setelah Jillian pergi.

Akan tetapi, kebahagiaan Daisy berlangsung singkat karena kedatangan orang asing di kamarnya.

"Kau siapa? Ada perlu apa?"

Orang asing itu tak menjawab pertanyaan Daisy, melainkan mendekati Daisy dan hendak menusuk Daisy.

Untung saja Daisy menghindar dengan sigap sehingga pisau tak berhasil menembus dadanya.

Daisy ingin berteriak meminta tolong tapi takut Jillian keluar dari kamar mandi. Apapun yang terjadi, Jillian harus tetap aman.

"Siapa kau sebenarnya?! Kenapa kau ingin membunuhku?!"

Diam-diam Daisy mengambil ponselnya dan menghubungi Noah seraya terus mengalihkan perhatian orang asing itu.

"Tanyakan saja pada raja neraka." Desis orang tersebut dan kembali menyerang.

Sementara itu, Daisy menghindar dengan lihai dan mengambil barang yang dapat diraihnya sebagai perlindungan diri. Ia harus bisa bertahan sampai Noah datang.

Orang asing itu juga tak mau kalah dari Daisy. Menyerang Daisy terus menerus sedangkan Daisy berusaha melawan.

Pertarungan itu begitu seimbang meskipun tangan Daisy sakit dan hanya bisa menggunakan tangan kiri.

"Mommy." Jerit Jillian takut.

Perhatian Daisy teralihkan dan ...

Jleb!!

Perut Daisy tertusuk oleh pisau.

"MOMMY!!"

Brakk!

Bersambung...

31/7/22

firza532

Reborn: DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang