Vote dan komen jangan lupa
Daisy mencari tempat terjauh dari teman-temannya untuk menelpon Noah.
Jawaban teman-temannya tadi meyakinkannya pada sesuatu sehingga berniat memberitahukannya pada Noah sebelum lupa.
"Kenapa dia tidak mengangkatnya? Apakah dia sibuk?" Gumam Daisy seraya menggigit jarinya memikirkan kemungkinan itu.
Sesaat setelah memikirkannya, ia pun memutuskan untuk mengirim pesan saja.
Noah memang sosok yang sangat sibuk. Reputasi perusahaannya sangat baik sehingga diincar oleh semua orang. Tawaran kerja sama pasti selalu berdatangan.
Akan tetapi, niat Daisy urung kala Noah mengangkat teleponnya. "Kenapa menghubungi ku, Daisy? Kau dalam masalah?"
Wanita cantik itu mengulum senyum mendengar nada penuh kekhawatiran sang suami. Di saat begini pun, Noah memperhatikan dirinya. Bukan kah dirinya sangat beruntung?
Ia berdehem pelan. Berusaha menekan rasa senangnya. Ada hal penting yang harus dibicarakannya sekarang.
"Aku menghubungimu karena merasa ada yang aneh dari kasus penangkapan Bart. Bukan kah sedikit aneh Bart ditangkap setelah dijanjikan bonus 10 kali lipat?"
Noah terdiam sejenak. "Ah, ternyata kau juga merasakan keanehan sepertiku."
"Berarti kita satu pemikiran. Apa kau sudah menyelidiki orang yang menangkap Bart?"
"Tenang saja. Aku sudah menyuruh seseorang untuk menyelidikinya."
Daisy menggelengkan kepala heran. "Kau sangat sigap."
Noah tertawa kecil mendengar pujian Daisy. "Harus. Aku kan suamimu dan ayah Jillian. Jika aku tidak sigap, bagaimana aku bisa melindungi kalian."
Wanita cantik itu terkekeh pelan. "Sungguh sosok suami dan ayah yang baik." Ledeknya. "Kalau begitu aku tutup dulu teleponnya. Aku harus masuk kelas."
"Oke. Semangat belajarnya, istriku. Jangan sampai melamun karena teringat kejadian tadi malam."
Daisy sontak melotot kaget mendengar ucapan sang suami. "Dasar!" Gerutunya malu dan menutup sambungan telepon begitu saja. Padahal ia sudah berusaha melupakan bayang-bayang kejadian tadi malam tapi Noah malah mengingatkannya. Sungguh memalukan!!
Wanita cantik itu menepuk pipinya pelan, guna mengusir bayang-bayang kejadian tadi malam.
Setelahnya, ia pun melangkah pergi. Berniat kembali ke dalam kelasnya.
Keningnya mengernyit kala melihat teman-temannya berjalan ke arahnya. "Kenapa kalian keluar dari kelas? Kalian berniat bolos?" Tanyanya heran.
Nacha tersenyum lebar. "Kelas kita dibatalkan karena pak dosen sedang seminar."
Daisy ikut tersenyum lebar mendengarnya. "Yes! Bisa pulang!" Jeritnya tertahan.
Teman-temannya pun tertawa melihat wajah bahagia Daisy. "Ciee!"
"Ada yang tidak sabar bertemu Noah nih."
"Orang bucin memang beda."
Daisy mengibaskan tangannya gemas. "Berhentilah menggodaku. Aku harus pergi sekarang."
****
Daisy mengendap-ngendap mendekati kamar Jillian. Berniat mengejutkan gadis kecil itu dengan kehadirannya.
Ia terkikik pelan membayangkan reaksi menggemaskan Jillian saat melihatnya. Lantas membuka pintu kamar Jillian secara perlahan.
Pemandangan Jillian sedang duduk di meja belajar sambil menulis langsung menyambutnya. Pemandangan yang membuatnya tersenyum bahagia. Putri kecilnya telah tumbuh besar.
Daisy berjalan mendekat tanpa menimbulkan suara lantaran ingin mengintip apa yang ditulis anaknya.
"Apa yang harus aku lakukan supaya mommy selalu bahagia?"
Daisy menutup mulut tak percaya. Merasa terharu, senang, dan sedih saat bersamaan.
Bisa-bisanya gadis sekecil Jillian memikirkan bagaimana cara membuat seorang wanita dewasa merasa bahagia.
Jillian berbeda dengan gadis kecil pada umumnya. Apakah mungkin karena perbuatannya di masa lalu yang membuat Jillian berpikiran dewasa?
"Sejak kapan mommy di sini?" Jillian terlonjak kaget kala menyadari kehadiran Daisy di belakangnya. Ia bahkan refleks menutup buku dan memeluknya erat.
Daisy mengusap air matanya pelan dan memeluk tubuh mungil Jillian. "Jill tidak perlu melakukan apapun untuk membuat mommy bahagia. Yang perlu Jill lakukan adalah terus hidup dan berada di sisi mommy sampai kapan pun." Lirihnya.
Jillian terdiam sejenak sebelum membalas pelukan Daisy. Gadis kecil itu terkekeh pelan. "Baiklah. Jill akan selalu berada di sisi mommy jika itu yang membuat mommy bahagia. Tidak peduli bagaimana pun caranya, Jill akan terus berada di sisi mommy. Bahkan jika Jill mati, Jill akan memohon pada Tuhan supaya terlahir kembali dari perut mommy."
Mendengar perkataan polos Jillian, air mata Daisy malah mengalir semakin deras. Hatinya terasa sangat sakit seakan-akan tengah ditusuk oleh ribuan duri. Hatinya memang sangat lemah jika menyangkut kematian karena ia tahu betapa sakitnya kehilangan seseorang.
Bersambung....
20/9/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn: Daisy
RomanceCinta pertama membutakan mata dan hati Daisy. Menghantarkannya pada jurang penderitaan dan penyesalan. Berharap bisa kembali ke masa lalu dan memperbaiki kesalahan fatalnya. Hingga keajaiban pun menghampirinya. Ia benar-benar kembali ke masa lalu. L...