Part 49 (End)🔸

31.5K 1.9K 55
                                    

Vote sebelum baca ⭐

Langkah kaki Daisy terasa sedikit ringan setelah meluapkan amarahnya pada Christina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah kaki Daisy terasa sedikit ringan setelah meluapkan amarahnya pada Christina. Namun, hatinya tetap saja terasa berat mengingat kepergian Jillian. Ia tak bisa merelakan Jillian sedikit pun. Dia ingin Jillian berada di dekatnya.

Perasaan kacaunya sungguh menganggu. Memanggil air matanya terus keluar.

Lantaran tidak ingin menganggu Noah dengan tangisannya, Daisy pun memilih pergi ke kamar Jillian.

Daisy masuk ke dalam kamar anaknya setelah mencuci tangan dan kakinya yang ternodai oleh darah kotor Christina.

Pertama kali membuka pintu, aroma khas Jillian menusuk masuk ke dalam indera penciumannya. Aroma itu membuatnya seakan dipeluk oleh Jillian.

Matanya kembali memanas. Diiringi oleh isakannya. "Bagaimana mungkin mommy bisa hidup tanpamu, Jill? Waktu yang kita lalui terlalu singkat. Sangat sangat singkat hingga mommy belum bisa menebus semua penderitaan dan kesedihanmu di masa lalu."

Daisy menatap seisi kamar. Meneliti tempat yang sudah ditinggali oleh anaknya selama tiga tahun ini. Tatapannya terhenti pada koper yang dikemasinya bersama Jillian. Di dalamnya sudah terdapat semua kebutuhan Jillian selama liburan ke luar negeri.

"Jill pasti sedih ya tidak bisa jalan-jalan ke luar negeri bersama mommy dan Daddy?" Lirihnya seraya tersenyum getir.

Daisy berjalan mendekati koper kala menyadari ada sebuah buku di atasnya. Ia termenung lama ketika membaca judul buku tersebut. Kemudian, senyuman kecil terbit di bibirnya. "Kau masih kecil tapi sudah membuat diary." Mengambil buku tersebut dan mulai membaca halaman pertama.

Nafas Daisy tercekat membaca paragraf pertama di dalam buku diary.

"Kenapa mommy sangat membenci Jill? Apa salah Jill pada mommy? Apa yang harus Jill lakukan supaya mommy menyayangi Jill?"

Perasaan bersalah menghantuinya. Andai saja dari dulu dia menyayangi Jillian tanpa terikat masa lalu, pasti Jillian akan selalu menjalani hari yang bahagia.

Namun, apalah arti berandai-andai sekarang. Nasi telah menjadi bubur. Harapan hanya tinggal harapan.

Daisy menghela nafas lelah sebelum membalik halaman buku diary. Mata sayunya terus membaca setiap kata dan kalimat yang tertulis di dalam sana meskipun di lain sisi harus menahan kesedihan dan kepedihan serta penyesalan di dalam dirinya.

Lewat tulisan di dalam diary, Daisy langsung tahu bagaimana perasaan putrinya selama ini. Kehidupan Jillian sungguh sangat menyedihkan.

Wanita cantik itu melotot kaget melihat tulisan di halaman paling terakhir.

Wanita cantik itu melotot kaget melihat tulisan di halaman paling terakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh Daisy lemas bagaikan tak bertulang. Terjatuh lunglai di lantai dan meratapi semuanya. "Jadi, Jillian juga kembali ke masa lalu sepertiku?" Memeluk erat buku di dalam genggamannya dan kembali menangis pilu.

Membayangkan betapa sedih dan tertekannya Jillian selama ini membuat Daisy merasa sangat bersalah. Ia merasa bersalah telah memberikan kenangan pahit dan menyakitkan pada Jillian.

Tingkah abainya di kehidupan pertama, sangat lah lama. Entah sudah berapa banyak penolakan dan sikap dingin yang diberikannya pada Jillian.

Akan tetapi, bisa-bisanya Jillian masih saja berharap lahir kembali dari rahimnya. Bagaimana mungkin Jillian sangat menyayanginya bahkan di saat dia sendiri tidak becus menjalankan peran ibu yang baik. Sebenarnya, terbuat dari apa hati Jillian sehingga mudah memaafkannya?!

Pelukan hangat dari seseorang kian membuat tangisan Daisy menguat. Diiringi oleh raungan pilu.

Noah yang memeluk Daisy meneteskan air mata. Jantungnya berdenyut nyeri melihat kesedihan Daisy. "Menangis lah sepuasmu malam ini, tapi berjanjilah tidak akan menangis lagi setelah ini." Bisiknya lirih.

Daisy meremas pakaian Noah pelan. "Bagaimana mungkin aku tidak menangis setelah kehilangan Jillian?! Kau tahu bukan bahwa aku sangat menyesal telah mengabaikan Jillian di masa lalu. Aku ingin menebus dosaku padanya. Aku ingin membuatnya selalu bahagia sampai aku mati, tapi apa?! Dia malah pergi lebih dulu daripada diriku."

Rahasia terbesar Jillian semakin membuatnya merasa bersalah.

Jika saja dia tahu Jillian juga kembali ke masa lalu sepertinya, pasti dia akan meminta maaf lebih intens pada Jillian.

"Istriku, apakah kau tahu apa keinginan Jillian selama ini?"

Daisy mendongak. "Apa keinginannya?"

"Kalau aku menjawab pertanyaan mu, sanggupkah kau melakukannya?"

Daisy terdiam mendengar pertanyaan sang suami.

"Jika tidak sanggup, aku tidak akan memberitahukannya padamu. Aku tidak ingin membebanimu karena keinginannya."

Daisy kembali menangis kencang. "Dasar suami jahat! Bagaimana mungkin kau merahasiakan itu dariku? Cepat katakan apa keinginan Jillian!!"

Noah tertawa kecil melihat Daisy merengek. "Keinginan Jillian itu sederhana, yaitu kebahagiaanmu."

Daisy mengerjap kaget. Kenapa putrinya selalu baik padanya? Tidak kah Jillian menaruh dendam padanya setelah diabaikan bertahun-tahun?

"Jadi, kau tahu bukan apa yang harus dilakukan jika ingin mengabulkan keinginan Jillian?" Noah membelai rambut Daisy lembut.

Bagaikan tersihir, Daisy mengangguk pelan. "Iya. Aku tahu harus melakukan apa sekarang. Aku akan berusaha merelakan kepergiannya. Aku akan berusaha berhenti menangisi kepergiannya. Aku akan..." Ia terus meracau sedangkan Noah mendengarkan dengan baik dan mendukung istrinya.

Noah senang Daisy mau mendengarkannya. Noah senang Daisy akan berusaha merelakan dan berhenti menangisi kepergian Jillian. Noah senang Daisy akan berhenti terpuruk. Meskipun di lain sisi, dia sendiri sangat bersedih atas kematian putrinya. Kesedihan yang ditutupinya rapat-rapat dari Daisy.

Jika ia menunjukkan kesedihannya, lantas siapakah yang akan menguatkan Daisy? Siapa yang akan membuat Daisy bangkit?

Akan tetapi ... Terlepas dari semua itu, Noah yakin waktu akan menyembuhkan lukanya. Waktu akan membuatnya kembali seperti semula. Dan, Noah sangat mengharapkan itu terjadi.

'Jillian, putriku yang sangat berharga. Maafkan Daddy karena tidak bisa melindungimu. Maafkan Daddy karena gagal menjadi orangtua yang baik untukmu. Daddy harap, kebahagiaan selalu menyertaimu dimanapun kau berada.' bisik batin Noah.

'Mommy akan mencoba berhenti menangisi kepergianmu yang sangat menyakitkan jika itu membuatmu bahagia di atas sana dan mommy harap kau tidak terlahir lagi dari rahim mommy karena mommy tidak ingin membuatmu terluka untuk kesekian kalinya. Mommy menyayangimu, Jill.' batin Daisy.

Sepasang suami istri terus berpelukan sepanjang malam dan terbenam dalam pikiran mereka masing-masing. Membiarkan kesunyian dan keheningan menguasai.

Kematian orang berharga memang menyakitkan dan selalu membekas di dalam ingatan, tapi mereka sama-sama berharap bisa bangkit dan meraih kebahagiaan yang lainnya.

-The End-

Selesai ditulis: 25 Oktober 2022

Penulis: Firza Lufita Listi

Wah, gak nyangka dong bisa namatin cerita di sela-sela kesibukan kuliah🥳

Terima kasih buat kalian yang udah mengikuti cerita ini dan juga buat kalian yang udah mendukung cerita ini dengan memberikan vote dan komentar.

Sampai jumpa lagi di ceritaku yang lainnya. Kepoi di akunku firza532

Reborn: DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang