Bagian 9

35.2K 6K 641
                                    

Segala kebaikan datangnya dari Allah SWT, sedangkan segala keburukan datang karena kesalahan manusia. Cerita ini murni sebagai hiburan tidak ada unsur menjelekkan suatu ajaran agama.

————

Ale mulai belajar mengaji iqro satu sama ustadz Amri. Teman sekelompoknya menatap aneh ke arah Ale yang mana membuat bocah itu malu. Namun dia tetap harus belajar karena apa lagi yang mau dia kerjakan jika tidak mengikuti kegiatan di pondok.

"Coba kamu baca huruf Hijaiyah ini dulu." Ujar ustadz Amri menunjuk halaman pertama.

Huruf Hijaiyah tanpa harokat. Dan Ale hanya diam sembari menatap ke arah iqro lalu ke wajah ustadz Amri beberapa kali, hak itu membuat ustadz Amri tertawa geli karena melihat wajah Ale yang terlihat seperti anak kecil.

"Maaf nih sebelumnya. Antum belum pernah belajar mengaji sebelumnya?" Tanya ustadz Amri dengan hati-hati.

"Kaga. Dari kecil sampe sekarang gue jaga pernah belajar beginian. Emang harus?" Tanya Ale dengan heran.

Kali ini ustadz Amri merasa sedih mendengar jawaban dari Ale. Bocah di depannya ini tak pernah dikenalkan dengan agamanya sendiri. Dia pun mulai mengajari Ale beberapa huruf diulang berkali-kali.

"Coba ulangi tanpa kesalahan." Ujar ustadz Amri.

"Alif. Ba'. Ta'  Tsa'. Jim. Kha'. Kho'. Dal. Dzal. Ro'. Zain. Bener ga?" Tanya Ale dengan was-was.

Dan ustadz Amri mengangguk kecil sembari menepuk kepala Ale bangga.

"MasyaaAllah Antum udah lancar baca beberapa huruf. Nanti malam jam belajar temui ana lagi ya." Ujar ustadz Amri bangga.

Ale mengangguk mengerti, dia kembali ke tempat duduknya karena anggota yang lain harus setoran hafalan. Kepala Ale berpendar kesana kemari karena bosan hingga tatapannya berhenti ke arah Abi yang sedang setoran hafalan.

Pria tampan itu sedang menutupi kedua telinganya sembari memejamkan matanya, melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan lancar dan khusyuk.

Ale merasa dadanya berdesir melihat betapa sempurnanya Abi di matanya.

"Dia paling beda di bandingkan yang lain di sini. Pahala apa yang gue dapet sampe dia baik banget ke gue." Batin Ale tiba-tiba merasa gelisah.

Dia pun menunduk dan mengelus buku iqro' nya. Ia membukanya halaman demi halaman menatap tulisan huruf Arab tersebut.

"Kalo hal ini penting dalam hidup gue——kenapa ayah ibu bahkan mas agung ga pernah ngajarin gue? Kalau enggak pun——kenapa gue ga diikutin ngaji kayak temen-temen gue dulu." Batin Ale merasa miris dengan kehidupannya.

Ia menatap ke sekeliling dan hatinya semakin gelisah saat mendengar sahutan demi sahutan suara santri yang sedang melakukan setoran hafalan. Kedua matanya bergetar saat merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan.

"Kenapa gue merinding denger suara ngaji mereka?" Batin Ale bertanya-tanya.

Hingga dia teringat masa kecilnya, dia segera menunduk karena yang ia ingat hanyalah kenangan buruk. Dulu saat dia kecil——dia lebih sering mendengar orang tuanya bertengkar sehingga mereka tak mempunyai waktu untuk mengurus Ale yang masih kecil.

"Bahkan sekolah aja gue dititipin mang ojek." Batin Ale merasa nelangsa.

Tes tes tes

Tanpa sadar air mata Ale berjatuhan membasahi bagian luar iqro' nya. Dia semakin menajamkan pendengarannya untuk mendengar suara lantunan ayat suci Al-Qur'an dari santri lainnya.

AbiAle (21+) BL ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang