31

274 25 2
                                    

Jaemin mengejar Mark yang telah pergi mendahuluinya dan langsung merangkul pundak Mark. "Kau marah?" Mark menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Jaemin.

Kini Jaemin dan Mark berjalan menuju halte tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Hingga mereka tiba dihalte yang bertujuan menuju rumah Jaemin "kita sudah sampai" ucap Jaemin.

Jaemin menghadapkan Mark pada dirinya, meremat sebentar pundak Mark "Berhati hatilah selama diperjalanan. Dan jangan lupa langsung beristirahat karena sebentar lagi ujian akan tiba" Imbuh Jaemin.

Mark mendengus sembari tersenyum, ia merasa seperti terkena deja vu mendengar ujian akan tiba dua kali "baiklah, kau juga berhati hati."

Tepat setelah Mark dan Jaemin mengucapkan salam perpisahaan bus pun telah tiba, Jaemin memeluk sebentar tubuh Mark dan mencuri ciuman dipipi yang membuat Mark membelalakan matanya. Ia terkejut.

"Aku pergi dulu, sampai ketemu besok disekolah!" Ucap Jaemin sambil berjalan menuju ke bus.

Jaemin melambaikan tangan dan Mark, ia hanya terdiam, ia masih terkejut. Sopir bus mulai menjalankan mesinnya dan kembali mengantarkan para penumpang ketujuan mereka masing masing

Mark yang masih terdiam kaku, menatap kepergian Jaemin yang menaiki bus tadi. Jantung yang berdetak tak karuan, dada yang tiba tiba terasa sakit dan sesak membuat Mark tak bisa fokus.

Seperginya Jaemin, Mark berusaha mengembalikkan kesadarannya. Menggelengkang kepalanya dan menepuk beberakali pipinya hingga memerah. "Kenapa akhir akhir ini dadaku sakit sekali" ucapnya sambil mengelus dadanya. Lebih baik aku segera pulang Mark melangkah kembali menuju ke rumahnya dan segera beristirahat.

Sesampainya di dalam rumah, Mark dikejutkan dengan ayahnya yang berdiri tak jauh didepan pintu "Ayah! Kenapa berdiri disitu?! Mengagetkanku saja!" Mark menyerukan suaranya karena terkejut melihat ayahnya.

"Habis dari mana?" Tanya ayah Mark.

Mark melepas alas kakinya dan menaruhnya dirak sepatu, lalu berjalan mendahului ayahnya itu. "Mark?" Panggil ayahnya. "Aku mengantarkan Jaemin ke halte bus" jawab Mark seraya mengambil segelas air.

Ayah Mark mengangguk kemudian mengambil kursi pantry dan duduk disana "Mark" ayah Mark memanggil anaknya yang sedang sibuk menuangkan air putih kedalam gelas. Mark hanya berdeham sebagai jawaban.

"Kemana temanmu yang satunya?" Tanya ayah Mark penasaran

"Siapa yang ayah maksud?"

"Itu, si sepupunya itu"

"Jeno?"

"Iya, Jeno. Apa dia tidak kembali lagi kesini?"

Mark berjalan mendekat dan duduk berhadapan ayahnya sebelum menjawab pertanyaan yang telah dilemparkan ayahnya. Dirasa sudah mengambil posisi yang pas Mark menatap ayahnya "dia masih mempunyai rumah, jadi untuk apa ia kembali kemari?" ucapnya, lalu menegak air dalam gelas.

"Ayah pikir kalian berpacaran, makanya kau membawanya kemari. Lagipu-" ucapan ayah Mark terpotong, karena Mark yang terkejut atas ucapan ayahnya membuat air dalam mulutnya disemburkan tepat mengenai wajah sang kepala rumah tangga.

Tangan ayah Mark terulur, mengelap air yang terciprat dari mulut Mark. Mark tentu merasa bersalah, segera ia mengambil tisyu yang tersedia didapur lalu membantu mengelapka wajah ayahnya.

"M-maafkan Mark ayah. Mark tidak sengaja" Mark mengusap pelan wajah ayahnya, dengan memasang raut wajah bersalahnya. "Tidak apa apa, dilihat dari reaksimu, sepertinya ucapan ayah ada benarnya" ucap ayahnya dengan tenang karena sedang diusap wajahnya oleh anaknya.

Setelah selesai mengeringkan wajah ayahnya, Mark membenarkan posisinya "apa yang ayah katakan? Aku tidak berpacaran dengan Jeno, lagipula..." ucap Nark yang menggantung, dan menundukkan kepala untuk menyembunyikan rona merah diwajahnya.

Melihat raut wajah Mark yang tersipu malu, ayah Mark mengeluarkan ide jahil yang perlahan senyuman licik terpampang diwajahnya "jika tidak dengan Jeno, apa dengan si Jaemin tadi?" ayahnya menaik turunkan kedua alisnya, menggoda anak semata wayangnga itu.

Rona merah pada wajah Mark, semakin memerah. Mark sudah seperti kepiting yang direbus dalam panci yang berisi air panas "A-aku tidak berpacaran dengan siapapun! Lagi pula aku ini pria, tidak mungkin aku berpacaran dengan pria juga!" bantah Mark.

Ayah Mark tertawa begitu puas setelah berhasil menggoda anaknya "Hahahaha... Kalau tidak, kenapa wajahmu memerah? Hahaha... " ayahnya menunjuk wajah Mark yang sudah benar benar jelas terlihat sangat merah seperti tomat.

Mark sungguh ingin meneriaki ayahnya, tapi ia tidak bisa, mengingat orang yang duduk didepannya dan sedang tertawa saat ini adalah orang tua satu satunya yang menemani, dan merawatnya.

Mark hanya bisa memperdalam tundukan kepalanya dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Sedangkan sang ayah masih tertawa lepas. Berselang beberapa menit, tawa ayah Mark perlahan mereda "hahaha... " tangan ayah Mark terulur, guna mengusap air mata yang keluar dari pelipis matanya.

"Ha~ ayah tidak mempermasalahkan itu. Tidak peduli kau menjalin kasih dengan wanita, atau dengan pria. Ayah hanya ingin kau bahagia kapanpun dan dimanapun. "

Mark mulai memperhatikan ucapan ayahnya yang kini terdengar dalam "mungkin awalnya ayah merasa aneh, jika kalian benar benar berpacaran. Namun, melihat kau bersama mereka, ayah merasa kau lebih hidup dan ceria. Dapat ayah lihat dengan jelas dari matamu-"

"-ayah tak mempermasalahkan orientasi sex mu. Asal kau bahagia, ayah juga bahagia" ucapan disetiap kata yang ayah Mark tuturkan padanya, membuat Mark merasa terharu.

Memang benar jika ia sedang dilanda gundah saat berada disekitar Jeno dan Jaemin. Namun, dia tidak bisa, bahkan tidak boleh sampai membawa perasaanya. Itu bisa merusak rencananya kedepan.

Mark bangkit dari duduknya, bertujuan untuk pamit kembali kekamarnya "ayah, Mark masuk kamar dulu. Ayah segeralah istirahat, besok ayah kerjakan?" ayah Mark mengangguk sebagai jawaban, lalu Mark langsung melangkah menuju kamarnya, meninggalkan sang ayah yang masih duduk dikursi pantry.

"Aku tahu kau mencintai keduanya Mark. Ayah dapat melihatnya dari matamu"

Sorry I Have to KILL You Dad! (HIATUS!!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang