Chapter 49

161 17 0
                                    

Ngetik bagian ini pas lagi capek-capeknya. Alhamdulillahnya sekali tulis. Saya harap kalian masih menikmati cerita ini dengan baik.

.

.

Menaruh Harap
Will you marry me?
———————

Karena pagi tadi roda motornya bocor, sore ini dengan senang hati Nagine duduk di sebuah halte. Ia akan menaiki mini bus dan berhenti tepat di sebelah kampus Dwitama. Dia bisa menaiki ojek untuk memangkas perjalanan ke rumahnya setelah itu.

Sambil bermain ponsel, dia duduk-duduk sambil menikmati suasana ibu kota yang tengah lenggang padahal jam sore seperti ini musim-musimnya masyarakat pulang dari mengais rezeki. Hebatnya Allah membuat jalan yang terbentang luas ini lenggang meskipun masih terlihat ramai motor, mobil, bahkan truk yang berlalu lalang.

Tiba-tiba angin berhembus. Sangat sejuk begitu menyentuh pipi Nagine yang mulus. Gadis itu kemudian memasukkan ponselnya ke dalam sling bag yang tengah dipangku. Kedua tangannya menumpuk rapi di atas tas itu.

Dia memejamkan mata. Menikmati kesejukan dengan suasana yang mendung tapi tidak hujan ini tanpa celah. Rasanya sangat tenang. Apalagi keadaan pikirannya yang kosong seakan menghipnotis untuk terus berdiam di sini.

Bersama dengan terpaan angin, masalah-masalah yang hadir dalam hidupnya seakan ikut terhempas bersama dengan sesuatu yang bernama udara itu. Karena keadaannya yang tenang dan sejuk, Nagine memutuskan mulai saat ini ia menyukai angin.

Walaupun ia tak bisa melihat wujudnya, tapi ketika ia berhembus kencang Nagine dapat merasakan dan menikmatinya. Ia juga seketika terlepas dari pikiran-pikiran jahat yang melingkari otaknya.

Tiba-tiba seseorang berdehem di samping tempat ia duduk. Awalnya ia mengedar ke kiri, tapi yang terlihat hanya mobil Brio hitam yang ia tidak tahu sejak kapan nangkring di sana. Saat berbalik ke arah kanan, ia terkejut dengan dua orang yang entah kapan ada di sampingnya. Salah satunya ia kenal, ya siapa lagi kalau bukan Husain? Guru muda yang meresahkan pikirannya akhir-akhir ini?

Jarak mereka cukup jauh, bahkan bisa muat dua orang lagi untuk duduk di tengah-tengah mereka. Nagine kembali menatap ke depan pura-pura tidak mengenal orang yang ada di sampingnya. Semoga laki-laki itu tidak membicarakan masalah lamarannya.

“Untuk malam itu, saya minta maaf.”

Baru saja hatinya tenang, kini ia kembali bersuara. Nagine jelas tahu akan ke mana arah pembicaraan itu. Sebagai balasan ia hanya berdehem.

“Mungkin terkesan buru-buru, tapi saya ingin menikahi kamu bukan hanya karena kejadian saat itu.”

Saat itu juga Nagine menghadapkan kepalanya penuh ke arah Husain yang baru saja menyelesaikan kalimatnya.

“Lalu apa yang membuat Bapak yakin?” tanyanya. Nagine juga sekilas menatap gadis berseragam putih biru yang tengah menggunakan earphone. Nagine yakin ia tak akan mendengarkan pembicaraan Husain.

“Hati. Hati saya yakin untuk memilih kamu sejak kita bertemu,” katanya.

“Kapan dan di mana?”

“Di suatu tempat. Di mana ada seorang perempuan menirukan gerakan solat seorang imam di sebuah musola kecil.”

Sudah Nagine duga! Jadi benar, Husain adalah orang yang memerhatikannya saat itu.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang