The Most Person
in the world
———————P. Satu huruf yang menjadi awal terjadinya sebuah komunikasi secara virtual. Seperti kali ini, Nagine dibiarkan memiliki jantung yang memompa cepat dan pikiran yang kalut akan bayang-bayang Arthar marah. Gadis itu tahu percis bagaimana cowok yang dia kagumi meledakkan emosinya; tatapannya menusuk, napas memburu, tangan mengepal siap menghantam, bahkan jika sudah menyerang fisik, laki-laki itu tak segan-segan untuk memukuli lawannya hingga babak belur, kecuali perempuan.
Pernah di suatu hari, Arthar melihat Nagine fokus menulis rangkuman materi yang disampaikan oleh guru seni budaya. Ia tidak tahan dengan kegemasannya melihat wajah fokus itu sampai memutuskan untuk berjalan dan menyenggol pena yang Nagine gunakan dengan sengaja. Siapa yang tidak marah? Harusnya ada, tapi Nagine tidak marah. Iya, Nagine benar-benar tidak marah. Gadis itu justru tersenyum merasa percaya diri bahwa Arthar menyukainya dan kejahilan ini adalah bentuk kanebo kering mencari perhatian dirinya. Ajaib, bukan?
Sayangnya, pikiran manis itu terhempas digantikan dengan ide jahil yang tiba-tiba terbesit dalam benaknya. Nagine pikir jika melakukannya akan seru. Melihat Arthar yang sok cool duduk di bangku tanpa wajah merasa bersalah, Nagine berdiri dari bangkunya dan berjalan seakan-akan ingin membuang seluruh rasa kesalnya di Arthar.
Yes, Arthar pikir dia berhasil, tapi rupanya berbalik urung saat sebuah tangan tak tahu dosa itu menjewer telinganya hingga membuat kepalanya tertarik ke bawah mengikuti jeweran itu.
“Rasain lo!” ucap Nagine sambil tertawa, tapi tak benar-benar tertawa. Kebetulan guru seni mereka baru izin ke kamar mandi, tapi dugaan Nagine salah. Ia pikir Arthar tidak akan marah, tapi laki-laki itu kini mengumpat. Wajahnya merah padam. Ketar-ketir sudah.
Ia memberhentikan aktivitas menjewer telinga Arthar, kemudian mundur beberapa langkah. Nagine bersusah payah membuang rasa takut yang ada di dirinya. Jika Arthar menyerang sampai babak belur, dia harus bisa bertahan dan melakukan penyerangan.
Pikirannya benar-benar sudah rusak, berkali-kali meneguk ludah dengan susah payah saat tangan Arthar mulai terangkat hendak memukulnya. Suasana kelas menegang, bahkan Aya yang memiliki muka datar itu semakin datar, bukti bahwa ia juga merasakan ketakutan sama yang teman-temannya rasakan.
“Cari masalah lo, Gin!” kata Mahendra. Laki-laki itu hendak memegangi Arthar yang bersiap menikam Nagine, tapi urung karena Arthar sudah menurunkan tangannya. Tidak, dia tidak boleh menyakiti perempuan dan kemeleyotan dengan rasa percaya diri takut bahwa dirinya terluka seketika muncul.
Mengingat kemarahan Arthar dulu saja sudah membuat bulu-bulu di kulitnya merinding, bagaimana dengan yang sekarang? Pasti lebih parah. Nagine takut, dia tidak menepati kesepakatan itu. Mungkin kali ini Arthar kecewa.
“Lagian mulut nggak bisa apa diem!” katanya sambil menampar mulutnya sendiri.
Arthar
pYa Allah, Nagine harus jawab apa sekarang?
“Dibales besok aja kali, ya?” kemudian Nagine meletakkan ponselnya di nakas, tapi ragu. Gadis itu mengambil lagi ponselnya. Penasaran.
Nagine
ya, ar?Typing.
Nagine bereaksi cemas. Jantungnya berdebar padahal tidak melakukan kegiatan fisik yang berat. Ia ketakutan sekarang. Bagaimana jika Arthar benar-benar marah padanya?
Arthar
gmn rasanya masuk islam?
gw mau lo crita buat bahan tugas
kuliah, lo bersedia? sorry gangguAstaghfirullah! Nagine pikir apa tadi. Kalau ini sih, dengan senang hati Nagine mau. Apa pun itu untuk Arthar, termasuk perasaannya. Jarinya mulai mengetik untuk mengiyakan permintaan laki-laki itu, tak sampai semenit langsung dibalas.
Arthar
tp gw sibuk, g ada waktu
buat ketemu, bisa call aja“YA ALLAH ARTHAR NGAJAK GUE TELEPONAN? MIMPI APA SIH?!?!” ucapnya sambil memegangi kepala tak menyangka. Dia juga merasa de javu dengan ajakan Arthar ke Bandung saat itu. Definisi word of affirmation.
Nagine
bs, kpn?Arthar
skrng, sklian temenin
nugas, lo bilang, gw ketik
ok?Nagine tersenyum membaca pesan itu. Arthar menganggapnya ada. Nagine harap ini kesempatan yang baik dari hubungan mereka. Dia seketika kembali berharap bahwa Arthar jodohnya. Yes!
Tiba-tiba layar yang semula meredup, kini kembali dinyalakan dengan sebuah notifikasi panggilan video call dari Arthar. Jantung Nagine yang belum berhenti berdegup cepat itu sekarang malah makin-makin. Ya Allah.
Panggilan terhubung. Nagine mematikan kameranya.
“Gue ganggu?” tanya Arthar di seberang sana sambil membetulkan rambutnya yang seketika membuat lutut Nagine melemas.
“Lo nggak pernah ganggu,” kata Nagine menutup mukanya dengan bantal. Arthar menarik sudut bibirnya malu, sayangnya Nagine tidak melihat senyum itu.
“Gimana rasanya jadi muallaf? Berat? Or happy?”
“Of course, I’m happy. Sangat-sangat merasa lebih baik, vibesnya adem.”
Terlihat Arthar mengetik di papan ketiknya. Dia kembali berbicara setelahnya, “Apa motivasi lo buat masuk Islam?”
“Nggak ada alasan lain selain Allah.”
“Tapi pasti ada penyebabnya. Gue harap bukan karna gue.”
“Congkak bener Ar jadi cowo. Kagak. Gue kagum sama Islam. Waktu itu gue dikasih tau sama seseorang kalo azan selama 24 jam nggak pernah berhenti di dunia ini. Ma syaa Allah keren. Makanya gue move religion!”
Nagine mendengar kekehan Arthar. Sedikit lebih panjang dari biasanya. “Iya-iya, masih cerewet aja lo. Kirain udah gede, udah kuliah, udah tobat, taunya makin menjadi.” Laki-laki itu mengakhiri ucapannya dengan kekehan.
Mendengar hal yang keluar dari mulut Arthar lebih mengarah pada bullyan, gadis itu mencondongkan dua bibirnya. Dia memberengut kesal.
“Gue cerewet buat semua orang sih emang, tapi hati gue cuma buat lo,” kata Nagine yang sontak membuat Arthar yang semula melihat laptopnya reflek menoleh ke layar kamera. Apa tadi katanya?
“Bisaan lo bercandanya.” Antara percaya dan tidak percaya.
Nagine menghela napas berat. “Gue emang bercanda tadi, hehe.” Tidak, dia bohong. Hati gue selalu buat lo, Ar. Gue nggak mau pacaran, tapi percayalah, gue setia. I hope you know I love you.
Jelas terlihat muka kecewa diraut wajah Arthar, tapi laki-laki itu tidak peduli. Ia akan coba maju beberapa kali lagi. Jika sudah tidak memungkinkan, dia menyerah.
“Padahal kalo beneran pun gue nggak bakal marah.”
Perkataan Arthar barusan seketika membuat Nagine melototkan matanya. Apa tadi kata Arthar? Laki-laki itu pasti sedang tidak waras.
“Na.” Dia memanggil. Nagine berdehem. “Youtube sama google lagi error, ya?” tanyanya. Nagine begidik bahu tak tahu, lalu mencoba membukanya di ponsel sendiri.
“Enggak kok, Ar. Kenapa emang?”
“Masa aku seacrh the most perfect person in the world nggak ada kamu.”
Arthar yang Nagine kenal tidak seperti ini. Dia pasti bukan Arthar. Argh, tapi Nagine blushing!
Sialan memang Arthar.
———————
To be continued.Sorry bestie tadi sibuk parah++
All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.
Indonesia, 4 Agustus 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only 9 Years | lo.gi.na [END]
Fiksi Remaja[Teenfiction Islami 14+] "Na, lo sama dia itu beda Tuhan. Terus mempertahankan dia selama 9 tahun ini buat apa?" Gadis itu menatap lekat sahabatnya sambil tersenyum dan hampir melepas gelagak tawa yang ditahan. "Besok gue sekeluarga masuk Islam, cu...