Backstreet
———————Azan Isya berkumandang. Memanggil pemeluknya untuk bergerak lebih cepat ke Masjid tanpa menunda-nunda. Memang menunda salat itu tidak baik. Manusia harus memperhatikan usia mereka yang semakin hari semakin menipis terkikis oleh waktu. Bisa jadi saat menundanya, di detik itu Allah memanggil. Mati dalam keadaan yang belum taat kepada Ilahi. Sebuah renungan untuk diri sendiri.
Semua yang hadir merayakan acara milad Kina berhambur keluar kafe kecuali Nagine, Aya, dan Arthar. Laki-laki itu baru hendak beranjak setelah menemukan benda kecil yang sedari tadi ia cari, dompet. Dia baru saja akan berjalan, tapi tersekat saat Aya lebih dulu menyuarakan kepamitannya untuk bergabung salat bersama yang lain.
“Gue duluan,” katanya. Di dalam kafe tidak hanya ada Arthar dan Nagine saja. Banyak pengunjung lain, jadi Aya tak perlu khawatir soal Nagine. Setidaknya mereka tidak benar-benar berdua.
Suasana menjadi canggung setelah kepergian Aya, Arthar hendak menyusul, tapi di sisi lain ia penasaran mengapa gadis yang kini memainkan ponselnya tak kunjung menyusul sang sahabat. Bukannya dia Islam? Otak laki-laki itu masih mencerna apa benar Nagine sudah masuk Islam?
“Lo ... nggak solat?” tanya Arthar pada akhirnya.
“Em gue ... haid, Ar,” kata Nagine.
“Yang bener?” tanyanya tidak percaya.
“Beneran. Gue lagi haid. Nggak boleh solat, ‘kan?” Arthar mengangguk.
“Gue cabut duluan kalo gitu.”
“Oke. Em ... lo nggak mau titip sesuatu?” tanya Nagine yang membuat langkah Arthar terhenti. Laki-laki itu mengerutkan dahinya.
“Titip apa?” tanyanya.
“Tas? HP? Biar nggak susah pas solat.” Netra Arthar melirik ke tangannya yang membawa ponsel, lalu berganti melirik tas yang menggantung di dadanya.
“Ini?” Nagine mengangguk.
“Iya, mau titip? Kayak waktu itu,” kata Nagine menyengir.
“Oke deh. Gue titip, ya?” katanya sambil memberikan barang yang ia bawa. “Thanks,” imbuhnya berlalu pergi.
Lima belas menit kemudian.
“WEDEDE, LO BAWA HP SIAPA, GIN?” histeris Dito saat dia satu-satunya orang yang masuk ke kafe lebih dulu dibanding teman-temannya.
Nagine melirik ponselnya, ralat ponsel yang ia bawa maksudnya. “Ini ... punya Arthar.”
“WIDIH, JADIAN LO?!”
“Kaga, Ar cuma nitip tadi.”
“Ar ceunah. Fiks jadian sih ini. Ngaku, lo!” tuding Dito. “Wah jangan-jangan yang ada di instagram lo, itu Arthar ya?”
“Emang,” jawabnya tak sadar. Namun, raut wajah yang semula tenang itu seketika berubah panik mengingat ia dan Arthar harus merahasiakan semuanya dari publik. Bodoh, Nagine! “Canda, Bro. Itu bukan Arthar,” klarifikasinya.
Dito nampak masih tak percaya dan menimang-nimang dua jawaban Nagine. Pertama atau kedua? “Hm, tapi biasanya jawaban pertama itu bener, sih.” Nagine seketika melototkan matanya. Dia panik. Bagaimana jika Arthar panik dan marah? Bagaimana kalau Arthar ilfeel dan kesempatannya memiliki Arthar suatu hari nanti harus berakhir? Astaghfirullah, Nagine!
Cowok itu mengeluarkan jari telunjuknya ke arah Nagine. “Lo lagi backstreet sama Arthar? Kalo iya, gue nggak akan cepu, kok,” ucap Dito serius.
Bibir bagian bawah itu Nagine gigit. Ia tengah mati-matian menahan untuk tidak teriak dan mengumpati dirinya sendiri. “Lo salah, To. Nggak gitu,” katanya melas. Harus bagaimana caranya membuat Dito percaya kalau itu bukan Arthar? Padahal memang iya, sih.
“Sans, gue nggak akan cepu.”
“Nggak akan cepu apa?” tanya Risman yang baru saja datang selepas salat bersama anak-anak yang lain.
Sejenak Dito melirik ke arah Nagine yang tengah beberapa kali menghela napas gelisah. Ia takut kalau Dito akan benar-benar bilang ke mereka semua kalau postingan di Instragmnya itu memang Arthar. Nagine masih belum siap mendengar emosi laki-laki itu meledak karenanya. Aaa, pusing.
“Cuma kita aja yang tau,” ucap Dito tenang. Arthar mengambil duduk di samping laki-laki itu dengan sikap yang tidak biasa, sedikit kasar. Melihat reaksi yang terpampang jelas rasa tak suka di diri Arthar membuat Dito memang yakin kalau dua temannya yang semula beda keyakinan ini tengah menjalankan hubungan diam-diam.
Suasana jadi canggung di atmosfer Nagine setelahnya.
———————
“Gue udah tau, Thar,” kata Dito tiba-tiba. Laki-laki itu memang berniat menginap di rumah Arthar. Awalnya, Arthar tak menyukai keputusan itu. Dia masih kesal dengan sebuah rahasia yang tadi dibicarakan. Entah mengapa seperti ada rasa iri saat melihat Dito begitu leluasa berbicara dengan Nagine tadi. Harusnya ia lebih gerak cepat! Menghilangkan muatan-muatan gengsi dalam dirinya, huh, sayangnya sangat sulit. Pokoknya lain kali gue harus bisa kalahin Dito!
“Tau apa lo?” tanya Arthar. Dia masih sibuk mencari kesibukan-kesibukan yang tak penting sebenarnya.
“Kalo lo lagi backstreet sama Gina.”
Arthar yang semula memegangi tumpukan buku di kamarnya, seketika meletakkan buku itu kembali ke meja, lalu merotasikan tubuhnya menghadap Dito dengan tatapan tak paham. Backstreet? Halu.
“Tenang, Bro. Gue nggak akan cepu,” kata Dito seperti meyakinkan Arthar bahwa diri laki-laki itu memang bisa dipercaya 100%, tapi masalahnya Arthar tidak paham. Lebih parah wajah kebigungan Arthar malah disalahartikan oleh Dito.
“Maksud lo apa sih?” tanya Arthar mulai jengkel.
“Tadi, Gina tuh bilang kalo foto yang ada di postingan instagram dia, itu lo.” Mendengar itu Arthar menegukkan ludahnya. Bukannya dulu Nagine sudah berjanji tidak akan mengatakan demikian? “Tapi, dia tuh kayak keceplosan gitu. Terus bilang kalo itu bukan lo. Salah ngomong.” Arthar baru hendak menghela napas lega, tapi tertahan dengan kalimat selanjutnya yang Dito katakan. “Gue nggak percaya, sih. Karna gue rasa jawaban pertama dia waktu gue tanya tentang itu tuh beneran. Dia bilang emang. Berarti itu yang bener. Sebagai teman yang baik, gue memahami kalian kalo lagi punya hubungan diem-diem. Jadi, kalo lo lagi punya masalah sama Gina, jangan sungkan-sungkan buat cerita. Gue bersedia menjadi pendengar yang baik,” ucap Dito sambil menepuk bahu Arthar.
“Gue nggak ngejalanin hubungan diem-diem sama dia,” sela Arthar. Dia jujur. Tidak menjalin hubungan apa pun dengan Nagine.
“Astaghfirullah, Thar. Gue tuh udah tau, lo sans aja kali. Gue nggak akan cepu. Nggak percayaan amat lo ama gue,” desis Dito frustasi. Ia juga sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak akan membocorkan semua rahasia Arthar dan Nagine.
“Tapi gue emang nggak backstreet, To! Gue nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Kok lo ngeyel, sih. Kan gue yang ngejalanin. Udah deh, ya, gue serius nggak ngejalin hubungan apa pun.”
Dito terkekeh pelan. “Oke. Gue percaya, tapi kalo lo emang suka sama Nagine, jangan sungkan buat cerita. Gue bisa deketin kalian berdua,” kata Dito. Seperti kesempataan emas untuk Arthar. Laki-laki itu harus menimbang dengan baik ucapan Dito barusan.
———————
To be continued.All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.
Indonesia, 2 Agustus 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only 9 Years | lo.gi.na [END]
Teen Fiction[Teenfiction Islami 14+] "Na, lo sama dia itu beda Tuhan. Terus mempertahankan dia selama 9 tahun ini buat apa?" Gadis itu menatap lekat sahabatnya sambil tersenyum dan hampir melepas gelagak tawa yang ditahan. "Besok gue sekeluarga masuk Islam, cu...