Sosok itu Datang
———————“Gin.” Remang-remang Nagine mendengar suara mamanya, tapi mata yang terpejam itu terasa berat dibuka. “Nagine.” Sudah dua kali, ia masih tak sepenuhnya sadar, sampai gadis itu merasa ada ketukan pintu yang agak keras dan membuatnya terjingkat.
Sejenak ia mengucek mata, menunduk berusaha mengumpulkan nyawa, di situ dia baru menyadari bahwa kedatangan Arthar kemarin hanyalah sebuah mimpi. Memeriksa ponselnya yang masih menunjukkan pukul setengah tiga dini hari, Nagine baru turun dari ranjang setelah menyahuti suara dari luar bilik itu.
Daun pintu itu ia tarik ke bawah. Masih terlihat muka bantal, Nagine tersenyum menatap mamanya. Ia baru sadar kalau wanita itu lengkap dengan mukena dan sajadah yang tersingkap di leher. Nagine tahu ini setengah tiga pagi, waktu subuh juga belum. Lantas, apa hal yang membuat mamanya memakai mukena ini? Apa tadi ... ia salah lihat jam?
“Mama kok pakai mukena?” tanya Nagine dengan suara yang masih parau. Gadis itu menggerakkan leher hingga menyebabkan tulangnya bunyi.
“Kamu udah diajari Aya atau Habiba tata cara solat tahajud, ‘kan?” Nagine mengangguk, Sevina kemudian menyentuh bahu anaknya. “Yuk solat tahajud!”
“Ma, solat tahajud itu sunah, nggak papa kalau nggak dikerjain. Kita nggak dapet dosa, yang terpenting kita solat wajib, lima waktu,” tolak Nagine dengan halus sebisa mungkin agar tak mengecewakan ajakan sang mama.
“Mama tau kok itu sunah, tapi lebih baik kalau dikerjain, ‘kan? Katanya bisa menyempurnakan solat kita yang masih kurang.”
“Ya Allah, Ma. Kita masih baru, wajar kalau solatnya masih ada yang kurang.” Nagine masih berusaha menolak. Gara-gara sang mama membangunkan ia jadi melewatkan mimpi indah malam tadi. Gadis itu akan menyambung mimpinya setelah ini. “Udah ya, Ma? Nagine ngantuk. Mau lanjut tidur dulu.”
Sebelum menutup kembali pintu kamar itu, Sevina menahan tangan Nagine. “Justru karna kita masih baru, Gin. Kita harus membiasakan diri dengan hal-hal religius kayak gini. Biar kita mengenali Tuhan kita sendiri. Mama tau kok awalnya berat, tapi kita bisa sama-sama berjuang loh.” Tanpa menunggu persetujuan anak semata wayangnya itu, Sevina langsung menggandeng Nagine menuju kamar mandi. Mau tak mau gadis itu menurut.
Keduanya kemudian salat tahajud secara munfarid dalam satu tempat. Dulu ruangan sepetak ini merupakan gudang, semenjak masuk Islam mereka membangun musholla dan seluruh benda-benda yang terlibat dalam keyakinan mereka sebelumnya tak lagi ada di ruangan bahkan rumah ini.
Jika bukan karena mengetahui keutamaan salat tahajud, Sevina tak akan mungkin memaksa putrinya untuk melakukan hal yang sama. Siapa juga yang tidak ingin mendapatkan kunci surga hanya dengan bangun di sepertiga malam dan menegakkan salat?
———————
Pagi ini sebelum Sevina membuka toko untuk pertama kali setelah tutup karena sibuk berbelanja pakaian-pakaian yang tertutup, wanita itu baru menyalakan salon speaker ysng terkoneksi di bluetooth. Ia mulai mencari surah al-Furqan yang saat ini tengah menjadi surah favoritnya karena dari surah itu ia mengenal kebesaran Allah.
Salah satu surah yang juga memberikan peningkatan yang cukup pesat akan keimanannya. Sambil sedikit-sedikit menirukan bacaan itu, isi kepala Sevina selalu terngiang akan arti-arti setiap ayat yang beberapa ia hafalkan. Sevina juga membaca tafsirannya.
Seperti pada ayat ke 17-18 kali ini; Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah); “Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?”
Kelak di hari Kiamat, Allah akan menghimpun kaum Musyrikin dan apa saja yang dulu mereka sembah selain Allah. Kemudian Dia berfirman kepada sesembahan-sesembahan itu, “Apakah benar kalian telah menyimpangkan hamba-hamba-Ku dari jalan kebenaran dan kalian perintahkan kalian untuk menyembah kalian ataukah mereka sendiri yang tersesat?”
Lalu ayat ke-18; Mereka (yang disembah itu) menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi) pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah kaum yang binasa.”
Sesembahan-sesembahan itu menjawab dengan penuh pengagungan kepada Allah, “Kami tidak berhak begitu pula dengan seluruh makhluk untuk menyembah selain Engkau, dan menyekutukan Engkau dengan yang lain. Akan tetapi, Engkau memberi mereka kenikmatan yang banyak di dunia sehingga mereka sibuk dengan kenikmatan tersebut, sehingga mereka berpaling dari mengingat dan mensyukuri Engkau; sungguh mereka adalah kaum yang akan binasa.”
Membaca arti dari surah tersebut saja sudah membuat hati Sevina mencelos dan merasa bersalah mengapa tidak dari dulu ia menemukan keimanannya yang sekarang? Sungguh, wanita itu sudah menangis sesegukan sambil mencuci alat masak dan beberapa piring bekas masakan untuk sarapan tadi.
“Ya Allah hamba tau Kau Maha Pengampun, ampuni dosa-dosa hamba karena telah lalai.”
Dulu saat sebuah lagu yang menenangkan rohaninya, kini justru irama dari al-Qur’an yang menenangkan jiwanya. Sevina bersyukur sebelum mati ia sudah berhasil memeluk Islam dan beriman kepada Allah. Peluang untuk masuk surga masih ada, pikirnya.
Suara pintu dari kamar Nagine terbuka. Pemiliknya sudah siap dengan setelan gamis coklat dengan hijab pashmina yang mengulur sampai dada agak lebih muda dari coklat. Gadis itu terlihat menenteng dua tas; paper bag dan satunya totebag. Tentu saja ada ransel yang setia menenteng di pundaknya.
Nagine juga tampak menikmati isi surah al-Furqan sambil berjalan mendekati sang mama meskipun ia tak tahu apa makna dari surah dalam al-Qur’an yang mamanya setel pagi-pagi seperti ini.
Tungkainya melangkah menuju tempat cuci piring yang di sana sudah ada Sevina tengah berdiri mengelap hasil cuciannya. Nagine memanggil wanita itu sambil meletakkan paper bag dan tote bag ke meja makan.
Sevina terlihat mengusap matanya. Wanita itu tidak kentara menangis, bahkan Nagine saja tidak menyadari itu. Air yang membasahi pelupuk pipinya itu hampir sebelas dua belas dengan yang membasahi tangannya. Cipratan air keran kalau kata Nagine.
“Makasih Ma untuk sarapannya tadi. Nagine sekarang harus pergi karena ada rapat sama anak BEM,” katanya. Dia mencium punggung tangan sang mama dengan pangkal hidung lalu belaian lembut itu tercipta di kepalanya yang tertutup hijab.
“Kamu hati-hati bawa motornya. Harus bisa manage energi dan perut. Jangan sampai karena rapat kayak gini kamu jadi telat makan, nggak fokus, dan akhirnya jadi sakit.”
Penuturan itu diangguki oleh Nagine, dia keluar dengan menenteng dua tasnya yang berbeda jenis tadi diikuti Sevina. Saat pintu utama itu dibuka, ia terkejut dengan sosok gagah yang punggung tangannya siap mengetuk pintu tersebut. Ketiganya seketika sama-sama mematung. Dua perempuan yang tak menyangka dia hadir lagi, dan laki-laki tunggal itu terkejut dengan perubahan yang tidak dia ketahui selama ini.
“Kamu khianatin Tuhan?!” tanyanya yang belum apa-apa dengan nada dinaikkan satu oktaf.
———————
To be continued.Who?
All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.
Indonesia, 28 Juli 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only 9 Years | lo.gi.na [END]
Fiksi Remaja[Teenfiction Islami 14+] "Na, lo sama dia itu beda Tuhan. Terus mempertahankan dia selama 9 tahun ini buat apa?" Gadis itu menatap lekat sahabatnya sambil tersenyum dan hampir melepas gelagak tawa yang ditahan. "Besok gue sekeluarga masuk Islam, cu...