Congraduation
———————Upacara kelulusan untuk para pejuang toga itu akhirnya terjadi. Dua tahun sudah kepergian laki-laki itu. Dua tahun juga patah hatinya masih berlangsung. Sudahlah, semuanya memang susah untuk sembuh.
Mimpi untuk memiliki satu foto cantik dengan keberadaan seorang laki-laki di sampingnya itu memiliki akhir yang tidak bisa diwujudkan. Alias pupus. Tiada harapan lagi. Sekarang, dia sedang menjalani hidupnya yang lebih realistis.
Setiap hari adalah takdir. Setiap yang terjadi perlu dipelajari. Itu satu-satunya pegangan Nagine untuk bisa melanjutkan perjalanannya meskipun hari itu rasanya denyut jantung miliknya berhenti berdetak.
Jangan bicarakan kesedihan karena hari ini sangat tidak layak untuk mengeluarkan tangis kecuali tangisan kebahagiaan. Momen ini akan menjadi kenang-kenangan terakhir setelah banyak tenaga, usaha, dan doa yang dikeluarkan.
MC sudah mulai membuka acara ini. Hadirin diminta berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia lebih dulu setelah doa pembuka tadi dipanjatkan. Kemudian disusul dengan acara hiburan yang menampilkan beberapa tarian daerah. Sampai pada puncak acaranya, seluruh nama mahasiswa/i dipanggil bersama dengan gelar yang ia raih.
Suasana kala itu begitu haru. Bulu kulit berdiri tidak kenal tempat. Rasanya jantung berdegup dengan begitu cepat. Debaran dalam dada seperti terdengar dari luar tubuh. Saat disebutkan siapa peraih IPK terbaik tahun ini. Riuh tepuk tangan menggema di ruangan yang menjadi prosesi wisuda berlangsung. Walaupun mahasiswi terbaik itu bukan Nagine, tapi ia tetap terharu. Kerja kerasnya dihargai.
“Galatia Nagine Zabrine Sarjana Pendidikan.”
Suara yang menggema itu berhasil membuat Sevina meneteskan mata haru melihat putrinya berjalan menyalami orang-orang penting di atas panggung. Nagine hari ini tampak anggun dengan pakaian toga yang dibalut dengan hijab syar’i maroon. Gadis itu tampak menyala hari ini.
“Terima kasih Pak Arsen atas bimbingannya,” kata Nagine saat berhadapan dengan dosen pembimbingnya yang totalitas membantu gadis itu menyusun skripsi.
Saat turun dari panggung, Nagine kini tengah berdiri di samping Aya yang memang lebih dulu dipanggil.
“Enak banget lo dapet pembimbing Pak Arsen. Lah gue Pak Jaya!” ucap gadis itu agak kesal karena belum dapat menerima kenyataan.
Nagine terkekeh sambil menggelengkan kepala tidak paham dengan Aya. Padahal Pak Jaya memiliki wajah tampan rupawan, tapi mengapa sahabatnya ini begitu jengkel melihat wajah meneduhkan dosen itu? Apa karena tugasnya sempat ditolak mentah-mentah? Aih, bukannya Pak Jaya tidak pernah memberatkan mahasiswanya, ya?
Waktu terus berjalan sampai akhirnya mereka berada di luar acara. Baik mahasiswa maupun mahasiswi sibuk memotret gambar diri mereka. Nagine dan Aya pun sama. Masih belum disangka rasanya mereka bisa memulai dan mengakhiri masa kuliahnya sama-sama. Awal sekaligus akhir yang semoga baik.
Nagine berharap isu-isu pendidikan selesai dan pertemanan pun selesai tidak terjadi pada persahabatannya dan Aya. Sungguh, Nagine tidak tahu bagaimana hidupnya berjalan jika tidak ada Aya? Sudah cukup Arthar yang hilang, tidak dengan Aya.
Atensinya kemudian memusat ke arah lain. Padahal saat itu dia tengah berpose dengan Aya. Lihat, hati Nagine kembali perih saat melihat pemandangan yang membuatnya sering kali merasa iri. Teman sekelasnya sedang berfoto bersama pasangannya yang juga satu kelas. Sangat manis menurut Nagine, ya semanis impiannya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only 9 Years | lo.gi.na [END]
Fiksi Remaja[Teenfiction Islami 14+] "Na, lo sama dia itu beda Tuhan. Terus mempertahankan dia selama 9 tahun ini buat apa?" Gadis itu menatap lekat sahabatnya sambil tersenyum dan hampir melepas gelagak tawa yang ditahan. "Besok gue sekeluarga masuk Islam, cu...