Chapter 46

158 17 0
                                    

Sami’na wa Atho’na
Hati-hati kehilangan Sang Pemberi Hati.
———————

Suasana camping Nagine hanya karena salah adegan peluk dengan laki-laki sejenis Husain. Masa ngajak nikah kayak ngajak beli pentol?!

Pagi ini, setelah membersihkan diri dan sarapan dilakukan pembongkaran tenda dan persiapan untuk kembali ke sekolah. Sebelum pulang, para murid diajak untuk menghadiri tausiah santuy dari seorang ustaz ternama tanah air yang akan diselenggarakan di masjid yang tidak jauh dari area perkemahan.

Setelah semua barang sudah masuk di dalam bagasi bus, mereka berdiri membentuk lingkaran dan melakukan doa dan syukuran bersama atas keberhasilan satu hari yang sudah mereka lalui kemarin.

“Baik yang kalian suka maupun tidak, Pak Bagus mewakilkan bapak ibu guru di sini mengucapkan terima kasih kepada kalian karena telah berpartisipasi dalam acara camping kenaikan kelas ini. Semoga di kelas XII nanti kalian bisa lebih giat belajar supaya bisa sukses sama-sama.”

Mereka kompak mengaminkan.

“Silakan Pak Husein untuk memimpin doa.”

Mendapat perizinan untuk dilakukannya doa bersama, Husain mengambil alih untuk memimpin doa kepulangan siswa-siswi serta bapak ibu guru menuju sekolah mereka. Doa selesai. Masing-masing masuk ke dalam bus.

Sekitar setengah jam perjalanan, mereka kembali turun di sebuah masjid yang cukup megah dengan nuansa putih dan biru matang. Kubahnya yang besar dan mewah itu terdapat lafadz Allah pada pucuknya. Nagine tidak henti-hentinya memuji nama Allah.

Bangunan mewah yang menjadi tempat ibadah mereka injak dalam keadaan sudah berwudu dan terbebas dari najis. Tempat mimbar yang akan diisi oleh ustaz tanah air yang dimaksud tadi masih kosong. Katanya beberapa menit lagi akan datang untuk memulai kajiannya. Kebetulan yang ikut serta di sini adalah siswa-siswi yang beragama Islam.

Kajian dua menit lagi akan dimulai. Ustaz Hanif Alkali yang sedang duduk di tempat mimbar itu akan memulai topiknya. Mereka menyimak dengan seksama. Sampai pada puncak kajiannya yang membuat isi kepala Nagine tak bisa membuatnya berhenti untuk mengagumi untaian kalimat yang keluar dari mulut orang yang disebut ustaz itu.

Karena di sini 98% yang menghadiri adalah anak-anak milineal, maka ustaz memutuskan untuk mengambil sebuah ceramah singkat. Galau, katanya lagi trend. Bagaimana versi syariahnya?

Galau saja ada yang syari.

“Hati-hati. Sering galau itu bisa jadi tanda-tanda kamu kehilangan keimanan kepada Allah. Sering overthinking tentang masa depan itu sama saja kalau kamu meragukan takdir Allah. Percaya saja pada Allah, apa yang kamu dapat nanti, meskipun itu bukan mimpi yang kamu perjuangkan hari ini, percayalah itu sudah yang terbaik versi Ilahi.”

“Sudah, tidak perlu cemas. Tidaklah Allah memberi rasa sakit kecuali ada penawarnya. Ada obatnya, dan untuk meredakan semua persoalan hidup itu; jawabannya hanya satu. Sami’na wa atho’na. Kami dengar dan kami taat. Segala yang Allah perintahkan kita taati: ingat Allah maka Allah juga akan ingat kita.”

“Udah deh percaya aja. Seorang muslim harus dapat menentukan prioritas mengenai apa yang perlu dipikirkan dan tidak. Batasan mengenai hal ini sudah jelas ada di dalam sumber pedoman umat Islam, Al-Qur’an. Dokter mungkin bisa memberikan kamu obat, tapi kamu tidak bisa menemukan obat seperti yang ada dalam Al-Qur’an. Jadi, obat galau itu inget Allah: ibadah; salat, sedekah, zikir, baca Al-Qur’an.”

“Dan semoga Allah menjauhkan kita dari sikap yang lalai terhadap Tuhannya. Karena Ibnu Qayyim rahimahullah pernah berkata, ‘Seseorang yang hatinya kosong dari (mengingat) Allah dan akhirat akan diuji dengan kecintaan terhadap dunia. Perkara yang paling berat baginya adalah salat, yang paling ia benci adalah berlama-lama dalam solatnya.’ Hayo hati-hati. Bakal jadi hal yang paling nyeremin kalau kamu kehilangan Allah di dalam hati kamu.”

———————

Ba’da maghrib tadi, rupanya mentari masih enggan meredakan sinarnya. Ia malah semakin bermekaran memberikan pancaran oranye mendekati merah padahal jamaah salat sudah turun dari masjid sejak lima menit yang lalu.

Nagine berdiri di dekat jendela rumah. Menatap keadaan sekitar rumahnya melalui kaca jendela yang terpasang tegap di samping pintu. Setelah masuk Islam dua tahun yang lalu, warga komplek setempat sempat memusuhi Nagine dan Sevina. Mereka mengira keduanya adalah orang yang paling berdosa karena mengkhianati Tuhan.

Namun, lambat laun mereka paham bahwa keyakinan seseorang patut kita hargai tanpa kita caci, bahkan usik. Karena semua mereka sendiri yang memikulnya. Tentang dosa atau tidak, biarkan itu jadi urusannya dengan Tuhan. Itu pilihan mereka dan sudah seharusnya untuk dihargai.

Lama melamun menatap indahnya cakrawala sore ini, akhirnya keadaan kembali normal. Langit sudah hitam pekat. Sebentar lagi mungkin azan Isya, pujian di masjid pun sudah terdengar. Nagine beralih menutup tirai jendela. Mengunci ulang rumahnya dan masuk ke dalam kamar persiapan salat Isya.

Dahulu Habiba bilang hendaknya kita menyegerakan salat sama seperti menyegerakan menguburkan jenazah. Sebab kita tidak tahu di menit ke berapa jantung yang selama ini berdetak merenggang nyawa. Saat taat apa saat bermaksiat?

Ia ingat sekali perkataan salah satu perempuan yang berjasa dalam hidupnya yang kini bila diingat-ingat lagi Nagine jadi merindukan masa-masa itu. Agaknya sekarang sulit karena posisi Habiba yang jauh darinya. Gadis itu pulang ke kampung halamannya di Manado. Ditambah koneksi mereka terputus sejak satu tahun lalu. Ya Allah tolong jaga manusia-manusia yang selalu menegakkan agama-Mu.

Setelah mengambil wudu, gadis itu mulai menggelar sajadah dan memakai mukena. Ia mengedarkan pandangan sambil menunggu azan Isya berkumandang. Di lemari kaca itu, ia melihat dari shaf ada mukena spesial yang ia beri plastik dan digantung di bagian paling kanan agar sulit terkena najis yang dibawa oleh manusia. Mukena spesial, iya mukena itu. Mukena dari hamba Allah yang entah bagaimana keadaannya selama dua tahun terakhir ini, bahkan kalimatnya dalam sebuah surat itu masih ia ingat dengan jelas dan pikir bahwa pengirimnya adalah orang yang betul-betul tahu siapa ia.

I know it’s not you, but this is all I dedicate to you.

Satu kalimat singkat itu sudah menjelaskan semuanya. Berpikir tentang hamba Allah, Nagine jadi terikat kejadian kemarin. Saat guru agama di tempat ia mengajar itu mengajaknya menikah. Serius atau sedang berlagak serius?

Allahu akbar. Allahu akbar.

Suara azan berhasil membuyarkan kelana pikir Nagine dan langsung buru-buru menjawab suara azan dan memanjatkan doa setelah azan, setelah azan dan sebelum iqomah itu Nagine berdoa semoga ia cepat dipertemukan oleh nama di balik hamba Allah. Terakhir, ia bergegas mendirikan salat empat rakaat.

———————
To be continued.

Besok nggak bisa janji bakalan update ya frens, tapi saya akan usahakan setiap hari. Menuju chapter 50 nggak boleh lengah, soalnya saya juga mau cerita ini cepat-cepat selesai.

Tinggal penyelesaiannya aja ini. Hehe.

All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.

Indonesia, 22 Agustus 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang