Chapter 13

219 20 1
                                    

Want to Join
———————

Pertanyaan yang disuarakan Sevina tadi pagi masih membekas di pikiran Nagine. Sebetulnya, gadis itu telah berusaha keras untuk melupakan semua yang terjadi pada dirinya sendiri akhir-akhir ini. Dia tidak ingin mengkhianati kepercayaannya sendiri. Namun, sekuat apa dia berusaha untuk melupakan semua keanehan itu, Nagine justru malah tidak bisa melupakannya. Seperti saat ini, beberapa kali ia ditegur dosen karena pandangannya kosong.

Aya juga hari ini merasa bingung melihat sahabatnya seperti orang kehilangan banyak hal. Beberapa kali ia mencoba untuk bertanya, tapi Nagine hanya memberikan gelengan sebagai jawaban dari semua pertanyaan yang Aya lontarkan. Sepertinya, perempuan itu tahu harus menghubungi siapa setelah kelas selesai.

Benar saja, setelah kelas selesai Nagine pamit meninggalkan Aya kebingungan. Cewek itu juga tak berniat menyusul meskipun bingung, yakin Nagine akan kembali saat sudah siap bercerita. Mungkin kali ini dia butuh waktu sendiri untuk memikirkan kehidupannya.

Sependek pengetahuan gadis itu, Nagine merupakan korban dari kegagalan pernikahan orang tuanya. Selama ini, masalah yang menimpa Nagine tak jauh dari ketidakpedulian sang ayah. Sudah tiga tahun Nagine hanya tinggal berdua bersama mamanya. Tentu ia merindukan Lukas. Aya menebak, kali ini masalah Nagine juga dari sana. Mungkin kali ini lebih serius.

Di sisi lain, gadis itu mencoba untuk menghubungi seseorang yang baru ia kenal tak sampai seminggu ini. Kakak tingkatnya yang beda fakultas, Habiba. Setelah dua kali melewatkan panggilan, akhirnya telepon itu bisa bersambung kepada pemilik nomornya.

“Halo, Kak. Ini orang yang kakak pinjami buku di perpustakaan. Apa masih ingat?”

Hening. Mungkin sedang berpikir.

Ma syaa Allah. Iya, saya ingat. Saya kira siapa tadi. Soalnya nomernya asing. Jadi, bagaimana Nagine? Apa sudah dibaca?

“Sudah separuh, saya ingin bertemu Kakak. Apa bisa?”

Kapan, ya? Saya atur jadwal dulu. Soalnya saya lagi skripsian sekarang.

“Ah pasti kalau saya ajak kakak ketemuan, kakak sibuk. Lain kali saja, ya?”

Kalau mau ketemu cuma buat balikin, mending bukunya kamu selesaikan dulu. Nanti baru dibalikin.

“Ma–masalahnya bukan tentang buku itu, Kak.”

Lalu?

“Ada hal lain yang ingin saya tanyakan.”

Sabtu sore kayaknya saya senggang. Gimana kalo Sabtu sore?

“Boleh, Kak. Kita ketemuan di mana?”

Kita ketemuan di depan kampus? Apa jauh dari tempat kamu tinggal?

“Nggak, Kak. Rumah saya dekat kampus kok. Gang depan universitas Dwitama. Dua puluh menit kalau mau ke kampus kita. Saya bisa. Jadi, deal di sana, ‘kan?”

Iya.”

“Sampai ketemu Sabtu sore, Kak. Maaf mengganggu waktunya, ya? Terima kasih loh.”

Sama-sama Nagine. Saya tutup teleponnya, ya?

“Iya, Kak.”

Wassalamu’alaikum.

“H–hah? Wa–wa’alaikumsalam.”

Nagine memegangi mulutnya dengan tangan yang gemetar. Apa tadi? Ia menjawab salam? Sungguh, gadis itu ingin menangis sejadi-jadinya sekarang. Ada rasa yang ingin ia luapkan, tapi kesalnya ia tak tahu perasaan apa ini.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang