Sudah dua hari yang lalu Jeno sadar pasca operasi. Namun, ia benar-benar tidak mau bicara dengan siapapun. Ia hanya diam dan tidak mau makan. Sampai-sampai dokter harus memberinya vitamin lewat jarum suntik karena Jeno sama sekali tidak mau makan makanannya. Pagi itu, Danish sedang membujuk putranya untuk makan, namun putranya terus menolaknya. Devian sedang melaksanakan rapat pagi itu di kantornya, sedangkan Jevier dia masih saja menjauh dari adiknya itu.
"Makan dulu, dek. Dari kemarin kamu ngga makan, loh. Kamu kan baru operasi lambung, kalau perutnya sakit lagi gimana? Jeno mau sakit terus?", ucap Danish.
Jeno terus saja mendiami daddy-nya. Ia tidak mau menatap daddy-nya. Ia hanya menatap jendela kamar rawatnya, namun ia masih mendengar suara daddy-nya yang menyuruhnya makan.
"Jeno, makan sedikit ngga pa-pa kok. Buka mulutnya, sayang", ucap Danish dengan sabar.
Jeno masih saja diam tanpa merespon apa pun membuat Danish semakin bingung apa yang harus dilakukannya agar putranya itu mau memakan makanannya.
"Dek, ayo buka mulutnya. Daddy bingung harus gimana bujuk kamu supaya kamu mau makan. Jangan buat daddy makin pusing dengan kamu yang kayak gini", ucap Danish.
Danish lalu meletakkan piring berisi bubur yang seharusnya dimakan Jeno pagi itu ke atas nakas dekat ranjang Jeno. Ia lalu memijat pelipisnya. Ia benar-benar pusing dengan anak-anaknya. Jevier dan Jeno sekarang tidak seakur dulu. Keluarganya kini sudah hancur. Sudah tidak ada Tiffany yang membantunya mengurus semua putranya. Ia pikir mengurus putra yang sudah besar begini akan lebih mudah, tapi ternyata malah lebih sulit. Mereka sudah bisa mengambil keputusan dan tindakannya sendiri. Apalagi Jevano yang memang dari dulu lebih dekat dengan Tiffany. Ia sadar, dirinya terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga waktunya bersama putranya tidak sebanyak Tiffany yang selalu menemani putranya itu.
"Jeno, katakan sesuatu. Jangan diami daddy seperti ini, nak", ucap Danish.
"Mommy..", lirih Jeno.
"Jeno, ngga ada mommy di sini. Jeno sekarang tinggal sama daddy dan kakak. Jangan cari mommy lagi. Mommy udah ngga tinggal sama kita", ucap Danish.
Mendengar ucapan daddy-nya, membuat Jeno teringat mommy-nya yang pergi meninggalkannya. Ia kembali menangis mengingatnya. Matanya masih menatap keluar jendela, namun ia mengeluarkan air matanya tanpa suara.
"Ya Tuhan, tolong aku! Jangan menangis, nak. Tolong jangan buat daddy semakin ingin mati saja sekarang dari pada lihat kamu nangis", ucap Danish. Ia paling tidak bisa melihat putra kesayangannya itu menangis.
"Hiks.. hiks..", Jeno menggigit bibir bawahnya dengan kencang untuk menahan sesak di dadanya.
"Jangan nangis terus, dek. Nanti kamu sesak. Daddy kan sudah minta maaf. Jeno mau apa, hm?", ucap Danish sambil menghapus air mata Jeno.
"Kembalikan mommy, dad. Hiks.. Aku ngga mau pisah sama mommy. Aku mohon..hiks..", ucap Jeno.
"Jeno, tapi daddy sudah meminta mommy untuk pergi. Kalau daddy kembalikan mommy, kak Jev juga akan pergi. Jeno mau kak Jev pergi?", ucap Danish.
"Kalo gitu biarin Jeno aja yang pergi sama mommy, dad. Biarin Jeno tinggal sama mommy", ucap Jeno.
"Tidak, sayang. Daddy ngga akan biarin kamu jauh dari daddy. Daddy ngga bisa", ucap Danish lalu memeluk Jeno.
"Lepasin, aku dad! Aku mau sama mommy! Aku udah kecewain daddy karena aku cacat! Aku anak daddy yang terlahir ngga sempurna. Daddy pasti malu punya anak kayak aku! Biarin aku tinggal sama mommy Tiffany yang mau terima aku apa adanya, dad. Jangan pisahin aku sama mommy! hiks.. hah..akhh...hahh..ahh", ucap Jeno dengan nafas yang terdengar sesak. Ia mencengkram kuat dadanya. Jantungnya pasti berulah lagi sekarang. Ia butuh mommy-nya. Kenapa daddy-nya itu tidak mau mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Angel✓
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Daddy emang punya segalanya, semuanya Daddy bisa beli. Tapi apa Daddy bisa beli apa yang aku butuhin? Aku ngga butuh mobil mewah keluaran terbaru, aku ngga butuh kapal pesiar, aku ngga butuh itu semua!". ...