Donor jantung

1.4K 139 38
                                    

Malam itu, setelah Danish dan bodyguardnya pergi dari apartemennya, Juna keluar ke arah balkon apartemennya. Ia gelisah karena mamahnya sekarang sedang jadi buronan. Bagaimana jika mamahnya tertangkap dan masuk penjara? Ia sudah berkali-kali mencoba menghubungi mamahnya, tapi panggilannya tidak aktif.

"Kenapa mamah lakuin itu ke Jeno?! Juna benci sama mamah karena mamah tega celakai Jeno sampai kayak gitu! Kenapa mamah selalu ganggu Jeno! Juna malu mah, Juna malu karena mamah Juna sendiri yang bikin sahabat sekaligus adik Juna sekarat! Juna ngga pantes jadi sahabat Jeno. Apa yang harus Juna lakuin buat bisa nebus kesalahan yang udah mamah buat ke dia?", ucap Juna.

Ia lalu masuk ke dalam kamarnya dan menyambar jaketnya. Ia turun dari lantai apartemennya, lalu mencari taksi yang masih lewat di depan apartemennya. Saat ia sudah mendapatkan taksinya, ia pun memerintahkan supir taksinya untuk mengantarnya ke suatu tempat. Ternyata, ia turun di depan sebuah rumah sakit besar dan ternama di kota itu. Itu adalah rumah sakit milik Darwis Danadiyaksa. Ia berjalan masuk sambil memakai masker dan menutupi kepalanya dengan penutup kepala jaketnya. Malam itu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ia menuju ke ruang poli jantung, namun di jam semalam itu, dokter spesialis jantung sudah tidak melayani jam pemeriksaan. Ia lalu pergi ke bagian resepsionis rumah sakit.

"Permisi", ucap Juna.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?", tanya petugas resepsionis.

"Apa saya bisa bertemu dengan dokter spesialis jantung?", tanya Juna.

"Sebelumnya, apa ada keluhan? Jika itu sangat mendadak dan darurat, saya akan mintakan dokter spesialis jantung untuk bertemu dengan Anda", ucap petugas resepsionis.

"Ya, ini penting. Saya harus bertemu malam ini juga. Tolong saya", ucap Juna.

"Baiklah, mohon untuk menunggu. Atas nama siapa? Saya akan coba hubungi dokter spesialis jantung", ucap petugas resepsionis.

"Arjuna Harsa Haryaka", ucap Juna.

"Silahkan, sembari menunggu Anda bisa duduk di sebelah sana", ucap petugas resepsionis itu sambil menunjuk ke arah kursi tunggu.

Juna lalu duduk di kursi itu. Ia terlihat menggetarkan kakinya dan mengetuk-ngetuk kursi itu dengan jarinya. Ia kelihatan gugup malam itu.

Sampai tiba-tiba, suara petugas resepsionis terdengar memanggil namanya. Juna pun beranjak menuju meja resepsionis itu.

"Silahkan, Anda bisa menemui dokter Juan di ruangan poli jantung. Beliau sudah menunggu Anda di sana", ucap petugas resepsionis.

"Terimakasih", ucap Juna lalu segera melangkahkan kakinya kembali menuju ke ruangan poli jantung.

Saat ia sudah sampai di depan ruang resepsionis, ia tampak menghembuskan nafasnya panjang. Ia benar-benar gugup sekarang. Apa keputusannya ini sudah benar? Setelah meyakinkan dirinya, ia pun membuka pintu ruangan itu. Ini baru pertama kalinya dirinya melihat ruangan yang menurutnya begitu menakutkan. Banyak alat-alat asing yang ia tidak tahu fungsinya untuk apa. Ia juga melihat dokter Juan yang terlihat sedang membaca beberapa map di atas mejanya. Dokter Juan yang merasa ada seseorang memasuki ruangannya segera menghentikan kegiatan membacanya itu dan segera meletakkan map yang ia baru saja baca begitu saja di atas meja.

"Silahkan duduk", ucap dokter Juan pada Juna.

Juna lalu duduk di hadapan dokter Juan.

"Atas nama Arjuna Harsa Haryaka?", tanya dokter Juan.

"Betul, dok", ucap Juna.

"Ada apa menemui saya? Apa ada keluhan?", ucap dokter Juan.

"Saya sudah berusia 17 tahun. Apa saya bisa mendaftarkan diri untuk jadi pendonor jantung?", ucap Juna.

The Little Angel✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang