Siang itu, terlihat Devian keluar dari rumah sakit milik opanya. Ia terlihat menenteng tas kantornya dan berjalan terburu-buru menuju mobilnya yang berada di parkiran. Ia lalu memasuki mobil hitamnya dan langsung melajukan mobil tersebut dengan kecepatan sedang. Ia melajukan mobilnya sambil memikirkan adik bungsunya itu. Sedari tadi ia menahan air matanya untuk turun. Dan kini, akhirnya ia membiarkan air matanya itu untuk turun. Ia mengingat saat adiknya menolak memakai masker oksigennya dan menjatuhkannya ke lantai. Ia ingat saat adiknya kesulitan bernafas tapi tetap tidak mau memakai masker oksigennya. Ia sangat marah pada adiknya sekarang. Kenapa adiknya tidak mengerti? Tidak tahukah adiknya itu kalau dirinya sangat mengkhawatirkannya? Dia sangat takut kehilangan adik tersayangnya itu.
Flashback on
"Jeno, kak Juan yakin di sini pasti sesak sekali. Kenapa masih ngga mau pakai? Jeno, kalau kamu tahan terus nanti makin sakit", ucap dokter Juan sambil menunjuk ke arah dada pasiennya itu.
Jeno tetap menggelengkan kepalanya dan malah menyingkirkan masker oksigen yang masih berada di tangan dokter Juan. Ia menjatuhkan masker oksigen itu ke lantai dan segera diambil lagi oleh dokter Juan
"Jeno! Kenapa dijatuhin?! Kak Dev ngga suka kalo adek susah dibilangin. Kak Dev marah kalo adek ngga mau nurut. Kak Dev pulang, ngga mau ke sini lagi kalo Jeno kayak gitu", ucap Devian.
Jeno menangis saat mendengar Devian mengatakan itu.
"Hiks.. hah.. hhh..hah.. hhhh.. hiks.. hiks.. ", suara tangis Jeno terdengar. Nafasnya terdengar berat dan menyesakkan siapa saja yang mendengarnya.
Devian menatap adiknya dengan mata yang terlihat berair. Setelah itu, ia beranjak dari sofa, mengambil tas kantornya yang berada di sofa yang ia duduki.
"Kak, mau ke mana?", tanya Danish.
Devian hanya diam saja lalu keluar dari ruang rawat Jeno.
Flashback off
Devian lalu menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang ia lewati itu. Ia lalu menghapus air matanya kasar lalu memijit pelipisnya. Tak lama, ponselnya berdering menandakan ada seseorang yang meneleponnya. Devian melihat siapa yang meneleponnya. Ternyata, itu adalah Jevier. Ia mengabaikan panggilan dari adiknya itu. Namun, Jevier masih saja berusaha menghubunginya. Ia akhirnya mengangkat telepon dari Jevier.
"Kak, di mana?", ucap Jevier dari seberang telepon.
"Kenapa?", ucap Devian.
"Adek sakit kanker darah, kak", ucap Jevier.
"Apa?!", ucap Devian.
"Iya, kak. Dokter Fadil bilang adek kena kanker darah. Jev ngga nyangka kenapa adek ada aja sakitnya. Kasihan adek kak, Jev ngga tega jadinya. Tapi adek belum tahu. Jangan bilang ke adek ya, kak. Daddy bilang kita suruh rahasiain ini dari adek. Jangan sampai adek tahu kalo dia sakit kanker. Takutnya nanti adek malah tambah drop", ucap Jevier.
"Sekarang gimana?", ucap Devian.
"Sekarang adek lagi tidur. Kak, Jev minta nanti kak Dev ke rumah sakit lagi ya, ajak Juna? Kasihan adek pasti sedih tadi kak Dev tinggal. Tadi adek jantungnya sempet kambuh lagi pas kak Dev baru aja pergi dari ruangan adek", ucap Jevier.
"Iya", ucap Devian.
"Ya udah, aku cuma mau kasih tahu itu aja. Kak Dev di mana sekarang?", tanya Jevier.
Namun, Devian malah langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menjawab pertanyaan Jevier. Ia lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Terlihat wajahnya begitu marah sekarang. Sampai akhirnya, ia berhenti di sebuah kantor polisi. Ia meminta izin pada polisi yang berjaga bahwa ia ingin menemui salah satu tahanan di sana. Setelah itu, ia duduk di ruang besuk tahanan sambil menunggu seseorang yang ingin ia temui. Tak lama, seseorang yang ia tunggu pun datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Angel✓
Fiksi RemajaDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Daddy emang punya segalanya, semuanya Daddy bisa beli. Tapi apa Daddy bisa beli apa yang aku butuhin? Aku ngga butuh mobil mewah keluaran terbaru, aku ngga butuh kapal pesiar, aku ngga butuh itu semua!". ...