Mobil hitam milik Danish melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan sore itu. Tidak peduli banyak kendaraan lain yang juga sedang melawati jalan yang mereka lewati. Danish membunyikan sirine mobilnya untuk meminta jalan pada para pengguna jalan lain. Ia bahkan berani menerobos lampu merah walaupun ia tahu itu akan membahayakan keselamatannya sekarang. Para bodyguard ikut mengikuti mobil tuannya dari belakang. Danish sangat khawatir sekarang dengan kondisi putra bungsunya yang sedang dirawat di rumah sakit. Hatinya saat ini sedang tak karuan karena istrinya memberi kabar buruk mengenai putra bungsunya itu. Suara istrinya yang menangis saat meneleponnya membuatnya takut. Apa kambuhnya kali ini benar-benar fatal? Kenapa putranya bisa kambuh tiba-tiba, padahal tadi pagi saat ia akan berangkat ke kantor putranya masih baik-baik saja. Ia tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Yang terpenting baginya adalah keselamatan putra bungsu kesayangannya itu. Devian yang duduk disebelahnya juga ikut panik sekarang. Setiap ia dengar adiknya kambuh, ia pasti merasa takut. Ia takut jika adiknya pergi meninggalkannya. Ia terus merapalkan do'a untuk adiknya. Ia berdo'a agar adiknya baik-baik saja dan masih tetap bersamanya.
"Jeno, bertahan, nak. Kalau daddy sampai, kamu harus sudah baik-baik saja. Jangan buat daddy takut dan khawatir seperti ini", gumam Danish sambil menyetir.
•••
Di depan ruang rawat Jeno, semuanya terlihat khawatir dan cemas. Para sahabat Jeno masih berada di depan ruang rawat itu bersama dengan keluarga Jeno yaitu oma, opa, Tiffany, dan juga Jevier. Oma dan opa kini duduk di depan ruang rawat Jeno sambil menunggu kabar dari dokter Juan bahwa cucunya di dalam baik-baik saja. Sedangkan Tiffany, Jevier, dan teman-teman Jeno masih berdiri melihat Jeno melalui kaca pintu ruang rawat. Terlihat suster keluar dari ruang rawat itu sambil berlari."Ada apa sampai berlari?! Cucuku baik-baik saja kan di dalam?!", tanya opa.
"Kami kehilangan detak jantungnya!", ucap suster itu lalu kembali berlari meninggalkan ruangan itu.
"Apa?!", ucap opa.
Tiffany tentu saja menangis mendengar itu. Ia benar-benar takut kehilangan putranya.
"Nath, hari ini bukan hari terakhir kita ngobrol sama Jeno, kan?", tanya Haikal yang sudah ingin meneteskan air matanya.
"Lu ngomong apa sih, Kal! Jangan ngomong gitu lagi, goblok! Harusnya lu do'ain Jeno yang baik-baik!", ucap Juna yang malah sudah menangis.
"Gua ngga tahu, Kal. Gua bener-bener ngga tahu apa yang terjadi. Rasanya kayak mimpi. Gua ngga percaya sama apa yang gua liat", ucap Nathan dengan air matanya yang mulai keluar.
"Jen, lu udah janji bakal selalu baik-baik aja buat gua. Kenapa sekarang lu gini? Jangan tinggalin gua, Jen. Gua belum siap kehilangan sahabat terbaik gua. Gua ngga bakal maafin lu kalo lu berani pergi sekarang!", ucap Nathan dalam hati.
Tak lama, suster yang tadi berlari kembali ke ruang rawat Jeno bersama dengan beberapa rekan medis lain dengan mendorong alat yang mereka tahu itu adalah alat pacu jantung. Mereka lalu melihat dokter Juan membuka kancing kemeja bagian atas yang dikenakan Jeno. Kini remaja tampan itu terlihat bertelanjang dada. Mereka melihat tubuh Jeno terangkat ke atas saat dokter Juan menempelkan alat pacu jantung itu di dadanya. Tiffany tak kuasa menahan tangisnya melihat putranya sekarat di dalam sana. Tangannya menyentuh kaca pintu ruang rawat Jeno. Ia benar-benar ingin menemani putranya di dalam dan ingin meminta putranya untuk tetap bersamanya.
"Gua ngga kuat liat Jeno sumpah! Gua ngga sanggup. Dia pasti kesakitan kan di pakein alat kayak gitu", ucap Haikal sambil menghapus air mata yang mengalir membasahi pipinya.
Nathan lalu memeluk Haikal dan menenangkan sahabatnya itu.
"Do'ain aja semoga Jeno kuat dan masih mau bertahan sama kita. Gua yakin Jeno pasti ngga akan semudah itu ninggalin kita", hibur Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Angel✓
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ (𝐿𝐸𝑁𝐺𝐾𝐴𝑃 !!) "Daddy emang punya segalanya, semuanya Daddy bisa beli. Tapi apa Daddy bisa beli apa yang aku butuhin? Aku ngga butuh mobil mewah keluaran terbaru, aku ngga butuh kapal pesiar, aku ngga butuh itu semua!". ...