Celaka!

1.4K 118 34
                                    

Suasana tegang terjadi di sebuah gedung tua. Ruangan gelap itu kini menjadi saksi tempat di mana putra bungsu kesayangan Danadiyaksa kini tengah disiksa dan tempat itu sekaligus menjadi saksi di mana Jessie akan memenuhi sumpahnya untuk membunuh remaja tampan nan imut itu. Bau anyir yang berasal dari darah yang mengotori tubuh Jevano tercium oleh siapa saja yang berada di ruangan kosong itu. Namun, ada darah lain yang mengalir di lantai gedung itu. Itu adalah darah milik sang kakak, Juna.

Flashback on :

"Mamah ngga akan biarin kamu pergi, Juna! Sebaiknya turunkan pistol itu!", ucap Jessie.

"Engga! Sebelum mamah turunkan dulu pistolnya dan janji lepasin Jeno!", ucap Juna.

"Baiklah, mamah akan turuti kemauan kamu. Tapi buang pistol itu sekarang!", ucap Jessie.

"Juna bilang mamah juga harus jauhin pistol itu dari Jeno! Sekarang, mah!", ucap Juna.

Jessie lalu menuruti perintah putranya itu. Ia membuang pistolnya diikuti dengan Juna.

Namun, saat Jessie baru membuang pistolnya bersamaan dengan Juna yang juga meletakkan pistol yang dipegangnya itu, Jessie ternyata juga menyimpan pistol lain di saku bajunya. Juna yang melihat itu segera berlari ke arah Jeno dan memeluk adiknya itu dengan erat.

"JENO!", teriak Juna sambil berlari memeluk tubuh adiknya.

"DOR!"

"JENO!", panggil Juna sekali lagi namun kini dengan suara lirih.

Jeno menangis saat mendengar suara tembakan itu. Ia menangis karena tembakan itu mengenai punggung belakang Juna karena Juna memeluknya dan berusaha melindunginya.

"Hiks.. kak Jun..na..hh", ucap Jeno sambil mengeluarkan air matanya. Kedua mata kakak beradik itu saling bertemu.

"Jen..no.. lu.. ngga pa..pa.., kan?", tanya Juna dengan suara lirih namun masih dengan memeluk tubuh adiknya.

"Hiks.. kak Jun..na.. hiks.. hiks..", ucap Jeno sambil menangis.

"Ja..ngan na..ngis, dek..", ucap Juna sambil tersenyum melihat wajah adiknya yang kini begitu dekat dengannya. Ia lega karena bukan adiknya yang mendapat tembakan itu, melainkan dirinya.

Jessie yang melihat punggung putranya berdarah karena tertembak olehnya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya itu. Ia membuang pistolnya dan meletakkannya ke sembarang arah. Matanya terlihat berkaca-kaca saat melihat Juna dari belakang yang masih memeluk Jeno.

"Tidak! Hiks.. Juna?", ucap Jessie.

Juna yang mendengar suara mamahnya memanggilnya hanya bisa menangis. Namun, ia tidak mau membalikkan tubuhnya ke arah mamahnya yang berada di belakangnya. Ia masih terus memeluk adiknya itu dengan erat. Ia masih ingin melindungi adiknya. Ia tidak mau mamahnya melukai adiknya lagi. Meskipun ia merasa sakit dan mungkin jika ia tidak bisa bertahan karena kehilangan banyak darah, ia tidak peduli. Yang terpenting ia harus melindungi adiknya dulu sekuatnya.

"Juna..", panggil Jessie sambil berjongkok memegang bahu putranya.

"Lepas..sin Juna, mah!", ucap Juna.

"Hiks.. Juna, maafin mamah, sayang. Mamah sayang sama Juna, hiks..", ucap Jessie sambil menangis.

Juna menangis saat mendengar mamahnya meminta maaf padanya dan memanggilnya dengan sebutan selembut itu. Baru kali ini ia mendengar mamahnya memanggilnya seperti itu.

Jessie lalu membalikkan tubuh putranya pelan. Juna yang memang sudah merasa tubuhnya lemas, akhirnya melepaskan pelukannya pada Jeno dan berbalik menghadap Jessie.

The Little Angel✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang