4. Broken Heart

666 107 20
                                    

Halooo!!!

Akhirnya bisa up lagi setelah melalui hari-hari yang hectic. Hehe

Jangan lupa vote dan komen!

Follow aku wattpadku juga ya. Ayolah yang belum follow segera difollow. Kasihanilah author yang udah susah payah menyempatkan waktu buat nulis cerita ini di tengah-tengah pekerjaan dunia nyata yang bikin mumet. Hahaha

Sekali lagi jangan lupa vote dan komen!

Happy reading...



💔💔💔









Jeano pulang dalam keadaan miris. Sedari tadi dia hanya melamun di balkon. Kalau dihitung sudah 2 jam dia duduk di macrame chair tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Kopi hitam yang diseduhnya sendiri pun sampai dingin karena terlalu lama dianggurkan.

Malam ini cuacanya masih sedikit mendung meski hujan telah berhenti. Kota Surabaya yang biasanya sangat panas kini sedikit lebih sejuk. Namun, berbanding terbalik dengan suasana hati Jeano yang sama sekali tidak ada sejuk-sejuknya. Malah terasa panas setelah melihat Karina bersama pria lain. Pria yang katanya menjadi tunangannya sekarang.

Jeano benar-benar merasa kena hukum karma. Dulu dia sering memutuskan hubungan begitu saja dengan mantan-mantannya tanpa alasan yang jelas. Sekarang di saat dia benar-benar bucin ke Karina, malah diputusin Karina. Sakit banget rasanya. Lebih sakit diputusin Karina daripada sakit gigi geraham bungsu tumbuh.

"Bang? Abang?" panggil seseorang. Siapa lagi kalau bukan Winta. Hanya Winta yang tahu password apartemennya Jeano.

"Gue di balkon, Win," sahut Jeano.

Tak lama kemudian Winta muncul di balkon. Ibu hamil itu dipersilakan Jeano untuk duduk di macrame chair agar nyaman, sedangkan Jeano duduk di atas rumput hijau sintetis.

"Ngapain ke sini?"

"Mas Nana bilang tadi Abang abis diputusin Mbak Karina."

"Ember banget si Nana," gumam Jeano.

"Pasti nyesek, ya. Secara Abang udah lama digantungin Mbak Karina."

"Hati gue rasanya kayak diremes-remes Voldemort, Win."

"Gue ngerti, Bang. Tapi Abang juga nggak boleh bersedih terus. Buruan bangkit dan buka hati buat perempuan lain," saran Winta memberi solusi yang terkesan monoton di telinga Jeano.

"Gimana mau buka pintu hati buat yang lain sementara yang punya kuncinya cuman Karina, Win?"

"Ya tinggal bikin pintu baru dengan kunci yang berbeda, Bang."

Jeano menggeleng pelan. "Susah kayaknya, Win. Seumuran abang yang udah mateng buat nikah gini, bukan zamannya lagi memulai hubungan baru sama cewek. Apalagi stranger. Ya rasanya udah bukan masanya aja."

"Itu sih cuman perasaan Abang doang kayaknya. Masih banyak perempuan di luar sana, Bang. Banyak juga orang-orang yang nikahnya lewat taaruf."

Jeano tidak merespon lagi. Matanya menatap sendu langit Kota Surabaya yang hitam. Semilir angin menyentuh pori-pori kulitnya.

"Win, masuk ke dalam, gih! Di sini makin dingin, entar kalau lo sakit, gue yang dimarahin Nana."

"Gue tuh malah kepanasan, Bang. Perut makin gedhe gini bawaannya panas banget. Ini aja gue keringetan," balas Winta sambil mengusap keringat di keningnya.

"Tetep harus masuk. Udara luar nggak baik. Mending di dalem aja gue kencengin AC-nya."

"Oke. Tapi bantuin gue berdiri. Macrame chair lo terlalu melengkung ke bawah. Agak susah, nih."

What Can I Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang