35. Baloga

313 58 2
                                    

Haloooo!!!

Gimana perasaan kalian saat tahu aku update cerita ini?

Seneng nggak?

Maaf lama banget update cerita karena aku masih rempong sama OSN. Tapi, setelah tanggal 5 april Insya Allah aku udah lumayan longgar. Mungkin bisa lebih intens update. 

Kalau seneng cerita ini, jangan lupa tinggalkan vote dan komen, ya.


Happy reading!!!


***



Ini mungkin terbilang terlalu nekat, Karina menyusul Jeano hingga ke Malang. Iya, Di hari sabtunya, wanita beneran pergi menyusul Jeano ke kota tempat kuliahnya dulu.  Wanita itu berangkat menggunakan kereta eksekutif pagi-pagi. Karina bahkan berani membatalkan acara jogging bareng Raka dengan alasan ikut reuni dengan teman kuliahnya di Malang. Raka awalnya menawarkan diri untuk mengantar Karina ke Malang dengan mobil. Tapi, hal itu tentu saja bisa menjadi boomerang untuk Karina. Alhasil Karina menolaknya dengan halus. Wanita itu membujuk Raka untuk tetap pergi sendirian dengan dalih tidak ingin membuat Raka kecapekan. Untungnya Raka bisa mengerti, dan Karina tentu saja sangat senang. Beginilah akal muslihat seorang wanita yang berselingkuh. Ada saja seribu alasan untuk mengelabui sang tunangan.

Karina masuk Stasiun Gubeng melalui pintu baru. Dia hanya membawa pakaian dan barang secukupnya untuk pergi ke Malang. Toh, dia hanya akan menginap sehari di Malang. Tidak perlu membawa banyak barang-barang. Karina duduk di sebuah kursi penumpang di gerbong eksekutif.  Gerbong kereta di pagi buta cukup sepi. Lima menit setelah duduk, kereta pun akhirnya berjalan menuju kota yang selalu Karina rindukan karena banyak kenangan dengan Jeano di sana. Karina melihat pemandangan sekitar. Siluet matahari pagi menemani perjalanannya. Karina lantas merogoh ponselnya di tas. Diteleponnya nomor Jeano.

"Halo, Rin. Kenapa pagi-pagi telepon?" sapa dari seberang sana. Suaranya terdengar serak khas orang bangun tidur.

"Kamu pasti abis subuhan tidur lagi?" terka Karina yang sepenuhnya benar. Sebagai seorang bujang ngapain lagi kalau nggak melanjutkan tidur usai ibadah subuh di weekend seperti ini.

"Iya. Hehe... kenapa? Kangen sama aku, ya?"

"Iya. Saking kangennya ini aku lagi perjalanan ke Malang," jawab Karina sambil memandang hamparan sawah hijau dari luar jendela kereta. Pemandangan yang sangat menyejukkan mata.

"Hah? Kamu ke Malang? Sekarang?" suara Jeano tiba-tiba terdengar kaget dari telepon.

"Iya. Makanya kamu buruan bangun. Siap-siap ketemu aku. Nanti jemput aku di stasiun Kota Baru, ya," pinta Karina.

"Siap, Cantik. Kalau gitu aku mandi dulu, ya. Kamu udah sarapan belum?"

"Baru makan pisang 2 biji sama susu UHT," jawab Karina.

"Ya udah. Nanti sarapan di rumah aja. Ini pasti Mama lagi masak. Aku bilang ke Mama dan Papa kalau kamu mau ke sini. Kalau udah mau nyampe Stasiun Kota Baru nanti kabarin aku, ya. Tungguin aku."

"Oke, Jeje Sayang. Tungguin aku, ya. Kamu mandi dulu yang wangi."

"Siap, Ayang."

Karina menutup teleponnya, kemudian terkekeh pelan. Kalau dipikir-pikir, dia dan Jeano lebay seperti anak ABG yang lagi pacaran. Padahal mereka sudah dewasa dan sudah menikah. Aneh saja kelakuan bucin mereka lebay banget seperti ini. Namun, Karina justru bahagia. Hidupnya yang dulu hanya punya satu warna yang monoton, kini terwarnai dengan segala macam warna. Dan Jeano lah yang menggoreskan tinta warna-warni itu di kanvas kehidupan seorang Karina Adeline Haryasa. Berkat Jeano, Karina merasa benar-benar menjadi manusia yang hidup. Karina punya harapan untuk masa depannya.

What Can I Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang