52. Memaafkan

427 58 2
                                    

Halooo!!!!

Aku update ya.

Jangan lupa vote dan komen!

Follow akun wattpadku juga.

Happy reading...

🌹🌹🌹






Rumah mewah ini ramai dikunjungi pelayat meski prosesi pemakaman sudah selesai. Karina berdiri diantara puluhan pelayat yang berdatangan silih berganti. Suasana kesedihan sangat kental di rumah ini. Padahal biasanya rumah ini selalu dihiasi dengan kehangatan sebuah keluarga harmonis. Suara tangis sanak saudara, ucapan bela sungkawa, hingga lantunan doa-doa menjadi iringan yang semakin memperkental suasana duka. Sebenarnya Karina trauma dengan suasana seperti ini. Semua kejadian di rumah mewah ini mengingatkannya pada kenangan buruk masa lalu. Kehilangan kedua orang tuanya membuat hatinya selalu teriris bila berada di suasana duka seperti ini.

Karina tahu semenjak kedatangannya 10 menit yang lalu, keluarga Raka intens menatapnya. Sorot tatapan mereka jelas mengisyaratkan kebencian dan rasa jijik. Terlebih Karina datang melayat dengan keadaan mengandung janin dari laki-laki lain. Semua saudara Raka pasti sudah tahu tentang kandasnya hubungan Karina dan Raka akibat perselingkuhan Karina. Mereka tidak sudi untuk menatap Karina. Namun, Karina berusaha tetap tegar. Mereka seperti itu karena mungkin belum tahu apa yang disembunyikan oleh Om Surya selama ini.

"Mas, turut berduka cita, ya," ucap Karina berbela sungkawa sambil menyalami

Raka mengangguk pelan. "Makasih, Rin."

Tidak ada kata yang bisa diucapkan lagi oleh Karina. Lidahnya mendadak kelu melihat wajah muram Raka. Meski Raka tidak menangis seperti sanak saudaranya yang lain, tapi Karina tahu pria itu sedang berduka sedalam-dalamnya. Hatinya mungkin belum siap menghadapi situasi berkabung ini. Apalagi Raka dekat dengan papanya semenjak kecil. Tidak mudah kehilangan orang yang paling disayanginya. Dan Karina pernah merasakan hal itu.

Karina lanjut menyalami Tante Rani. Awalnya sedikit ragu. Namun, Karina tidak akan pernah melupakan kebaikan wanita itu di masa lalu. Dia sudah ikhlas dikatai wanita murahan oleh Tante Rani tempo hari. Karina memakluminya sebagai emosi sesaat saja.

"Tante, turut berduka cita, ya," ucap Karina bernada rendah.

Tanpa membalas kata-kata Karina, Tante Rani malah memeluk Karina. Pemandangan itu jelas saja disaksikan oleh sanak saudara keluarga Tante Rani. Ekspresi mereka heran. Mungkin mereka sedang berpikir bagaimana mungkin seorang tukang selingkuh masih diperlakukan manis oleh orang yang telah disakiti dan dibohongi.

"Maafin, Om Surya, ya, Rin," lirih Tante Rani. Terdengar suara isakan pelan menembus gendang telinga Karina. "Tante juga minta maaf ke kamu," lanjut Tante Rani.

"Iya, Tante. Karina udah maafin," sahut Karina singkat.

Tante Rani melepas pelukannya dari tubuh Karina. Diusapnya air mata yang masih menetes. Di belakang Karina, suara-suara tidak enak terdengar. Hinaan dan hujatan itu keluar dari mulut saudara-saudara Raka dan orang-orang kantor. Nyali Karina semakin ciut dijadikan bahan julid. Meski semua kejadian ini bukan sepenuhnya kesalahan Karina. Namun, orang-orang sudah terlanjur mengecap Karina sebagai wanita murahan. Selama ini Karina selalu menahan diri untuk tidak terpancing emosi. Meski rasanya Karina ingin meremukkan tulang-tulang para penghujat itu.

Karina menerobos kumpulan pelayat dengan langkah cepat. Telinganya sudah tidak betah mendengar hujatan orang-orang. Sekuat apa pun Karina, ada satu ruang di dalam hatinya yang gampang rubuh oleh kata-kata manusia yang tak bermoral. Mereka hanya bisa mencaci tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Mereka tidak mau tahu siapa yang pertama kali menyebabkan kekacauan ini bermula dan berujung tragis. Mereka hanya bisa menghakimi satu pihak dengan asumsi tanpa bukti. Dan mungkin mereka tidak mau tahu siapa yang paling bersalah dalam kekacuan ini. Mereka hanya menyudutkan satu orang yang dianggap paling buruk, padahal orang tersebut juga merupakan korban.

What Can I Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang