2. First Problem

109K 4.3K 54
                                    

7 years later
Bern, Switzerland, 12 P.M.

Edeline menatap tak percaya ke arah ibunya. Bagaimana mungkin ibunya akan pergi dan meninggalkannya begitu saja.

"Mom, are you sure?" sampai saat ini ia tidak mengerti mengapa ibunya ingin pergi meninggalkannya sendiri.

"I'm sorry Lin, Mom janji akan kembali setelah urusan Mom selesai." Ucap Amber seraya membereskan bajunya ke dalam koper.

"Apa Mom akan menemui pria bajingan itu." Desis Edeline dengan nada tidak sukanya.

"Edeline! Dia ayahmu!" sentak Amber dengan rahang mengetat.

"Ayah? Jika dia ayahku tidak mungkin dia pergi bersama jalang—"

Plak!

Edeline terdiam ketika mendapat satu tamparan keras dari ibunya sendiri. Untuk pertama kalinya ia merasa kecewa dengan apa yang ibunya lakukan. Dan bagaimana bisa seseorang yang ia sayang lebih memilih pria brengsek itu.

"Dia tidak seperti itu." Sangkal Amber dengan nada bergetar.

Edeline memegang pipinya yang terasa panas. Gadis itu tersenyum dengan air mata yang mulai mengalir dari pelupuk matanya.

"Pergilah jika itu memang kemauan Mom," detik itu juga Edeline pergi dari hadapan Amber dan pergi menuju kamarnya. Tepat setelah kepergian Edeline, Amber menumpahkan air matanya yang ia tahan sejak tadi.

"Maafkan Mom, Lin."

Tepat di dalam kamar, Edeline menangis sekencang-kencangnya. Ia tidak peduli jika tetangga sekitarnya akan mendengar apa yang ia rasakan saat ini. Sakit, terlalu sakit ketika dia tahu ibunya lebih memilih pria yang telah menyakiti mereka berulang kali.

Gadis berusia delapan belas tahun itu menatap isi kamarnya dengan tatapan kosong. Di tengah lamunannya terdengar suara ketukan dari arah luar. Edeline mengabaikan ketukan pintu itu, sampai satu suara yang paling ia kenal memasuki indera pendengarannya.

"Edeline," Edeline menghapus air matanya dan berusaha menunjukkan senyum terbaiknya.

Edeline membuka pintunya lebar ketika ia melihat seorang gadis cantik dengan rambut terurainya. "Aly,"

🦋🦋🦋

"That's amazing!" teriak seorang pria dengan rambut blonde nya. Dua di antara mereka berempat tertawa mendengar teriakan Dante.

"Kau benar-benar gila Dan," ucap Gideon sambil tertawa kecil. Pria itu meneguk vodka nya sedikit sambil melirik Dante yang tak henti-hentinya bergoyang di tempat.

Suasana club yang begitu berisik membuat Alexio yang awalnya menikmati, berubah menjadi jengkel. Entah mengapa suasana hati pria itu tak seperti biasanya. Di tengah ke terdiamannya, datang seorang wanita seksi dengan dress ketat berwarna merah menyalanya.

"Baby," goda wanita itu seraya mengelus pipi Alexio.

Alexio yang mendapat perlakuan seperti itu tak tinggal diam. Ia mendorong wanita itu menjauh hingga terjatuh di atas lantai.

"Bitch!" setelah mengatakan itu Alexio bangkit dari duduknya dan berlalu dari sana. Sedangkan Hendrik dan Gideon saling menatap satu sama lain, kemudian mengedikan bahunya acuh.

Alexio berjalan ke suatu tempat yang cukup sepi. Hingga ia melihat dua orang berpakaian serba hitam di tempat temaram. Alexio menghampiri kedua orang itu dengan tatapan datar nan menghunus nya.

"Tuan," ucap salah satu di antara mereka, ketika sadar kedatangan tuannya.

"Where?" tanya Alexio singkat. Mengerti akan maksud tuannya, mereka berjalan terlebih dahulu diikuti Alexio.

ALEXIO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang