30. dream?

40.4K 1.7K 87
                                    

Edeline memegang kepalanya ketika ia merasakan pening yang tak terbantahkan. Perempuan itu menyipitkan matanya ketika merasakan sinar matahari yang menembus netranya. Ia mencoba mengingat hal apa yang terjadi semalam, sampai ia teringat sesuatu.

"Shit!" seketika itu Edeline menoleh ke arah belakang. Terlihat Alexio yang masih terlelap dalam tidurnya.

Edeline memejamkan matanya ketika ia mengingat kejadian semalam. Bagaimana mungkin ia mengatakan hal itu, terlebih lagi ia dalam keadaan sadar saat itu. Tapi tidak bisa dipungkiri jika sentuhan Alexio benar-benar membuatnya melayang.

Edeline meringis kecil ketika ia merasakan nyeri di telapak tangannya. Ia sampai melupakan luka yang ia buat semalam.

"Dee," gumam Alexio seraya mengeratkan pelukannya di tubuh telanjang Edeline.

Edeline terdiam sambil memikirkan beberapa kemungkinan. Apakah semalam Alexio menggunakan pengaman? Seingatnya pria itu menggunakannya, tapi bagaimana jika tidak.

"Are you awake?" bisik Alexio ketika ia merasakan pergerakan Edeline.

"Not yet," jawab Edeline tanpa sadar.

Seketika itu Edeline memejamkan matanya seolah sedang tertidur. Alexio yang sadar pun membuka matanya. Dengan satu gerakan kecil, pria itu membalikkan tubuh Edeline hingga menghadap ke arahya. Edeline memekik kecil, sampai elusan di punggungnya membuat Edeline tak bisa berkutik.

"I know you already a weak Dee." Bisik Alexio seraya mengecup kedua mata Edeline yang masih tertutup.

Detik itu juga Edeline membuka matanya, hingga netra mereka berdua saling bertubrukan. Edeline berdeham pelan sambil mengeratkan selimut miliknya.

"Is it dream, right?" gumam Edeline, mencoba menyangkal jika semua ini adalah nyata.

Alexio yang mendengar itu tersenyum miring. "Did you think is it dream?"

Edeline tersentak ketika tangan Alexio mengelus kemudian meremas bongkahan pantatnya.

"Apa kau masih berpikir apa yang kita lakukan semalam adalah mimpi?" desis Alexio seraya menyentuh punggung telanjang milik Edeline. Ia tidak suka jika Edeline menganggap semuanya hanya khayalan mereka saja.

Kini Edeline tak bisa menyangkal jika kejadian semalam kembali terjadi. Namun bedanya, justru ia yang mengizinkan pria itu melakukannya.

"Apa kau sekarang menyesal?" tanya Alexio seraya mengecup bahu Edeline. "Meski kau menyesal sekalipun tidak ada gunanya. Karena kau sudah menyerahkan tubuhmu untukku."

Jika dibilang menyesal. Edeline tidak menyesal, hanya saja ia sedikit takut dan khawatir di saat yang bersamaan. Akankah semuanya akan baik-baik saja setelah ini.

"Aku tidak menyesal," jawab Edeline lirih.

Alexio yang mendengar itu menyeringai tipis. Sudah seharusnya gadisnya tak menyesal, karena apa yang ada pada diri Edeline adalah miliknya. Dan sekeras apapun perempuan itu menolak, pun ia akan membuat Edeline semakin bergantung padanya.

"Good, sudah seharusnya kau mengatakan itu." ucap Alexio seraya mengecup bibir Edeline.

"Astaga!" pekik Edeline ketika ia teringat akan kelasnya hari ini.

ALEXIO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang