6. Shocked

83.2K 3.3K 55
                                    

Edeline bersandar pada sebuah tembok yang cukup jauh dari perpustakaan. Gadis itu mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Hampir sepuluh menit ia berlari dan menghindari pria gila itu. Untuk pertama kalinya ia dihadapkan dengan seseorang seperti tadi. Bagaimana lancangnya pria itu menciumnya secara tiba-tiba, dan tanpa permisi. Mengingat hal itu membuat tubuh Edeline seketika merinding. Pasti pria itu mengincar sesuatu darinya, dan kini ia harus segera pulang.

"Aku harus cepat pulang," gumamnya seraya berjalan menjauhi tempatnya.

Edeline melihat jam di pergelangan kirinya. Pukul setengah delapan tepat terlihat di sana. Edeline menghela napasnya sejenak sambil meregangkan kedua tangannya. Ia sungguh lelah hari ini. Hampir seharian ia berada di kampus, dan ia sampai lupa membuka ponselnya. Di tengah Edeline sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba ia menubruk seseorang di hadapannya.

"Maaf aku—" ucapan Edeline terhenti ketika melihat sosok pria dengan netra biru di hadapannya.

Edeline terdiam sejenak sampai ia tersadar ketika pria itu mencondongkan tubuhnya. Belum sempat Edeline menjauh, pria itu telah mencengkeram lengannya dan menyeret tubuh Edeline menjauh.

"Kak lepas!" sebisa mungkin Edeline melepaskan pergelangan tangannya dari Alexio.

Alexio seketika berhenti dengan tatapan yang sungguh mengerikan. Edeline meneguk ludahnya kasar ketika netra biru itu menatapnya begitu tajam.

"Did you forget what I said, Edeline?" desisnya dengan suara rendahnya.

Edeline menggeleng pelan. "No, A-Alexio." Nyalinya benar-benar menciut ketika netra itu tak kunjung memutus pandangannya.

Tak lama Alexio memutus pandangannya. Pria itu tak mencengkeram pergelangan Edeline melainkan menggenggam tangan gadis itu. Edeline yang merasakan itu hanya terdiam tanpa mau membantah sedikitpun.

Mereka pun masuk ke dalam mobil BMW hitam kepunyaan Alexio. Alexio menjalankan mobilnya meninggalkan area kampus menuju mansion kedua orangtuanya.

Di tengah perjalanan Edeline hanya diam tanpa mau membuka suara. Begitu pula dengan Alexio yang menatap tajam jalanan di depannya. Namun di balik itu, pria itu tersenyum super tipis.

Tak berselang lama mereka pun tiba di kediaman keluarga Stolen. Edeline buru-buru turun dari dalam mobil kemudian masuk ke dalam rumah. Gadis itu terdiam ketika melihat anggota keluarga Stolen berkumpul dalam satu meja makan. Ah, ia sampai lupa jika saat ini waktunya makan malam.

"Edeline!" Alyssa berlari ke arah Edeline dan memeluknya erat.

"Aku menelpon mu berulang kali! Ku kira kau kenapa-kenapa, aku sampai panik kau tak mengangkat telepon ku sekalipun!" oceh Alyssa yang mendapat senyuman dari Edeline.

Edeline tahu seberapa khawatir gadis ini sekarang. "Maaf, aku men silent handphone ku tadi."

"Okay, kalau begitu—" ucapan Alyssa terhenti ketika mendapati Alexio masuk dengan wajah datarnya. Pria itu nampak tak peduli dengan tingkah adiknya itu, dan tetap berjalan ke arah orangtuanya.

"Kalian?" mengerti arti pertanyaan Alyssa seketika itu Edeline menggeleng.

"Kami hanya pulang bersama, kami tidak sengaja bertemu di kampus tadi." Jelas Edeline berusaha membuang segala pikiran Alyssa yang sudah jauh.

"Apa benar tidak sengaja? Atau jangan-jangan dia memang sengaja menjemputmu?!"

"Tidak mungkin, Aly. Mana mungkin kakakmu melakukan hal itu."

"Tapi dia—"

"Lebih baik kita makan malam sekarang." Potong Edeline dan menggandeng lengan Alyssa menuju ruang makan.

ALEXIO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang