42. Unsuspected

25.1K 1.2K 212
                                    

Pagi ini Alexio mengajak Edeline untuk berjalan-jalan di sekitar kota New York. Entah angin dari mana pria itu membawanya keluar. Pasalnya, pria itu sangat sulit untuk diajak sekedar berjalan-jalan.

Edeline bersenandung senang ketika mendapati pejalan kaki di sekitarnya. Sudah lama sekali ia tidak melihat orang-orang asing di sekitarnya. Netra abu-abunya tak lepas dari toko-toko yang berjajar rapi di sekitarnya.

“Apa kau ingin pergi ke sana?” tanya Alexio ketika melihat sebuah toko pakaian ternama.

“Tidak—X!” Edeline cukup panik ketika Alexio langsung membawanya masuk ke dalam toko.

Edeline tertunduk dengan pandangan meneliti sekitarnya. Ia juga tak asing dengan pakaian-pakaian ini. Tapi masalahnya, ia tidak ingin membeli pakaian-pakaian ini.

Dengan tenang Alexio melihat model pakaian untuk perempuan. Sedangkan Edeline nampak terpikat dengan sebuah jas yang cocok dengan Alexio.

“Sepertinya itu bagus untukmu,” ucap Edeline pada Alexio.

“Aku tidak tertarik,” jawab Alexio cepat. “Bungkuskan semuanya.” Ucap Alexio pada sang pegawai.

Edeline begitu terkejut, melihat lima pasang pakaian yang dibeli Alexio untuknya. Selalu saja, pria itu membelikannya tanpa tahu jika pakaian di lemarinya sudah sangat banyak.

“Kau membelinya sebanyak itu?” bisik Edeline dengan pandangan tak percaya.

“Aku suka semua modelnya,” ucap Alexio dengan senyum tipisnya. “Dan semuanya cocok untukmu.”

Jika biasanya wanita lah yang gemar berbelanja, namun ini sebaliknya. Si pria lah yang gila belanja untuk wanitanya.

Tak berselang lama, mereka keluar dari tempat itu dan beralih ke sebuah toko kue yang Edeline inginkan. Kedua netra abu-abu perempuan itu berbinar mendapati berbagai macam kudapan manis di hadapannya.

“Sepertinya ini nampak enak, tapi ini juga terlihat enak.” Gumam Edeline yang bingung memilih kudapan manisnya.

Tanpa banyak kata, Alexio menyuruh pegawai di hadapannya untuk membungkus kue yang dilihat Edeline beberapa kali. Edeline yang melihat itu diam-diam tersenyum senang. Sebenarnya ia tidak ingin memesan lebih dari dua, mengingat ia tidak ingin membuat Alexio memarahinya.

Thank you,” ucap Edeline seraya mengambil kue yang diinginkanya.

But, do you remember what i said usually?” tanya Alexio seraya meraih pinggang Edeline.

Edeline seketika menoleh ke arah Alexio. “Tentu saja aku ingat. Jangan memakannya sekaligus, atau perutmu akan sakit.”

Alexio yang mendengar itu mengecup pipi Edeline. “Good girl.

Edeline membulat terkejut ketika mendapati hal itu. “Ini di tempat umum,” ucap Edeline lirih.

Who cares?” bisik Alexio dengan senyuman miringnya.

Edeline hanya diam sambil menyembunyikan pipinya dengan kantung kuenya. Semuanya nampak baik-baik saja, sampai beberapa saat terdengar suara tembakan tak jauh dari tempat mereka.

Alexio yang mendengar itu segera membawa Edeline menjauh dari tempat itu. Edeline nampak ketakutan ketika suara tembakan itu tak kunjung reda. Ia juga melihat sekelilingnya yang sama paniknya dengan dirinya.

Edeline terus mengikuti langkah Alexio yang entah akan membawanya ke mana. Yang jelas, ia berharap tembakan itu berhenti saat ini juga. Tak berselang lama, Alexio membawa Edeline ke sebuah lompongan cukup sepi. Pria itu mengeluarkan pistolnya, dirasa orang-orang itu tengah mengejarnya.

ALEXIO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang