8. Running

71.8K 2.9K 203
                                    

Edeline terus berlari tanpa peduli apapun. Dengan sisa air mata yang mengalir gadis itu berlari menuju pemberhentian bus. Beruntungnya ia tak perlu menunggu bus berikutnya. Dengan napas terengah-engah gadis itu memasuki bus. Dalam hati Edeline bersyukur bisa lepas dari pria gila seperti Alexio. Sampai saat ini ia masih tidak menyangka jika pria itu akan berbuat segila ini.

Edeline menghapus air matanya yang keluar tanpa ia minta. Meskipun ia berhasil lolos namun ia harus berhati-hati saat ini, terlebih lagi mereka tinggal satu atap. Mengetahui hal itu Edeline langsung membuka ponselnya dan menghubungi seseorang.

"A-Aly," ucap Edeline dengan suara bergetar.

"Lin, are you okay?" Alyssa yang mendengar suara Edeline yang bergetar membuatnya seketika khawatir.

"I-I'm okay Aly. A-aku hanya ingin memberitahu jika—"

Alyssa yang di seberang telpon mengerutkan dahinya bingung. Mengapa suara sahabatnya terdengar aneh.

"Edeline,"

Sekali lagi, Edeline menghapus jejak air matanya seraya menatap kosong sekitarnya.

"Aku tidak akan pulang hari ini,"

"Wait? Tidak pulang, apa maksudmu tidak pulang?"

Edeline memejamkan matanya sejenak sebelum ia memberi alasan yang logis untuk Alyssa. Ia tidak ingin gadis itu bertanya macam-macam dengannya.

"Aku akan menginap di rumah temanku malam ini. Karena kami memiliki tugas bersama yang harus dikumpulkan besok." Jawab Edeline begitu lancar. Dalam hati gadis itu berharap Alyssa mempercayai ucapannya.

Edeline menggigit bibirnya ketika Alyssa tak kunjung menjawab ucapannya. Di saat Edeline ingin memanggil Alyssa, gadis itu telah menanggapi ucapannya.

"Okay, aku akan bilang pada mommy jika kau tidak akan pulang malam ini." Ucap Alyssa sambil memakan keripiknya.

"Thank you Aly," balas Edeline meskipun dalam hati ia tidak tahu akan pergi kemana setelah ini. Ia berharap mendapatkan tempat untuk singgah walau hanya sebentar.

Tak lama telpon mereka terputus. Edeline meremas tangannya ketika ia teringat kejadian beberapa menit lalu. Takut, ia benar-benar takut hingga kini. Ia tidak bisa membayangkan jika Alexio berhasil menahannya tadi. Apa ia akan baik-baik saja setelah itu.

"Aku tidak akan kembali ke rumah itu," gumam Edeline dengan tatapan sendunya. Ia sudah bertekad untuk pergi mulai malam ini. Tidak peduli bagaimana ia akan hidup setelahnya.

🦋🦋🦋

Alexio memukul stir mobilnya kuat. Ia begitu murka mendapati Edeline yang berhasil kabur darinya. Tanpa kata pria itu membelokkan mobilnya ke arah gedung bertingkat yang mana merupakan miliknya.

Tak berselang lama Alexio turun dari mobilnya dan berjalan angkuh ke dalam gedung. Tatapan pria itu begitu tajam dan mengintimidasi, hingga tak ada seorang pun yang berani menyapa atasannya itu.

Sesampainya di ruang kerjanya, Alexio terduduk di kursi kebesarannya seraya menyulut sebatang rokok. Pria itu menghembuskannya ke udara tanpa peduli jika ruangan itu akan penuh dengan asapnya.

"Maaf tuan," panggil seorang pria yang merupakan asisten pribadi Alexio.

Alexio melirik sebentar sebelum ia melanjutkan aktivitasnya. "Katakan," ucapnya lirih.

"Nona tidak pulang ke rumah." Ucap pria itu takut-takut.

Detik itu juga Alexio menghentikan kegiatannya, kemudian meremas putung rokok yang masih menyala itu.

ALEXIO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang